Mei 04, 2009

Etika Marketing Sekolah

Seiring perkembangan jaman, kini ilmu marketing perlu diperhatikan
dalam kegiatan promosi sekolah. Persaingan yang ketat, menyebabkan etika sering terlanggar.

Seorang berwajah Indonesia bagian timur mendatangi sebuah sekolah yang memilki jenjang PG hingga SD. Kepada bagian admin, tamu itu mengaku dari sebuah sekolah ternama tak jauh dari situ. Tujuannya hendak menyebarkan brosur pendaftaran siswa baru jenjang Sekolah Dasar!

Segepok brosur diterima. Namun pria itu setengah ngotot ingin membagikan langsung pada siswa yang baru keluar gerbang sekolah. Bu Uun, manager sekolah, dengan sopan menyampaikan keberatan. Cemberut sang tamu makin membuat Bu Uun heran. Aneh. Sebagai sekolah yang cukup ternama dan berafiliasi dengan salah satu kota dunia, mestinya sekolah tersebut cukup tahu tata cara dan etika berpromosi.

Setelah pria itu pergi, Bu Uun memindahkan tumpukan brosur itu ke keranjang sampah. “Tidak sopan,” katanya pendek pada Wiwin, bagian admin yang sudah beberapa kali menerima permintaan penyebaran brosur. “Simpan satu saja buat referensi ,” lanjut Bu Uun.

Jeruk Makan Jeruk


Tak ada kata larangan dan aturan tertulis. Namun menyebarkan brosur ke sekolah sesama jenjang, ibarat ‘jeruk makan jeruk’. Dalam teori marketing, cara berpromosi sangat banyak ragamnya. Publisitas dan publikasi seharusnya dipahami secara baik oleh pengelola sekolah. Keduanya memilki dampak yang sama-sama dahsyat jika dilakukan secara benar, kontinyu, dan sesuai dengan segmentasi.

Sepuluh tahun lalu , ilmu marketing mungkin belum terlalu menarik diterapkan di dunia sekolah. Jumlah sekolah masih belum sebanyak kini. Seiring perkembangan jaman, sekolah adalah sebuah industri, yang dikelola dengan menggunakan manajemen strategik. Iklan di media cetak (above the line) sudah banyak diimbangi dengan event (below the line) yang dapat menyentuh konsumen secara pribadi.

Dunia maya kini makin dirambah. Website kini digunakan calon orang tua untuk mencari tahu eksistensi sekolah sebelum datang langsung. Open house juga masih menjadi daya tarik.

Spanduk bertengger di banyak perempatan jalan-jalan utama dan di berbagai pusat keramaian. Bersiang dengan spanduk dan banner serta baliho partai dan foto calon legislatif, spanduk sekolah sering tak terbaca, apalagi yang bertulisan penuh pesan dan fasilitas.

Persaingan yang makin ketat, menyebabkan masalah etika sering terlanggar. Apapun alasannya, sekolah adalah sebuah cermin. Sebuah model. Sebuah masyarakat mini.

Karena itu, mestinya etika berpromosi dilakukan secara patut. Sebarkan brosur sekolah secara tepat. Hindari penyebaran yang hanya akan menjadikan brosur sebagai ‘junk mail’. Masuk kotak sampah. Duh! TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Tidak ada komentar: