Oktober 31, 2009

PELATIHAN MENULIS

Gagasan Pelatihan Menulis Majalah Teachers Guide, dan Form Berlangganan

TELITI SEBELUM MEMBELI

Mengkritisi Kualitas Pelatihan

















Pelatihan Amazing Teacher di SMKN 3 Balikpapan, trainernya OK.

“……..Masa depan pendidikan Amerika ditentukan oleh sebuah kekuatan. Dan jika saja kami mempunyai kekuatan, kekuatan itu adalah program utama di sekolah kami, yaitu pelatihan guru. Guru tidak hanya cukup membaca metode-metode pembelajaran terbaru. Guru harus dilatih di dalamnya, seperti halnya actor atau penyair perlu berlatih. Setelah itu guru baru bisa mengajarkannya kepada orang lain. Guru professional adalah gelombang masa depan Amerika….. (Miriam Kronish, kepala sekolah SD John Eliot, Needham, Massachusetts, USA – sekolah terbaik di Amerika-)

Ungkapan seorang kepala sekolah di negeri Paman Sam ini mestinya menyadarkan kita bahwa Guru bukan hanya bertugas di depan kelas dan mengabarkan materi untuk diujikan saat evaluasi.

Pelatihan yang begitu banyak ditawarkan di mana-mana dan oleh siapa saja, dicermati oleh pakar pendidikan Iche Khodijah: “Kegawatan pendidikan kita ini antara lain juga disebabkan karena para trainer yang turun melatih para Guru itu tak semuanya baik dan benar. Banyak yang sekedar jualan. Ilmunya tak mempan dan tak bisa diterapkan guru di sekolah usai pelatihan," kritik Iche yang menjadi konsultan di British Council.

“Saya sudah minta perhatian Diknas untuk urusan ini. Pelatihan itu sangat penting dan menjadi makanan sehat bagi guru. Namun kalau kualitas pengajarnya minimalis, apa jadinya. Harus ada seleksi dan kesadaran dari pimpinan sekolah sebelum mengirimkan atau mengikutsertakan guru pada sebuah pelatihan,” jelas Iche Khodijah.

Memang sulit mencermati, apakah pelatihan itu berkualitas atau biasa atau justru payah. Seperti membeli kucing dalam karung. Seringkali judul pelatihan yang ditawarkan begitu menggoda: ‘Menjadi Guru Masa Depan; International Training: Teachers 21st Century; Guru Dahsyat Guru Hebat”, dan sebagainya.

“Sah-sah saja memberi judul pelatihan. Namun mestinya penyelenggara harus bertangungjawab. Ini bukan kursus masak, yang kalaupun gagal, paling-paling bantet atau jemek (terlalu cair-red). Ini pelatihan manusia dan masa depan bangsa”. Berapa kali Anda menerima selebaran berisi pelatihan yang menawarkan gimmick yang luar biasa: pelatihan berhadiah Hp misalnya. Setelah diikuti, yang hadir 2.000 orang. Panitia atau event organizernya ternyata ‘sewaan’ dari sebuah perguruan yang mengobral sertifikat. Jadilah, sebelum jam makan siang, tampak pemandangan yang mengenaskan, karena ribuan guru berdesakan mengabil box makanan takut kehabisan. Setelah itu mereka ngeloyor pulang karena sertifikat sudah dibagikan bersamaan dengan jam makan siang tadi. Duh …

Apa harus ada lembaga independen untuk memberi akreditasi pada lembaga training dan trainernya? Masih jauh dari harapan, dan bukan itu solusinya.

Kita saja yang harus jeli, mencari tahu lebih dulu informasi yang lebih akurat. Banyak juga trainer dan lembaga yang sudah terbukti bermanfaat dan memberi inspiriasi. Mari kita sharing. Kalau tidak, ungkapan Miriam Kronish di atas menjadi tak berlaku buat negara kita. TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

KELASKU SURGAKU

Antuasiasme Belajar Guru Pekanbaru

Telepon seluler di redaksi kami berdering.Terdengar suara seorang wanita yang ramah dan bicara penuh semangat. Ira Anggraini, wanita gesit dan canthas pemilik Bee Organizer itulah sang penelpon, dari kota Pekanbaru Riau.

Meluncurlah sederet kalimat yang terdengar sangat dinamis. Ira, seorang entrepreneur pendidikan yang selama ini giat melaksanakan pelatihan dengan peserta yang bisa mencapai ratusan, terinspirasi setelah membaca tulisan di majalah Teachers Guide yang didapatnya dari seorang teman.

Ujung dari pembicaraan via telepon itu adalah gagasan untuk menggelar sebuah pelatihan, berdasar tulisan yang telah dimuat di majalah ini. Dipilihkan tulisan tentang school concept bertajuk: ’Kelasku Surgaku’, yang kemudian diwujudkan menjadi sebuah pelatihan berbasis manajemen kelas.

Peserta kali ini tak begitu banyak. Namun Ira tetap bersemangat menghadirkan Asep Sapa'at, trainer muda yang dikirim oleh Teachers Guide. Peserta pelatihan beragam. Ada peserta yang datang dari luar kota dan harus menyeberang pulau untuk mengikuti kegiatan ini. Ada juga seorang guru yang berusia 40-an, yang tak dapat belajar di perguruan tinggi karena batasan usia, namun tak berhenti mengikuti berbagai seminar dan workshop. Guru yang hebat ini memiliki usaha menjahit rumahan. Saat mengetahui akan ada pelatihan ini, dia berdoa: ”Ya.. Allah semoga dalam minggu ini saya mendapatkan rizki lebih dari menjahit, sehingga dapat mengikuti workshop nasional ini”.......

Workshop ini membahas Classroom Management. Sebuah teori dan konsep yang bermuatan aturan dan ketrampilan mengendalikan suasana kelas agar menjadi nyaman, kreatif dan efektif. Materi yang diberikan terkait peraturan kelas (rules), pemecahan masalah problem solving), kedisiplinan (discipline), dan komunikasi produktif (constructive communication), yang disampaikan melalui sharing, diskusi dan simulasi.

Pelatihan ada dimana-mana. Digelar oleh banyak pihak. Ada yang memberi semangat perubahan, ada pula yang sekedar lewat. Tak mudah memilih pelatihan yang berkualitas. Bukan hanya isi atau materinya, melainkan siapa yang menyampaikan. Kata orang bijak: it is not the song, but the singer.TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Guru di Daerah Transmigrasi, Perjuangan Tiada Henti

Foto: Para guru transmigrasi peserta pelatihan wilayah Kaltim, bersama Bu Arum dari Ditjen PKMT Depnakertrans (tengah berkacamata) yang giat mendorong kemajuan pendidikan di daerah transmigrasi.
Satu-satunya cara menemukan batasan dalam hidup ini adalah dengan melangkah melebihi batasan yang Anda sebut sebagai `tidak mungkin`.. The only way to discover the limits of possible is to go beyond them into the `impossible. Arthur C. Clarke

Apa yang Anda bayangkan pada daerah transmigrasi? Hutan, jalan berliku berdebu, tonggeret bersahutan, kepak kepik di malam hari, jauh dari sanak famili. Meski kini teknologi informasi merangsek keheningan hutan melalui handphone, kehidupan di wilayah negeri yang diupayakan terjadi pemerataan persebaran penduduk ini memerlukan ketahanan dan keikhlasan.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, melalui Direktorat Pembinaan Masyarakat dan Kawasan Tertinggal telah melakukan berbagai upaya peningkatan berkehidupan, termasuk pembinaan sekolah.

Sebagai wilayah transmigrasi yang terus dikembangkan, kehadiran sekolah tentu menjadi tumpuan asa. Cerita para Guru yang sempat mengikuti pelatihan bersama majalah Teachers Guide di Padang, Sumatera Barat dan di Samarinda,Kalimantan Timur beberapa waktu lalu membuka kembali semangat kami untuk konsisten menyuarakan kepentingan Guru, yakni pelatihan berkelanjutan.

Ibu Khasanah, perempuan paruh baya, kini menemukan dunia pendidikan dan dunia pengajaran sebagai pelabuhan terakhir hidupnya. Menjadi buruh pabrik, pedagang asongan hingga jadi kernet pernah dia lakoni. Setelah bertemu suaminya,ia hijrah ke daerah transmigrasi di pedalaman Kalimantan. Semangatnya saat mengikuti pelatihan sungguh mengagumkan. Meski kadang tak memahami betul apa yang sedang dibicarakan, Khasanah tetap menunjukkan muka optimis.

Tak usah menghitung-hitung gaji yang dia terima. Memajukan anak bangsa sudah menjadi tekadnya. Kini dia tak mau lagi berpindah, meski ada tawaran mengajar di daerah yang lebih maju. “Biarlah saya di sini saja. Siapa lagi yang akan mengajar jika tak ada yang mau jadi guru di daerah transmigrasi,” kata Khasanah mantap. Raut mukanya berbinar. Kini dia sudah sarjana dari Universitas Terbuka. Meski lambat, insentif dan tunjangan dia terima dengan lapang hati. Pelatihan makin memantapkan langkahnya sebagai guru bagi anak bangsa di daerah transmigrasi.TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Oktober 28, 2009

Agar Kompeten dan Naik Pangkat



Semiloka Pemantapan Kualitas Profesionalisme Guru Se-Jatim

Bertempat di Hall Lantai 2 PTPN X Surabaya, telah dilangsungkan pelatihan yang diselenggarakan oleh SWASTIKA PRIMA Entrepreneur Campus dengan dukungan PT.Perkebunan Nusantara X (Persero). Sejumlah 300 guru se Jawa Timur diundang gratis mengikuti semiloka yang digelar mulai pukul 07:00 hingga 21.00 WIB. Dibuka oleh Sekretaris Daerah Propinsi Jawa Timur, Dr. H. Rasiyo. M.Si, mewakili Gubernur Jawa Timur, semiloka ini berlangsung meriah, dengan materi perubahan mendasar pada pola mengajar.

Kini (mestinya) tak ada lagi kegiatan talk and chalk siswa hanya sit, listen, and quote. Terjadi perubahan mendasar pada konsep, metode dan strategi mengajar termasuk cara penilaian. Berdasar keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara nomor 84 Tahun 1993, dinyatakan bahwa tenaga pendidik yang telah memiliki Pangkat IVa ke atas diwajibkan mengumpulkan angka kredit sebanyak 12 dari unsur pengembangan profesi.

Data Pusat Data Pendidikan Indonesia Balitbang Depdiknas menunjukkan jenjang kepangkatan tenaga pendidik menumpuk di golongan IVa. Sangat sedikit yang mencapai di atas itu, dikarenakan sebagian besar tenaga pendidik merasa kesulitan mengembangkan profesi, terutama dalam hal Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI).

MATERI SEMILOKA

Dalam materi Pembelajaran Inovatif, Prof. Dr. Muslimin Ibrahim, M.Pd (AsDir Akademik Pasca Sarjana UNESA & perancang kurikulum), menguraikan bahwa peran guru dan siswa harus diperbaiki. Guru sebagai fasilitator. Sekolah memberlakukan jadwal belajar fleksibel, terbuka sesuai kebutuhan. Sistem Belajar diarahkan oleh siswa sendiri.
Kegiatan pembelajaran berbasis masalah, proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi. Siswa diberi kebebasan berkreasi dan melakukan investigasi, penilaian kinerja pada guru dan siswa.

Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Pd (Sekretaris Prodi Pendidikan Science UNESA, Pengembangan Kurikulum & Bahan Ajar, Pengembangan SBI) memaparkan bahan ajar yang harus dapat digunakan secara mandiri dan kelompok. Bahan ajar yang berkualitas harus memiliki dampak minat baca, berisi tujuan instruksional, disusun dengan pola belajar yang
fleksibel, berdasarkan kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan dicapai, serta memberi kesempatan berlatih dengan mengakomodasi kesulitan siswa.

Penelitian Tindakan Kelas (actionresearch classroom) adalah kemampuan
melakukan refleksi dan koreksi terhadap pembelajaran guru. Hal ini
disorot oleh Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd. (Ketua Umum Perhimpunan Peneliti & Pengembangan Pendidikan Indonesia). Sedangkan materi berkisar Motivasi & Etika Profesi disampaikan oleh Wuryanano (trainer, public speaker, motivator nasional).

Semiloka berakhir. Diharapkan Guru mampu memberikan yang terbaik untuk anak didiknya serta meningkatkan jenjang karier kepangkatan secara maksimal.

SWASTIKA PRIMA Entrepreneur Campus
Jl. Ngagel Jaya Selatan 137 Surabaya,
berkomitmen pada upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia, sebagai wujud
pengabdian masyarakat di dunia pendidikan,
khususnya pendidikan non formal, seperti semiloka,
workshop, maupun program profesi setingkat D3
dan program menjadi pengusaha.
TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Membuat Guru lebih Kreatif


Ada banyak cara menggugah semangat tim sekolah. Salah satunya dengan seminar-outbound seperti yang dilakukan oleh SMK Negeri 3 Balikpapan, dalam rangka HUT ke27, pada akhir Juli lalu. Temanya memang dibuat menarik, ”AMAZING TEACHER” yang dibawakan oleh Iman Ardhajat Tresna, motivator dari majalah Teachers Guide dari Bandung.

“Ini mempererat tali persaudaraan antar staf dan karyawan, mulai dari petugas kebersihan, keamanan, tata usaha, Guru hingga Kepala Sekolah, yang seluruhnya berjumlah 106 orang,” kata Hadi Suwito S.Pd, MM, kepsek SMKN 3 Balikpapan.

Amazing Teacher membekali Guru tentang bagaimana membuat pembelajaran menjadi menarik karena anak-anak diberi sedikit kejutan atau semacam trik agar termotivasi dan fokus memulai belajar. Fitrahnya, siswa sesungguhnya memiliki kecerdasan yang hebat, prestasi yang hebat, namun agar kehebatan itu muncul keluar tentu harus diasah oleh Guru-guru yang hebat pula.

Dan itulah yang coba digali oleh Iman Ardhajat Tresna dalam seminar-outbound AMAZING TEACHER. Sejumlah latihan konsentrasi, trik dan tip yang memukau, ice-breaking yang menghibur peserta, tampaknya berhasil merefresh semangat peserta yang ‘lelah’ terbebani rutinitas sekolah.

Di hari kedua, seluruh peserta diajak ke lapangan. Meski cuaca panas, peserta antusias dan makin semangat. Melebur tanpa peduli golongan atau jabatan, tumbuh kebersamaan menyelesaikan suatu permainan kelompok, seperti membuat yel-yel tentang makanan daerah, memindahkan hula-hop, memindahkan pipa, memindahkan bola dengan tali, dan flying people.

Setiap orang memperlihatkan karakter asli, sebuah cara mengembangkan diri dan bertoleransi. Ada yang pemarah, ada yang menenangkan,ada yang membimbing dan sebagainya. Kerjasama dan saling pengertian di setiap permainan tumbuh membuat penyelesaian masalah berjalan cepat dan tepat. Kegiatan ditutup dengan saling memaafkan. Justru inilah puncak acara, karena tiap peserta dengan ikhlas dan terus terang menyatakan kesalahannya selama ini, bahkan tak sedikit peserta yang menangis menyesali dan siap berubah meningkatkan kerjasama memajukan pendidikan di SMKN 3 Balikpapan.

Tentu, semangat yang tumbuh sebagai ‘amazing teachers’ haruslah terus dijaga selepas seminar-outbound. SMK Negeri 3 Balikpapan bisa! TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Oktober 27, 2009

Belajar adalah Mengalir, Dinamis, Penuh Risiko, Menggairahkan

Kalimat ini sangat saya gemari. Saya mendapatkan kekuatan setiap kali saya membaca atau mengucapkannya. Kekuatan magis yang mampu memberi energi untuk selalu semangat pergi ke sekolah.

Saya selalu membayangkan bahwa belajar itu tidak kaku. Mengajar tidaklah seperti melaksanakan peraturan atau undang-undang, juga bukan sebuah rencana mutlak, sangat tergantung pada situasi yang dihadapi. Bisa jadi rencana tinggal rencana. Ya nggak apa-apa.

Lalu, apakah kita tak perlu mempersiapkan rencana pembelajaran? Tidak juga. Rencana pembelajaran harus dibuat, meski bukan berarti harus ditulis dalam format-format tertentu.

Menurut saya, tugas seorang guru yang lebih penting adalah membuat rencana pembelajaran yang asyik, yang membuat anak ketagihan. Ini tentu saja memerlukan energi dan waktu yang cukup untuk mempersiapkannya.

Rencana yang dibuat bukanlah tak boleh berubah. Belajar tak hanya aktivitas fisik, juga terlibat mental di dalamnya. Emosi sangat berpengaruh dalam belajar. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai kejelian dalam melihat keadaan emosi murid-muridnya. Apa yang sedang mereka rasakan, apa bahan pembicaraan mereka, permainan yang sedang digemari, dan hal lainnya.

Maka ketika rencana yang kita buat tak selaras dengan keadaan anak, saat itu juga harus diubah. Diubah bisa berarti diganti secara ekstrem, bisa juga diadaptasi, tergantung situasi.

