Dear Great Teachers …
Assalamu’alaikum wr wb
“… sesungguhnya, hak mengajar itu ada di tangan siswa. Bukan di tangan Guru. Apabila siswa rela memberikan hak mengajar tersebut kepada Anda, para Guru, maka sang Guru akan diterima oleh siswa di saat proses belajar berlangsung. Guru harus ‘merebut’ hak mengajar. Bagaimana memperoleh hak tersebut? …”
IKUTI:
Bedah Buku & Simulasi Lesson Plan:
‘GURUNYA MANUSIA’
Bersama MUNIF CHATIB
Sabtu, 29 Oktober 2011
Jam 09.00 s/d 15.00
Bertempat di Semut-Semut the Natural School
Jl. Industri Kapal Dalam no 25A, RTM-Kelapa Dua,
Cimanggis DEPOK
Investasi: Rp. 150.000,- (sudah termasuk 2 eksemplar majalah Teachers Guide, snack, makan siang, sertifikat)
• Hadiah menarik bagi peserta dengan kostum guru tempo doeloe
Informasi & Pendaftaran:
Zee:083899738035 - Hatta: 081318440005 - Ade: 087877620986
Email: arfi_tcguide@yahoo.co.id
Transfer ke BCA no rek : 4500219217 atas nama Arfi Destianti
Penyelenggara: Majalah TEACHERS GUIDE & Yayasan Semut Beriring
Oktober 27, 2011
TANOTO EDUCATION GRANT 2011 UNTUK PENDIDIK INDONESIA
Tanoto Foundation melalui Tanoto Education Grant 2011 mengundang proposal dari komunitas pendidikan Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
TEMA:
Proposal meliputi tiga tema kegiatan berikut ini:
1. Pengembangan praktik dan konsep belajar inovatif/ kreatif/ kritis.
2. Pelatihan guru inovatif/ kreatif/ kritis.
3. Kebijakan pendidikan yang mendukung praktik-praktik terbaik dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran guru terhadap kebijakan pendidikan.
PERSYARATAN UMUM:
1. Peserta adalah komunitas, organisasi atau institusi pendidikan di Indonesia, bukan perorangan atau individu
2. Peserta sudah berkiprah dalam dunia pendidikan minimum selama 2 (dua) tahun
3. Peserta dapat mengajukan lebih dari satu proposal untuk setiap tema
4. Proposal yang mengajukan kegiatan di daerah rural akan diutamakan
SELEKSI PROPOSAL:
Dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
1. Proses seleksi atas kredibilitas komunitas/organisasi
2. Proses seleksi proposal kegiatan, yang akan dilakukan secara anonim (blind review) oleh tim juri
HADIAH
Hadiah maksimal Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) untuk satu pemenang pada setiap tema.
Proposal dikirim melalui pos ke:
Panitia Seleksi Tanoto Education Grant
Tanoto Foundation
Jl. MH Thamrin No. 31 – 32
Jakarta 10230
Atau melalui email ke alamat:
TF-edugrant@tanotofoundation.org
Dengan subject: Tanoto Education Grant 2011
Proposal diterima paling lambat tanggal 20 Desember 2011 (cap pos), atau email paling lambat pukul 17.00 WIB
Keterangan lengkap silahkan kunjungi : www.tanotofoundation.org
TEMA:
Proposal meliputi tiga tema kegiatan berikut ini:
1. Pengembangan praktik dan konsep belajar inovatif/ kreatif/ kritis.
2. Pelatihan guru inovatif/ kreatif/ kritis.
3. Kebijakan pendidikan yang mendukung praktik-praktik terbaik dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran guru terhadap kebijakan pendidikan.
PERSYARATAN UMUM:
1. Peserta adalah komunitas, organisasi atau institusi pendidikan di Indonesia, bukan perorangan atau individu
2. Peserta sudah berkiprah dalam dunia pendidikan minimum selama 2 (dua) tahun
3. Peserta dapat mengajukan lebih dari satu proposal untuk setiap tema
4. Proposal yang mengajukan kegiatan di daerah rural akan diutamakan
SELEKSI PROPOSAL:
Dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
1. Proses seleksi atas kredibilitas komunitas/organisasi
2. Proses seleksi proposal kegiatan, yang akan dilakukan secara anonim (blind review) oleh tim juri
HADIAH
Hadiah maksimal Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) untuk satu pemenang pada setiap tema.
Proposal dikirim melalui pos ke:
Panitia Seleksi Tanoto Education Grant
Tanoto Foundation
Jl. MH Thamrin No. 31 – 32
Jakarta 10230
Atau melalui email ke alamat:
TF-edugrant@tanotofoundation.org
Dengan subject: Tanoto Education Grant 2011
Proposal diterima paling lambat tanggal 20 Desember 2011 (cap pos), atau email paling lambat pukul 17.00 WIB
Keterangan lengkap silahkan kunjungi : www.tanotofoundation.org
Maret 10, 2011
PILAR-PILAR KESUKSESKAN GURU
Rubrik Teachers Forum
Dalam mutiara hikmah dikatakan, ”Aththoriqotu ahammu minal maddah, wal ustadz ahammu minaththoriqoh, wa ruhul ustadz ahammu min kulli syaiin.” (Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, dan ruh (semangat) guru lebih penting dari semua itu). Sebab, dengan ruh tersebut guru mampu menghidupkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan sentuhan kasih, sayang, dan cintanya pada anak didik.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam pembentukan kepribadian siswa, bagi terwujudnya manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Di tangan Guru terletak masa depan bangsa. Guru adalah arsitek peradaban.Maju mundurnya sebuah bangsa ke depan berada di genggaman guru.
