Maret 19, 2010

SAATNYA SEKOLAH BERBAGI, SAATNYA MENUAI HIKMAH SEKOLAH SEJATI

Tulisan terakhir cover story (6)

Sudah berapa lama sekolah Anda berdiri? Lima, tujuh, sepuluh tahun, atau lebih? Selama itu pula sekolah dan segenap jajarannya memberi kontribusi yang luar biasa pada dunia pendidikan. Setelah menempuh proses panjang layanan pendidikan, apakah sekolah mulai memikirkan konsep berbagi, yang ditujukan pada sejawat pendidikan?

Sejalan dengan peningkatan kualitas dan kemajuan sekolah mulai dari program, kurikulum, kemajuan siswa, kepuasan orang tua, perbaruan teknologi, kemajuan materi ajar, kini sudah saatnya Anda mencari keberkahan sekolah melalui program berbagi.

Apa yang Dibagi?
Mungkin sudah banyak yang Anda lakukan. Mulai dari subsidi SPP, membantu korban bencana, membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tak mampu, menyelenggarakan program pengobatan gratis, sunatan masal, bazaar, dan sebagainya. Ah, Itu biasa!

Berbagi materi mungkin lebih mudah. Namun berbagai ilmu, membutuhkan kelapangan hati dan ketebalan spiritual, agar tak egois maju sendiri, melainkan bersama memajukan anak bangsa, dengan sekolah kompetitor sekali pun.

Apakah sekolah Anda juga ikhlas rela berbagi ilmu tanpa bayaran alias gratis bagi sejawat guru dan sekolah siapapun yang memerlukan? Dan secara khusus dan sungguh-sungguh memprogramkan dengan pejabat khusus pula? Nah… ini yang agak jarang. Sekolah Mutiara Bunda Bandung telah membuktikan berbagi ilmu secara lebih aplikatif. Didirikanlah divisi Community Services.

“Sekolah itu harus terus lari. Harus ada orang yang memikirkan kemajuan dan kemajuan, perubahan dan perubahan. Jangan pernah berhenti melaju dan memandang sekolah sudah eksis, sudah memiliki banyak siswa, sehingga bertahan sekadar menjaga mutu saja,” begitu nasihat Kak Sara, panggilan akrab Muharani Meisara, pemilik sekolah Mutiara Bunda.

Divisi Community Service (CS) didirikannya sebagai sebuah upaya serius mewujudkan kepedulian, kebersamaan, sharing , aplikasi moral value dan apapun nama yang bagus-bagus untuk sebuah hasrat dan niat yang ditujukan bukan hanya untuk kemajuan diri, melainkan kebahagiaan dan kemajuan orang lain.

“Kami membuka diri untuk sekolah lain yang ingin memajukan sekolahnya. Dalam hal apa saja! Seminggu sekali kami memiliki jadwal pelatihan guru, yang boleh diikuti secara gratis oleh siapa pun. Tanpa biaya. Sedangkan untuk wilayah yang memerlukan bantuan secara fisik, sedapat mungkin kami survey dengan cermat apa sesungguhnya kebutuhan yang mendesak. Kami dorong pada para Guru, sediakan waktu Anda untuk memberi pelatihan tanpa harus dibayar, khusus untuk program CS. Saat ini, sebatas buku atau peralatan sekolah, kami bisa penuhi,” jelas Mira Afilla, tangan kanan Kak Sara, Guru senior yang memimpin divisi CS.

“Kini kami tak lagi memikirkan berapa yang dikeluarkan. Niatan kami hanya ingin membantu. Sudah saatnya sekolah yang mendapat ‘berkah’ kemudahan mengembalikan ‘pinjaman nikmat’ itu kepada sesama sekolah. Awalnya kami menyediakan sejumlah dana khusus per-bulan. Jika dihitung dengan ilmu matematika tak cukup. Tapi dengan perhitungan ilmu sedekah, justru makin hari makin bertambah dengan
donasi dan kemudahan lain.”

“Kami juga tak memikirkan bahwa kegiatan ini bagian dari promosi atau marketing sekolah. Maaf, bukan sombong, sekolah kami sudah tak muat lagi kapasitasnya. Yang mendaftar untuk tiga tahun ke depan juga sudah penuh.”

Harus Sukses terlebih dulu, Baru Berbagi ?
“Teorinya sih tidak. Namun pada prakteknya, kesadaran dan kemauan berbagi baru akan wujud setelah usai urusan domestik. Dalam konteks sosial bisnis sekolah, mulanya sekolah menata semua pilar utama hingga tercapai sistem yang cukup nyaman. Tak ada batasan waktu. Mau setahun atau sepuluh tahun kemudian baru membuka diri untuk sharing ilmu, itu tergantung kesiapan guru dan manajemen sekolah.”

Dampaknya ke promosi juga!

“Menurut saya bukan berdampak promo sekolah. Ini sudah menjadi hukum alam. Hukum universal. Niat yang baik jangan dicederai dan disusupi kepentingan lain selain benar-benar berbagi ilmu. Lepas saja tanpa batas. Kami tak takut ilmu dicuri. Semua ini juga kan titipan dan pinjaman Tuhan.”

“Kalau banyak pihak makin tahu, itu trust yang terbangun. Kalau menjadi makin ngetop dan dipercaya, ya ini balasan lagi dari Tuhan. Begitu terus berputar,” jelas Mira dan Kak Sara.

Keduanya tampak sudah memaknai sedekah ilmu dengan pemaknaan yang dalam. Bagaimana dengan sekolah Anda? Tak usah heran, jika masih banyak sekolah bagus yang sangat ‘prudent’, hati-hati, cermat, dan membuat kebijakan yang berkebalikan dengan cerita di atas. Jangankan berbagi ilmu. Datang saja sudah ada hitungan argo per jamnya. Alamaak……..

Kiranya baik bagi praktisi pendidikan, mendalami ilmu self management dan leadership, untuk mempelajari law of attraction (baca di rubrik Cover Story-red), yang makin dipelajari oleh berbagai pihak di abad 21 ini.TG

1 komentar:

Teacher Creative Corner mengatakan...

Ide yang sangat cemerlang...dan itulah inti dari pengabdian, majulah pendidikan indonesia, majulah bangsaku