Dengan demikian, seorang Guru harus bersiap diri akan segala kemungkinan. Boleh jadi, yang semula direncanakan membuat anak merasa asyik, malahan nggak rame atau bahkan ditolak siswa. Dalam hal seperti ini tidak pada tempatnya Guru memaksakan siswa mengikuti apa yang sudah direncanakan. Kalau anak ajukan keberatan atau usul, jangan langsung dipatahkan. Justru keberanian menyampaikan perasaan dan menawarkan solusi seperti ini harus dikembangkan.

Atau ternyata guru mendeteksi sebuah kegiatan mengasyikkan yang dilakukan anak-anak saat istirahat, maka bisa saja rencana pembelajaran saat itu juga berubah. Secara materi tidak ada yang berubah, namun setting kegiatan yang disesuaikan. Dalam arti yang lebih luas dapat dikatakan bahwa semua aktivitas adalah belajar. Belajar tidak dibatasi ruang dan waktu. Ini barangkali yang dimaksud dengan mengalir.

Air akan mengalir baik kalau ada saluran. Saluran belajar terbuka saat anak ’memberi ijin’ Guru mengajar. Maka dapatkanlah ijin itu -- kalau tidak apa yang kita ajarkan akan meluap ke luar saluran.

Air akan mengalir lancar kalau sedikit penghalangnya -- maka buanglah sebanyak mungkin apapun yang menghalangi proses belajar. Rasa takut, malu, cemas, dan perasaan negatif lainnya jangan ada dalam belajar. Tugas Guru meminimalkan penghalang, kalau mungkin menghilangkannya.

Mengalir juga berarti cair. Cair dalam hubungan antara individu, cair dalam materi. Maksudnya, materi bisa berkembang atau dipelajari lebih dalam. Ini tentu saja memerlukan fleksibilitas. Berarti belajar tidak selalu ceramah atau mengerjakan latihan. Belajar tidak harus di kelas. Belajar bukan hanya membaca atau menulis. Belajar itu banyak kegiatannya. Dan karenanya, belajar selalu berkembang.

Belajar merupakan sebuah usaha. Usaha membangun pengetahuan. Namanya juga usaha, kadang sukses kadang harus mengulang. Artinya, ada resiko gagal. Kegagalan yang dimaksud bukan hasil akhirnya gagal, tapi gagal dalam prosesnya sehingga perlu pengulangan.

Mempelajari sesuatu yang baru kadang menimbulkan ketegangan. Anak ragu, atau bahkan takut memasuki sesuatu yang baru. Perlu usaha agar ketegangan anak tak berlangsung lama. Saat mempelajari sesuatu yang baru upayakan anak merasa aman dan nyaman, tidak takut 'diketawai' atau dimarahi. Tidak takut mencoba, dan terus mencoba. Punya kegigihan, tidak kenal putus asa. TG

Suhud Rois
Sekolah Interaktif Gemilang Mutafannin,
Kab. Bandung Barat, Jabar

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Menciptakan Pemimpin

Saat ini jarang terdengar ada format pendidikan untuk mempersiapkan calon pemimpin masa depan. Sekolah seyogyanya menciptakan lingkungan ideal bagi lahirnya pemimpin yang mau menyuarakan perubahan sosial, politik, ekonomi, dan agama. Peran Guru sangat besar dalam mengembangkan nilai-nilai dalam diri siswa.

Guru, dari bahasa Sanskerta gur-u’, berarti mulia, bermutu, memiliki kehebatan, orang sangat dihormati. Dalam khazanah Jawa Kuno, sejumlah istilah yang menempel pada sebutan ’guru’: guru desa (kamitua desa yang mumpuni spiritual), guru hyan (guru rohani),guru loka (pejabat agama di istana), dan guru pitara mendiang nenek moyang yang dimuliakan karena kewaskitaannya).

Ada yang diposisikan semacam resi, ’manusia suci’ yang pintar dan ikhlas. Karenanya, sebagai guru kita mesti lebih dari sekadar menguasai pelajaran kognisi), juga memberi teladan kejujuran, hidup sederhana, ketulusan. Bukan sekedar hanya sebagai profesi, serupa profesi sekretaris atau arsitek, misalnya.