Berkaitan dengan peran membentuk kepribadian itu, Mahmud Samir al-Munir dalam kitabnya, Al-Mu’allimur Rabbani, menyebutkan tujuh pilar kesuksesan seorang guru.
Pertama, semangat yang terkontrol. Seorang guru mesti menjadi orang yang ulet, telaten, peduli, dan memiliki tekad yang memadai.
Sebab, peserta didik memerlukan hal baru, tambahan informasi, perhatian, dan didikan yang baik darinya.
Kedua, ilmu yang terus berkembang. Ia mempunyai dua kelebihan, yakni kelebihan horizontal (pengetahuan luas) dan vertikal (menguasai bidangnya secara mendalam). Guru yang enggan membaca lambat laun akan kekeringan wawasan seiring permasalahan yang muncul. Hendaknya mempunyai perpustakaan sendiri walaupun sederhana.
Ketiga, perencanaan yang rapi. Perencanaan pendidikan yang matang, tertulis dan tersusun rapi, serta dalam jangka waktu tertentu, terukur, dan realistis agar tujuan pendidikan bisa tercapai. Istilahnya, ‘TUKER-KERIS’ (TUlis apa yang anda KERjakan, dan KERjakan apa yang anda tulIS).
Keempat, variasi kecerdasan. Guru itu seperti sungai, ia memberi minum kepada orang-orang yang kehausan, mengalir deras ke setiap lembah,mengubah tandusnya akal menjadi pengetahuan yang berbunga di lembah pengetahuan yang beraneka ragam.
Oleh karena itu, guru harus menjadi bapak bagi siswanya dalam ikatan batin,
seolah menjadi syekh dalam pendidikan rohani, menjadi pendidik dalam penyampaian ilmu, menjadi teman dalam penyampaian curhat, dan menjadi pemimpin dalam keteladanan.
Kelima, kepemimpinan yang bijaksana. Tidak cukup seorang guru hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa memenuhi tujuan pendidikan sesungguhnya, yakni menanamkan nilai-nilai luhur, mengembangkan potensinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Keenam, menjaga celah. Guru adalah arsitek peradaban. Masa depan anak didik adalah amanah di pundak guru. Baiknya generasi muda ke depan tergantung kepada kesungguhan guru dalam mempersiapkan anak didiknya. Oleh karena itu, guru harus mampu menjaga celah di bidang pendidikan. Sebab, jika pendidikan tidak bisa diharapkan, tunggulah akan kehancuran. Syauqi pernah berkata, ”Jika guru berbuat salah sedikit saja, akan lahirlah siswa-siswa yang lebih buruk lagi.”
Ketujuh, tidak mengenal putus asa. Kenyataan terkadang membuat guru sedih dengan fakta dekadensi moral pada generasi muda. Orang yang bertekad lemah, kadang menyatakan bahwa generasi sekarang tidak bisa diharapkan, tak ada harapan akan perbaikan. Tetapi, guru harus yakin, bahwa impian hari ini adalah kenyataan esok hari. Karena itu, guru perlu terus berbuat dan meninggikan bendera kebajikan guna menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik.
Bila pilar-pilar di atas mampu diejawantahkan dalam dunia pendidikan maka tidak menutup kemungkinan pembentukan anak didik menjadi manusia seutuhkan (cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual) akan mudah terwujud. Semoga.TG
Imam Nur Suharno S.Pd, M.PdI
Direktur Pendidikan
Yayasan (Pondok Pesantren)Husnul Khotimah
Desa Maniskidul, Jalaksana, Kuningan.
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Dalam mutiara hikmah dikatakan, ”Aththoriqotu ahammu minal maddah, wal ustadz ahammu minaththoriqoh, wa ruhul ustadz ahammu min kulli syaiin.” (Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, dan ruh (semangat) guru lebih penting dari semua itu). Sebab, dengan ruh tersebut guru mampu menghidupkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan sentuhan kasih, sayang, dan cintanya pada anak didik.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam pembentukan kepribadian siswa, bagi terwujudnya manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Di tangan Guru terletak masa depan bangsa. Guru adalah arsitek peradaban.Maju mundurnya sebuah bangsa ke depan berada di genggaman guru.
Berkaitan dengan peran membentuk kepribadian itu, Mahmud Samir al-Munir dalam kitabnya, Al-Mu’allimur Rabbani, menyebutkan tujuh pilar kesuksesan seorang guru.
Pertama, semangat yang terkontrol. Seorang guru mesti menjadi orang yang ulet, telaten, peduli, dan memiliki tekad yang memadai.
Sebab, peserta didik memerlukan hal baru, tambahan informasi, perhatian, dan didikan yang baik darinya.
Kedua, ilmu yang terus berkembang. Ia mempunyai dua kelebihan, yakni kelebihan horizontal (pengetahuan luas) dan vertikal (menguasai bidangnya secara mendalam). Guru yang enggan membaca lambat laun akan kekeringan wawasan seiring permasalahan yang muncul. Hendaknya mempunyai perpustakaan sendiri walaupun sederhana.
Ketiga, perencanaan yang rapi. Perencanaan pendidikan yang matang, tertulis dan tersusun rapi, serta dalam jangka waktu tertentu, terukur, dan realistis agar tujuan pendidikan bisa tercapai. Istilahnya, ‘TUKER-KERIS’ (TUlis apa yang anda KERjakan, dan KERjakan apa yang anda tulIS).
Keempat, variasi kecerdasan. Guru itu seperti sungai, ia memberi minum kepada orang-orang yang kehausan, mengalir deras ke setiap lembah,mengubah tandusnya akal menjadi pengetahuan yang berbunga di lembah pengetahuan yang beraneka ragam.
Oleh karena itu, guru harus menjadi bapak bagi siswanya dalam ikatan batin,
seolah menjadi syekh dalam pendidikan rohani, menjadi pendidik dalam penyampaian ilmu, menjadi teman dalam penyampaian curhat, dan menjadi pemimpin dalam keteladanan.
Kelima, kepemimpinan yang bijaksana. Tidak cukup seorang guru hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa memenuhi tujuan pendidikan sesungguhnya, yakni menanamkan nilai-nilai luhur, mengembangkan potensinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Keenam, menjaga celah. Guru adalah arsitek peradaban. Masa depan anak didik adalah amanah di pundak guru. Baiknya generasi muda ke depan tergantung kepada kesungguhan guru dalam mempersiapkan anak didiknya. Oleh karena itu, guru harus mampu menjaga celah di bidang pendidikan. Sebab, jika pendidikan tidak bisa diharapkan, tunggulah akan kehancuran. Syauqi pernah berkata, ”Jika guru berbuat salah sedikit saja, akan lahirlah siswa-siswa yang lebih buruk lagi.”
Ketujuh, tidak mengenal putus asa. Kenyataan terkadang membuat guru sedih dengan fakta dekadensi moral pada generasi muda. Orang yang bertekad lemah, kadang menyatakan bahwa generasi sekarang tidak bisa diharapkan, tak ada harapan akan perbaikan. Tetapi, guru harus yakin, bahwa impian hari ini adalah kenyataan esok hari. Karena itu, guru perlu terus berbuat dan meninggikan bendera kebajikan guna menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik.
Bila pilar-pilar di atas mampu diejawantahkan dalam dunia pendidikan maka tidak menutup kemungkinan pembentukan anak didik menjadi manusia seutuhkan (cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual) akan mudah terwujud. Semoga.TG
Imam Nur Suharno S.Pd, M.PdI
Direktur Pendidikan
Yayasan (Pondok Pesantren)Husnul Khotimah
Desa Maniskidul, Jalaksana, Kuningan.
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Proses Ilmu
rubrik Paradigm
Ilmu iku kelakone kanthi laku. Ilmu itu didapat melalui proses. Filsafat Jawa ini akan terasa sejuk di saat dunia sudah tunggang langgang seperti saat ini.
Kata Paulo Freire, seorang Guru harus bertanya pada dirinya sendiri: untuk siapa dan
kepada siapa mereka bekerja?
Kini, tugas Guru bertambah berat, manakala harus membuka pintu kesadaran sekaligus memberi motivasi dan inspirasi pada siswanya, agar mampu memanfaatkan informasi yang berlimpah untuk berkarya.
Menyadari peran Guru mempersiapkan siswa menghadapi millenium ke-tiga, sangat mungkin timbul kegamangan di antara para Guru sendiri. Tapi bila berhenti pada kegamangan saja, Guru akhirnya tak akan mempunyai kontribusi membentuk wajah masa depan.
Yang terpenting adalah memberikan sumbangan semampunya daripada tidak sama sekali. Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan sebuah lilin.
Simak nasihat berikut:
Yang terpenting bagi seseorang adalah terus
dan selalu
Mengerjakan
Sebaik mungkin segala sesuatu
Yang ia anggap benar
Apa dan bagaimana hasil akhir dari pekerjaan
itu…
Serahkan pada Tuhan!
Mungkin tercapai 100%,
Mungkin setengah tercapai
Mungkin pula tidak tercapai
Sama sekali menurut
Keinginanmu…
Itu tidak penting!
Engkau harus yakin
Dengan sebaik-baiknya
Dengan demikian
Engkau tidak menyesal
Dan percayalah
Bahwa keputusan Tuhan adalah
Terbaik untukmu
(Ir. Soekarno)
Proklamator, Presiden RI yang pertama
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Ilmu iku kelakone kanthi laku. Ilmu itu didapat melalui proses. Filsafat Jawa ini akan terasa sejuk di saat dunia sudah tunggang langgang seperti saat ini.
Kata Paulo Freire, seorang Guru harus bertanya pada dirinya sendiri: untuk siapa dan
kepada siapa mereka bekerja?
Kini, tugas Guru bertambah berat, manakala harus membuka pintu kesadaran sekaligus memberi motivasi dan inspirasi pada siswanya, agar mampu memanfaatkan informasi yang berlimpah untuk berkarya.
Menyadari peran Guru mempersiapkan siswa menghadapi millenium ke-tiga, sangat mungkin timbul kegamangan di antara para Guru sendiri. Tapi bila berhenti pada kegamangan saja, Guru akhirnya tak akan mempunyai kontribusi membentuk wajah masa depan.
Yang terpenting adalah memberikan sumbangan semampunya daripada tidak sama sekali. Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan sebuah lilin.
Simak nasihat berikut:
Yang terpenting bagi seseorang adalah terus
dan selalu
Mengerjakan
Sebaik mungkin segala sesuatu
Yang ia anggap benar
Apa dan bagaimana hasil akhir dari pekerjaan
itu…
Serahkan pada Tuhan!
Mungkin tercapai 100%,
Mungkin setengah tercapai
Mungkin pula tidak tercapai
Sama sekali menurut
Keinginanmu…
Itu tidak penting!
Engkau harus yakin
Dengan sebaik-baiknya
Dengan demikian
Engkau tidak menyesal
Dan percayalah
Bahwa keputusan Tuhan adalah
Terbaik untukmu
(Ir. Soekarno)
Proklamator, Presiden RI yang pertama
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Langkah Penyiapan Pendirian Sekolah
Rubrik Consult
Pertanyaan:
Kami sudah merasa siap untuk mendirikan sekolah.
Visi-misi sudah ketemu. Apa langkah selanjutnya?
Jawaban:
Pertama, membuat analisas kelayakan sekolah unggulan. Jika anda sudah punya sekolah PG-TK, dapat juga dengan menggunakan konsep sekolah itu yang diperbaiki hingga lebih bagus. Pengembangan menjadikan konsep sekolah baru tidak sama persis dengan konsep yang ada (di PG/TK), sebab juga harus mengakomodir kebutuhan orangtua.
Kedua, dapat juga membuat konsep yang berada satu langkah di atas kebutuhan orangtua. Sehingga,ketika orangtua memasukkan anaknya, akan merasakan banyak proses pembelajaran di sekolah Anda. Jangan membuat konsep yang terlalu jauh di atas kebutuhan orangtua, malahan orangtua tidak mengerti. Orangtua tidak mampu menilai kelebihannya. Sekolah akan dianggap aneh, akan dijauhi. Ini lantaran pemahaman dan pengalaman belajar orangtua pun terbatas.
Di desa, misalnya, orang tua ingin anaknya sekolah, tapi tidak mengerti manfaat sekolah. Lebih baik anak bekerja membantu di kebun atau mengurus ternak. Kalau sekolah itu mampu membawa desa dalam pemahaman proses pembelajaran yang lebih maju, akan lebih baik. Sebab, sekolah memberi dampak luar biasa pada lingkungan orangtua dan masyarakat. Buat konsep sekolah yang lebih maju, baik dari segi proses pembelajarannya dari sekolah yang sudah ada, maupun dari segi kebutuhan masyarakat.
Ketiga, menyiapkan sumberdaya kemampuan: sumberdaya guru, sumberdaya keuangan, jaringan, tim yang akan menggagas konsep itu.
Setelah studi kelayakan, siapkan tim. Siapa yang menyiapkan fisik sekolah, kurikulum, yang menyempurnakan kurikulum, tim marketing, dan menyiapkan pendanaan.
Keempat, evaluasi terus menerus sampai sekolah berhasil...
Sebaiknya menggunakan jasa konsultan. Konsultan banyak menggali berbagai macam konsep, yang terdahulu hingga yang tren saat ini atau yang akan datang. Bandingkan dengan pengelola sekolah, jika sudah merasa menemukan sebuah konsep bagus, dan berhasil dalam pelaksanaannya, berhenti belajar karena merasa cukup.
Konsultan bahkan mempelajari hingga konsep yang ekstrem. Juga mempelajari pasar.
Saat ini, antara visi dan output kadang berbeda. Visi sekolah membentuk anak yang saleh, tapi ukurannya apakah benar sudah terwujud.
Kini sedang ramai dibahas, kurikulum berbasis visi, agar output sesuai dengan visi. Apa betul anak sudah saleh, apa ukurannya? Contoh lain, ingin output anak mandiri. Tapi selama ini ukurannya adalah raport atau UAN, bagaimana bisa?
Contoh lain, kini ada kurikulum berbasis Al Quran. Sehingga, kurikulum KTSP diperkaya dengan nilai-nilai Al Quran. Nah, dari mana nilai Al Quran? Dari materi dalam Al Quran itu sendiri, atau memulainya dari keinginan membentuk anak takwa.
Konsultan membantu analisis dan gagasan baru, agar sekolah ikut maju. Bagaimana mungkin sekolah ikut maju, kalau tidak ada rangsangan dari luar, memecahkan masalah yang muncul di sekolah atau untuk masa depan. Konsultan akan melatih orang dan pimpinan untuk memecahkan masalah, bukan memecahkan masalah itu sendiri. Bagaimana sistem itu bisa dibuat agar pengelola sekolah dan guru mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Sekolah sebaiknya ada konsultan yang terus menerus memantau perkembangan sekolah, dan masalah dapat diantisipasi sebelumnya. Kadangkala sekolah ada yang menggunakan jasa konsultan per-masalah, atau dalam periode waktu tertentu. Bisa kita lihat sekolah yang memiliki dukungan seperti ini, dapat mampu menghadapi masalah. TG
Iman Ardhajat Tresna
konsultan pendidikan
motivator
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover: MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Pertanyaan:
Kami sudah merasa siap untuk mendirikan sekolah.