Dalam sejarah Indonesia, para pendiri negeri ini juga berperilaku guru. Soekarno, semasa dibuang ke Bengkulu, mengajari anak-anak berhitung, bahasa Belanda, hingga sejarah. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir menjadi guru anak-anak di lingkungan rumah tahanan. Keduanya mengajari politik secara diam-diam melalui lagu perjuangan, mengecat perahu dengan warna merah-putih.

Jenderal Soedirman lebih kurang lima tahun menjadi kepsek SD Muhammadiyah di Cilacap, sebelum masuk PETA. Jenderal Nasution menjadi guru di Bengkulu (1938) dan di Palembang (1939-1950), sebelum masuk tentara KNIL.

Yang melahirkan pemimpin seyogyanya harus ’guru pemimpin’ juga. Bukan guru-guru yang sebatas mentransformasi ilmu pengetahuan tanpa diperkaya nilai-nilai luhur kehidupan. Ia dekat dengan siswa, yang mempermudah transfer ilmu dan internalisasi nilai kehidupan itu.

Menurut Dr. Georgi Lozanov (1897), sikap Guru kepada para siswa paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian siswa. Keteladanan pribadi Guru membangun rasa percayaan diri siswa, sehingga berani menyampaikan ide pemikiran kepada orang lain.

Keteladanan, ketulusan, kongkruensi, dan kesiap-siagaan Guru (apalagi di sekolah berasrama bisa bertemu 24 jam) akan memberdayakan dan mengilhami siswa belajar. Melalui interaksi Guru-murid itu, terbentuklah sikap mental dan kecerdasan emosi siswa. Jika metode pembelajarannya efektif, kesuksesan siswa lebih mudah terwujud.

Guru seyogyanya mampu berkomunikasi dan yang mampu merancang pengajaran efektif. Tak hanya pintar mengajar, juga pandai berteman. Pintar memberi pengayoman, mahir bercerita, mempunyai energi psikis yang banyak. Keseharian Guru adalah cinta ilmu, terus belajar, tumbuh, dan berubah agar dapat melahirkan peserta didik yang hebat dan visioner. TG

Drs. Sutrisno Muslimin, M.Si.
Guru, pernah kepala asrama SMA Dwiwarna.
Kini director executive IIEC Group, mengelola lembaga
pendidikan IIHS dan IISS Boarding Intermoda di Jakarta.

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Lima Langkah Menjadi Unique Teacher

“Bertanggungjawablah pada kehidupan Anda dengan tidak hanya melakukan hal-hal rutin. Lakukanlah kegiatan yang belum pernah dilakukan, hidup Anda pasti berubah.” Bobbi De Porter


Apa yang terfikirkan jika Anda menjumpai murid bermuka masam waktu diminta mendengarkan penjelasan, mengobrol tak jelas, atau tak kooperatif?

Saya pribadi selalu introspeksi tiap masuk mengajar. Mengajar geografi,bagi saya bermakna ’menjual bidang studi geografi’. Sikap murid adalah cermin tingkat keberhasilan saya ‘menjual’. Kalau respon kelas acuh, artinya saya gagal. Maka tiap kali mulai masuk kelas, saya merasa tertantang, cara ‘berjualan’ apa yang lebih efektif.

Dan, begitulah saya menikmatinya. Di awal sebagai guru, saya kurang pe-de. Setelah 6 bulan, sedikit-sedikit mendapatkan rasa pede. Tentunya dengan perbaikan sana-sini, menyusun rencana pembelajaran yang menarik, cara berpakaian, berkomunikasi,sampai cara mengelola kelas. Berikut ‘saran’ saya untuk Guru pemula:

Pertama, ‘ilmu menjual’ tadi harus senantiasa diasah. Antara lain, banyak membaca referensi, mendengar pengalaman rekan Guru, dan meningkatkan kualitas diri seminar, pelatihan, aktif di MGMP).

Kedua, ciptakan aktivitas belajar semenarik mungkin, agar Anda dan siswa tidak jenuh. Misal, pembelajaran diselingi dengan:
* Permainan TTS (teka-teki silang) dengan soal dari topik yang dibahas. Yang benar mendapat hadiah (bolpoin, atau barang-barang kecil lainnya).
* Diskusi. Saat diskusi, saya memotret mereka, dan saya pajang di kelas. Ini akan meningkatkan semangat belajar siswa.
* Konsisten membagikan catatan nilai siswa. Mereka senang, karena merasa kerja kerasnya dihargai.