Visi-misi sudah ketemu. Apa langkah selanjutnya?
Jawaban:
Pertama, membuat analisas kelayakan sekolah unggulan. Jika anda sudah punya sekolah PG-TK, dapat juga dengan menggunakan konsep sekolah itu yang diperbaiki hingga lebih bagus. Pengembangan menjadikan konsep sekolah baru tidak sama persis dengan konsep yang ada (di PG/TK), sebab juga harus mengakomodir kebutuhan orangtua.
Kedua, dapat juga membuat konsep yang berada satu langkah di atas kebutuhan orangtua. Sehingga,ketika orangtua memasukkan anaknya, akan merasakan banyak proses pembelajaran di sekolah Anda. Jangan membuat konsep yang terlalu jauh di atas kebutuhan orangtua, malahan orangtua tidak mengerti. Orangtua tidak mampu menilai kelebihannya. Sekolah akan dianggap aneh, akan dijauhi. Ini lantaran pemahaman dan pengalaman belajar orangtua pun terbatas.
Di desa, misalnya, orang tua ingin anaknya sekolah, tapi tidak mengerti manfaat sekolah. Lebih baik anak bekerja membantu di kebun atau mengurus ternak. Kalau sekolah itu mampu membawa desa dalam pemahaman proses pembelajaran yang lebih maju, akan lebih baik. Sebab, sekolah memberi dampak luar biasa pada lingkungan orangtua dan masyarakat. Buat konsep sekolah yang lebih maju, baik dari segi proses pembelajarannya dari sekolah yang sudah ada, maupun dari segi kebutuhan masyarakat.
Ketiga, menyiapkan sumberdaya kemampuan: sumberdaya guru, sumberdaya keuangan, jaringan, tim yang akan menggagas konsep itu.
Setelah studi kelayakan, siapkan tim. Siapa yang menyiapkan fisik sekolah, kurikulum, yang menyempurnakan kurikulum, tim marketing, dan menyiapkan pendanaan.
Keempat, evaluasi terus menerus sampai sekolah berhasil...
Sebaiknya menggunakan jasa konsultan. Konsultan banyak menggali berbagai macam konsep, yang terdahulu hingga yang tren saat ini atau yang akan datang. Bandingkan dengan pengelola sekolah, jika sudah merasa menemukan sebuah konsep bagus, dan berhasil dalam pelaksanaannya, berhenti belajar karena merasa cukup.
Konsultan bahkan mempelajari hingga konsep yang ekstrem. Juga mempelajari pasar.
Saat ini, antara visi dan output kadang berbeda. Visi sekolah membentuk anak yang saleh, tapi ukurannya apakah benar sudah terwujud.
Kini sedang ramai dibahas, kurikulum berbasis visi, agar output sesuai dengan visi. Apa betul anak sudah saleh, apa ukurannya? Contoh lain, ingin output anak mandiri. Tapi selama ini ukurannya adalah raport atau UAN, bagaimana bisa?
Contoh lain, kini ada kurikulum berbasis Al Quran. Sehingga, kurikulum KTSP diperkaya dengan nilai-nilai Al Quran. Nah, dari mana nilai Al Quran? Dari materi dalam Al Quran itu sendiri, atau memulainya dari keinginan membentuk anak takwa.
Konsultan membantu analisis dan gagasan baru, agar sekolah ikut maju. Bagaimana mungkin sekolah ikut maju, kalau tidak ada rangsangan dari luar, memecahkan masalah yang muncul di sekolah atau untuk masa depan. Konsultan akan melatih orang dan pimpinan untuk memecahkan masalah, bukan memecahkan masalah itu sendiri. Bagaimana sistem itu bisa dibuat agar pengelola sekolah dan guru mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Sekolah sebaiknya ada konsultan yang terus menerus memantau perkembangan sekolah, dan masalah dapat diantisipasi sebelumnya. Kadangkala sekolah ada yang menggunakan jasa konsultan per-masalah, atau dalam periode waktu tertentu. Bisa kita lihat sekolah yang memiliki dukungan seperti ini, dapat mampu menghadapi masalah. TG
Iman Ardhajat Tresna
konsultan pendidikan
motivator
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover: MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Maret 08, 2011
Belajar dari dr. Eva J. Hoffman. NGOMONG BENER SAJA KOQ SUSAH
Kata-kata memiliki kekuatan untuk menyembuhkan atau menyakiti; untuk memperbaiki atau merusak; untuk menguatkan atau melemahkan.
Rubrik Book
Perkatan dan ucapan begitu berarti. Setiap saat anak menerima ungkapan dari orang dewasa. Tak ada manual mendidik anak. Namun bisa dipelajari. Yang diperlukan adalah
menurunkan ego kita sebagai orang dewasa, agar mau mengoreksi tata bicara kita selama ini.
Dua buku yang ditulis oleh bu Eva Hoffman ini wajib dibaca oleh Guru,orang tua, dan nenek kakek, agar patut memberi komentar terhadap setiap perkataan anak, untuk
memperkuat konsep diri.
Stuart Patton selaku pemrakarsa dan penyunting buku yang diterbitkan dalam dua bahasa ini memberikan latar belakang, mangapa Bu Hoffman berhasrat membuat buku ini. Siapa tahu, kalau diingatkan oleh orang luar, kita jadi mau lebih ‘ndengerin’.