Ketiga, evaluasi dan jalin keakraban. Setelah liburan semester, saat masuk pertama, saya tak memberi materi. Saya siapkan daftar nilai ulangan semester dan tugas (kelas XI dan XII), lalu secara berhadapan saya evaluasi dan motivasi. Saya tanyakan bagaimana kabar mereka, liburan, dan seterusnya. Sangat menjalin kedekatan, dan mempermudah saya mengajar di semester berikutnya.

Keempat, aturan tegas. Siswa harus terlibat dalam aktivitas kelas, selama jam belajar dilarang keluar-masuk. Ada absensi khusus bagi yang malas masuk. Nilai +1 untuk yang konsisten masuk, sebaliknya -1 untuk yang hobi bolos. Konsisten, sebagai Guru jika ingin menuntut siwa disiplin, kita harus terlebih dulu mencontohkan kedisiplinan.

Kelima, jam mengajar. Di awal tahun ajaran, sebelum jadwal mengajar disusun, saya konsultasi agar jam mengajar tidak Senin dan Sabtu,agar tidak terganggu acara-acara intern sekolah.

Begitulah, siswa dan sekolah adalah laboratorium hidup yang membuat saya tumbuh dewasa dari hari ke hari tanpa saya sadari.TG

Susilo Indarti,
Guru SMA Yayasan Nabil Husein Loa-Bakung, Samarinda, Kaltim

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Haruskah Anak Usia TK (bisa) Membaca ?


Keaksaraan tidak hanya ditandai dengan
kemampuan anak membaca dan menulis huruf
atau kata-kata, tetapi yang terpenting
adalah anak memahami setiap kata dan kalimat
dalam tulisan. Membaca adalah aktifitas
belajar yang dominan memerlukan indera
visual, auditori dan juga melibatkan
fungsi penginderaan lain di otak.
Tak ada PR-PROBLEM MEMBACA
(bagi anak-anak),yang ada adalah
PROBLEM GURU dan SEKOLAH
.
Herbert Kohl


Kemampuan membaca adalah salah satu kompetensi yang sangat berkaitan erat dalam membantu memahami kontek dan pemahaman bidang studi atau pelajaran yang lain. Kemampuan membaca sangatlah berbeda dengan kemampuan berbicara secara lisan yang dapat berkembang secara alamiah melalui interaksi dengan lingkungan sekitar.

Sejak dulu, membaca menjadi tuntutan wajib bagi guru TK akibat permintaan atau tekanan dari orang tua yang beranggapan bahwa anak lulus TK harus bisa membaca. Terjadilah drilling dan pengajaran yang sangat membosankan dan tidak appropriate.

Keadaan itu diperparah oleh orang dewasa (orang tua dan guru) yang mengajarkan membaca menggunakan cara dan metode yang menyamaratakan karakter dan gaya belajar, bahkan medianya pun itu-itu saja.

Alasan orang tua : Banyaknya SD yang menyelenggarakan tes masuk harus mampu baca-tulis), mau masuk SD favorit,dianggap pintar kalau bisa membaca, membandingkan anaknya dengan anak orang lain yang sudah bisa membaca, baca-tulis lebih penting dari kompetensi yang lain.

Sesungguhnya proses menstimulasi membaca akan menjadi mudah jika tanda-tanda keaksaran sudah muncul dan mulai berkembang atau sudah Click and Clunk.

Ada banyak strategi atau metode untuk dapat menstimulasi anak membaca agar Effective, Fun and Appropriate, diantaranya:
* Kenali gaya belajar (Visual, Auditori dan Kinestetik) masing-masing anak, sehingga dapat distimulasi sesuai dengan gaya belajarnya.
* Stimulasi anak untuk dapat membaca dalam keadaan Fun dan berdasarkan tahapannya.
* Gunakan lagu, sajak, sya’ir atau puisi sebagai tahap awal untuk mengenal bunyi / fonik setiap huruf. "Membacakan keras-keras untuk anak sangat efektif dalam mengembangkan perbendaharaan kata, ekspresi bahasa, dan keterampilan berbahasa ekspresif maupun reseptif (Lyon, 1999).

* Ciptakan lingkungan keaksaraan: Memberi nama/label pada setiap objek yang ada di lingkungan terdekat/sekitar anak (kelas, area bermain, kebun, area rumah (ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, halaman, dll).“Pengajaran langsung tentang strategi memahami bacaan ditemukan efektif, dan perkembangan membaca anak juga terbantu oleh lingkungan yang kaya literatur, praktek membaca literatur otentik, dan bahan-bahan yang sudah sangat dikenal (Moats, 1996 : Lyon, 1999).