"Dr. Hoffman made the decision to write this little book based on here experience of working with both Teachers, Parents and Children back in the UK and other parts of Europe. Her goal was to help Parents understand what a crucial role they play in the education of their children, and the key to understanding this role is learning how to effectively communicate with your children, something thats affects every parent no matter where in the world you live.
Dr. Hoffman states that “Children’s brains evolve by taking information from their surroundings from the day they are born. The biggest influence on the way the child develops is the sum of their experiences, both good and bad. The nurturing of a child is a key responsibility of a parent : there are no parent instruction leaflets, no parent manuals, as each child is unique, but sometimes there are right and wrong ways of doing things”
Good communication in any situation requires respect, patience, and an effort to understand others by really listening to what they say, and in some cases what they do not say. This description is no different to the communication of a parent with a child, the skill of effective listening is probably more important to a parent than any other, of course listening can only happen if you have communication.
In our world of every growing media connections, it is easier than ever before for children to communicate with other children via social groups, be it twitter, facebook or some other on line facility. In this new media world neither parents or teachers have any real influence on what is being communicated to, from and between children, this is their world.
The key is to ensure parents don’t loose communication with their children, which means making time to communicate, and aiming to communicate in a positive way, using the right words. This little book has only 35 pages, it was designed so that parents could read on the go, sat in the car, waiting for a bus, or having coffee in the mall. You can read the book in 25 minutes, but the principles will last a lifetime, as will good communication with your children. TG
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Rubrik Book
Perkatan dan ucapan begitu berarti. Setiap saat anak menerima ungkapan dari orang dewasa. Tak ada manual mendidik anak. Namun bisa dipelajari. Yang diperlukan adalah
menurunkan ego kita sebagai orang dewasa, agar mau mengoreksi tata bicara kita selama ini.
Dua buku yang ditulis oleh bu Eva Hoffman ini wajib dibaca oleh Guru,orang tua, dan nenek kakek, agar patut memberi komentar terhadap setiap perkataan anak, untuk
memperkuat konsep diri.
Stuart Patton selaku pemrakarsa dan penyunting buku yang diterbitkan dalam dua bahasa ini memberikan latar belakang, mangapa Bu Hoffman berhasrat membuat buku ini. Siapa tahu, kalau diingatkan oleh orang luar, kita jadi mau lebih ‘ndengerin’.
"Dr. Hoffman made the decision to write this little book based on here experience of working with both Teachers, Parents and Children back in the UK and other parts of Europe. Her goal was to help Parents understand what a crucial role they play in the education of their children, and the key to understanding this role is learning how to effectively communicate with your children, something thats affects every parent no matter where in the world you live.
Dr. Hoffman states that “Children’s brains evolve by taking information from their surroundings from the day they are born. The biggest influence on the way the child develops is the sum of their experiences, both good and bad. The nurturing of a child is a key responsibility of a parent : there are no parent instruction leaflets, no parent manuals, as each child is unique, but sometimes there are right and wrong ways of doing things”
Good communication in any situation requires respect, patience, and an effort to understand others by really listening to what they say, and in some cases what they do not say. This description is no different to the communication of a parent with a child, the skill of effective listening is probably more important to a parent than any other, of course listening can only happen if you have communication.
In our world of every growing media connections, it is easier than ever before for children to communicate with other children via social groups, be it twitter, facebook or some other on line facility. In this new media world neither parents or teachers have any real influence on what is being communicated to, from and between children, this is their world.
The key is to ensure parents don’t loose communication with their children, which means making time to communicate, and aiming to communicate in a positive way, using the right words. This little book has only 35 pages, it was designed so that parents could read on the go, sat in the car, waiting for a bus, or having coffee in the mall. You can read the book in 25 minutes, but the principles will last a lifetime, as will good communication with your children. TG
*) Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Lulus, NEM Tinggi & Diterima di Sekolah Negeri
Mencerna kembali Pendidikan Berdasar Kompetensi
Rubric Critic
Perubahan sedang terjadi pada sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum sudah disesuaikan dengan kemajuan zaman. Metode mengajar pun berkembang hebat. Indikator pencapaian sudah bergeser ke arah kompetensi. Sekolah pun makin piawai mengkomunikasikan kemajuan dan perbedaan sistem pengajaran pada stake holder.
Ketika Ujian Nasional digelar, hasil yang tampak adalah angka. Masyarakat dan orang tua senang dan setuju dengan cara belajar dan metode terkini, dengan paradigma multi kecerdasan. Namun mereka menginginkan hasil seperti tempo dulu. Lulus dengan NEM tinggi dan masuk ke sekolah lanjutan negeri. Kredo ini belum banyak bergeser.
Perdebatan hasil NEM
Hasil UASBN sudah keluar! Semua anak SD se Depok –Jawa Barat lulus! Begitu pengumuman yang dikeluarkan oleh pejabat Diknas setempat dengan bangga dan muka berseri. Target mereka berhasil. Semua anak lulus. Tak peduli bagaimana dicapainya.
Tak ada eporia berlebihan. Rasa penasaran justru mulai merangsek. Banyak SD negeri yang siswanya mencapai NEM amat sangat tinggi. Mencermati hasil UASBN tahun ini, khususnya di wilayah Depok- Jawa Barat, 10 nilai tertinggi dicapai oleh sekolah negeri. Sekolah swasta active learning ada di tengah. Dan SD Negeri yang ‘kasihan’, ada di nomor buntut.
“Iya lah…, kami kan nggak milih-milih anak saat pendaftaran dulu. Siapa saja kami terima asal masih ada tempat. Artinya, siswa kami memang tak semua jago di ranah kecerdasan kognitif. Kalau sekolah negeri kan drilling abis! Pantas saja bisa dapat NEM mendekati sempurna, 30!”
begitu komentar Bu Diah, kepala sekolah SD swasta yang siswanya paling tinggi berada di angka 27,10 dan terbawah ada di angka 15 pas; terbanyak ada di level 21 – 24. Akibat tingginya nilai kelulusan itu, sejumlah SMP Negeri berkualitasbawah, kini mendapat siswa dengan NEM minimal 24,90. Siswa lulusan sekolah Bu Diah yang menjajal mendaftar ke negeri pun gigit jari.
Pak Dayat, kepala sekolah SD Negeri menimpali dengan agak arogan: “Kami yang sekelas 40 anak, bisa meluluskan siswa dengan hasil yang ‘memuaskan’. Tertinggi 29,50 dan terendah 21 koma sekian. Yang terendah sekali pun masih masuk ke SMP negeri! Sekolah Bu Diah kan sekelasnya cuma 24 anak? Dengan dua guru! Mestinya bisa mendongkrak NEM terbaik!” kilah Pak Dayat.
Tulisan ini tidak akan membahas bagaimana NEM dicapai di sekolah ala Pak Dayat. Biarkan kebenaran akan terungkap, tanpa membongkar aib yang dijaga kerahasiaannya secara berjamaah. Para tim sukses di sekolah negeri sudah berhasil melaksanakan tugasnya, untuk meluluskan siswa, mencapai nilai NEM tinggi dan mengantarkan siswanya ke sekolah negeri. Itu saja! Dengan begini, posisi kepala sekolah dan kepala dinas akan ‘aman’.
PARADIGMA
Sudut pandang kedua kepala sekolah jelas berbeda. Perdebatan akan panjang jika diteruskan. Sebagai praktisi pendidikan, kita tak perlu terjebak pada polemik macam itu. Lebih baik, masing-masing merenungkan, apa sesungguhnya hakekat dari proses belajar di sekolah. Idealnya, sekolah model Bu Diah dapat meluluskan siswa dengan NEM tinggi, dengan cara yang benar dan patut. Namun teori kecerdasan majemuk menisbikan hal ini.
“Pengembangan kurikulum di sekolah kami bukan untuk sekedar lulus ujian nasional. Yang kami persiapkan lebih pada konsep diri anak, agar dia tahu potensi yang dimiliki dan diminatinya. Dengan begini akan lahir tokoh muda hebat beraneka potensi,” bela Bu Diah sengit.
Bagaimana Anda melihat persoalan ini?
Tampaknya, Bu Diah terpancing emosi. Pak Dayat mempertahankan harga diri. Pada saatnya nanti, akan terbukti, pendidikan yang lebih mendasarkan diri pada pencapaian kompetensi diri, akan mendapat posisi tertinggi!
Menurut Spencer & Spencer (1993), ada 5 kompetensi:
1. Motif, yang menguasai pembawaan dalam jangka panjang tanpa pengawasan ketat.
2. Pembawaan, karakteristik fisik yang merespon situasi dan informasi
3. Konsep diri, terkait tingkah laku, citra
4. Pengetahuan. Persoalannya, sering salah mengukur kinerja seseorang, karena tes yang digunakan hanya mengukur ingatan seseorang akan sesuatu informasi/pengetahuan. Padahal yang diperlukan, adalah kemampuan mencari pengetahuan. Tes pengetahuan hanya mengukur respon terhadap pilihan jawaban,bukan pada tindakan. Pengetahuan hanya meramalkan apa yang dapat dikerjakan seseorang. Bukan apa yang AKAN dikerjakan setelah tes.
5. Ketrampilan, yakni kemampuan melakukan tugas secara fisik dan mental.
Kelima kompetensi itu memiliki dampak pada perencanaan pengembangan manusia, dengan
gambaran seperti di atas ini:
Pencermatan Spencer & Spencer menjadi pilihan untuk melihat persoalan Bu Diah dan Pak Dayat berdasar keilmuan. Maka, setelah lulus dengan NEM yang baik, mau ke negeri maupun swasta, yang penting dijaga adalah: setelah lulus, kompetensi mau diperkuat ke arah mana? Ini yang dipertaruhkan. TG
*)Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Rubric Critic
Perubahan sedang terjadi pada sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum sudah disesuaikan dengan kemajuan zaman. Metode mengajar pun berkembang hebat. Indikator pencapaian sudah bergeser ke arah kompetensi. Sekolah pun makin piawai mengkomunikasikan kemajuan dan perbedaan sistem pengajaran pada stake holder.
Ketika Ujian Nasional digelar, hasil yang tampak adalah angka. Masyarakat dan orang tua senang dan setuju dengan cara belajar dan metode terkini, dengan paradigma multi kecerdasan. Namun mereka menginginkan hasil seperti tempo dulu. Lulus dengan NEM tinggi dan masuk ke sekolah lanjutan negeri. Kredo ini belum banyak bergeser.
Perdebatan hasil NEM
Hasil UASBN sudah keluar! Semua anak SD se Depok –Jawa Barat lulus! Begitu pengumuman yang dikeluarkan oleh pejabat Diknas setempat dengan bangga dan muka berseri. Target mereka berhasil. Semua anak lulus. Tak peduli bagaimana dicapainya.
Tak ada eporia berlebihan. Rasa penasaran justru mulai merangsek. Banyak SD negeri yang siswanya mencapai NEM amat sangat tinggi. Mencermati hasil UASBN tahun ini, khususnya di wilayah Depok- Jawa Barat, 10 nilai tertinggi dicapai oleh sekolah negeri. Sekolah swasta active learning ada di tengah. Dan SD Negeri yang ‘kasihan’, ada di nomor buntut.
“Iya lah…, kami kan nggak milih-milih anak saat pendaftaran dulu. Siapa saja kami terima asal masih ada tempat. Artinya, siswa kami memang tak semua jago di ranah kecerdasan kognitif. Kalau sekolah negeri kan drilling abis! Pantas saja bisa dapat NEM mendekati sempurna, 30!”
begitu komentar Bu Diah, kepala sekolah SD swasta yang siswanya paling tinggi berada di angka 27,10 dan terbawah ada di angka 15 pas; terbanyak ada di level 21 – 24. Akibat tingginya nilai kelulusan itu, sejumlah SMP Negeri berkualitasbawah, kini mendapat siswa dengan NEM minimal 24,90. Siswa lulusan sekolah Bu Diah yang menjajal mendaftar ke negeri pun gigit jari.
Pak Dayat, kepala sekolah SD Negeri menimpali dengan agak arogan: “Kami yang sekelas 40 anak, bisa meluluskan siswa dengan hasil yang ‘memuaskan’. Tertinggi 29,50 dan terendah 21 koma sekian. Yang terendah sekali pun masih masuk ke SMP negeri! Sekolah Bu Diah kan sekelasnya cuma 24 anak? Dengan dua guru! Mestinya bisa mendongkrak NEM terbaik!” kilah Pak Dayat.
Tulisan ini tidak akan membahas bagaimana NEM dicapai di sekolah ala Pak Dayat. Biarkan kebenaran akan terungkap, tanpa membongkar aib yang dijaga kerahasiaannya secara berjamaah. Para tim sukses di sekolah negeri sudah berhasil melaksanakan tugasnya, untuk meluluskan siswa, mencapai nilai NEM tinggi dan mengantarkan siswanya ke sekolah negeri. Itu saja! Dengan begini, posisi kepala sekolah dan kepala dinas akan ‘aman’.
PARADIGMA
Sudut pandang kedua kepala sekolah jelas berbeda. Perdebatan akan panjang jika diteruskan. Sebagai praktisi pendidikan, kita tak perlu terjebak pada polemik macam itu. Lebih baik, masing-masing merenungkan, apa sesungguhnya hakekat dari proses belajar di sekolah. Idealnya, sekolah model Bu Diah dapat meluluskan siswa dengan NEM tinggi, dengan cara yang benar dan patut. Namun teori kecerdasan majemuk menisbikan hal ini.
“Pengembangan kurikulum di sekolah kami bukan untuk sekedar lulus ujian nasional. Yang kami persiapkan lebih pada konsep diri anak, agar dia tahu potensi yang dimiliki dan diminatinya. Dengan begini akan lahir tokoh muda hebat beraneka potensi,” bela Bu Diah sengit.
Bagaimana Anda melihat persoalan ini?
Tampaknya, Bu Diah terpancing emosi. Pak Dayat mempertahankan harga diri. Pada saatnya nanti, akan terbukti, pendidikan yang lebih mendasarkan diri pada pencapaian kompetensi diri, akan mendapat posisi tertinggi!
Menurut Spencer & Spencer (1993), ada 5 kompetensi:
1. Motif, yang menguasai pembawaan dalam jangka panjang tanpa pengawasan ketat.
2. Pembawaan, karakteristik fisik yang merespon situasi dan informasi
3. Konsep diri, terkait tingkah laku, citra
4. Pengetahuan. Persoalannya, sering salah mengukur kinerja seseorang, karena tes yang digunakan hanya mengukur ingatan seseorang akan sesuatu informasi/pengetahuan. Padahal yang diperlukan, adalah kemampuan mencari pengetahuan. Tes pengetahuan hanya mengukur respon terhadap pilihan jawaban,bukan pada tindakan. Pengetahuan hanya meramalkan apa yang dapat dikerjakan seseorang. Bukan apa yang AKAN dikerjakan setelah tes.
5. Ketrampilan, yakni kemampuan melakukan tugas secara fisik dan mental.
Kelima kompetensi itu memiliki dampak pada perencanaan pengembangan manusia, dengan
gambaran seperti di atas ini:
Pencermatan Spencer & Spencer menjadi pilihan untuk melihat persoalan Bu Diah dan Pak Dayat berdasar keilmuan. Maka, setelah lulus dengan NEM yang baik, mau ke negeri maupun swasta, yang penting dijaga adalah: setelah lulus, kompetensi mau diperkuat ke arah mana? Ini yang dipertaruhkan. TG
*)Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.
Langganan:
Postingan (Atom)