* Gunakan gambar tanpa kata/kalimat, dengan kata/kalimat singkat, yang menjelaskan bahasa dalam gambar.
* Gunakan berbagai media yang menarik sehingga anak menjadi senang dan tertantang, dengan pilihan kata/kalimat yang bermakna.
* Hindari penggunaan media yang sama dan berulang-ulang yang menyebabkan anak bosan.

* Bedakan media masing-masing anak sesuai gaya belajarnya.
* Keterlibatan anak sepenuhnya,tidak hanya sebagai pendengar dan penghafal sementara gurunya yang melakukan.
* Ciptakan kegiatan dalam permainan (bentuk games), agar lebih mudah penyampaian proses dan anak merasa bermain bukan belajar.

Kemampuan membaca dapat diajarkan pada anak sedini mungkin, asalkan tidak menyalahi norma-norma perkembangan dan potensi anak dalam melakukan proses, sehingga apa yang ada dalam diri anak dapat berjalan dan berkembang sesuai dengan fitrah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. TG

Saiyadi
KaDiv. Kesiswaan Semut-Semut The Natural School
Depok Jabar

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

SELANGKAH MAJU LANGKAHAN

Program Pendampingan DD Republika -Exxon Mobil Oil Indonesia


Aceh Utara, termasuk kecamatan Langkahan, merupakan salah satu wilayah di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang rawan banjir. Setiap musim hujan, banjir bahkan setinggi meter mengusik warga. Termasuk mengganggu proses belajar mengajar di SDN 07 Langkahan. Tentu saja, akibatnya kualitas belajar dan mutu pendidikan menurun.

Keadaan inilah melatarbelakangi program pembangunan dan pendampingan SDN 07 Langkahan, yang terwujud atas kerjasama DD Republika (diwakili Lembaga Pengembangan Insani) dan pihak Exxon Mobil Oil Indonesia. Selesai pembangunan November tahun lalu, SDN 07 Langkahan memiliki sekolah baru, bebas banjir.

Pembangunan fisik selesai, kini SDN 07 Langkahan memasuki program pendampingan secara intensif selama 2 tahun, agar menunjukkan kemajuan yang berarti. Program pendampingan ini dikelola oleh Makmal Pendidikan-Lembaga Pengembangan Insani DD Republika, yang mengutamakan bergerak di bidang pemberdayaan kaum marginal melalui pendidikan.

Keberhasilan pendampingan akhirnya terpulang pada komitmen para guru itu sendiri. Akan halnya di SDN 07 Langkahan, para Guru serius berkomitmen. Kelihatan sewaktu pelatihan seperti tim building, serta workshop display kelas.

Selama pendampingan ini, pembelajaran terus meningkat. Suasana kelas lebih dinamis dengan display karya siswa. Pak Guru Mukiman, mewakili Aceh Utara mendapat penghargaan pemerintah NAD sebagai guru daerah terpencil yang telah mengabdi selama 20 tahun.

Adapun para siswa, Muhammad Di’un (kelas VI, Juara MTQ), Siti Aminah (Kelas VI, Juara Badminton), Raminah (Kelas VI, Juara I Lari Cepat}, dan Restu Hariadi (kelas VI, pelajar terbaik) berprestasi di tingkat kecamatan Langkahan.

Pendampingan yang intensif dibutuhkan agar tumbuh kualitas sebuah sekolah. Terbukti dari aktifnya para guru dalam berbagai pelatihan dan workshop yang dilaksanakan serta monitoring & evaluasi yang dilakukan secara berkala. Kerjasama dan komitmen Guru akan membawa kemajuan luar biasa bagi SDN 07 Langkahan ini ke depan. Sehingga, pendidikan berkualitas tidak hanya dinikmati oleh siswa di daerah kota saja namun bisa dirasakan siswa-siswa yang berada di pelosok terpencil Indonesia. Semoga. TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Guru Aceh Teruslah Belajar

Tsunami sudah lima tahun berlalu. SDN 27 Banda Aceh, yang ketika itu hancur, kini telah mewujud sekolah sangat bagus untuk standar SD negeri.Gedung megah, fasilitas sekolah sangat terjaga dan dimanfaatkan dengan baik.

Lingkungan sekolah menghijau, tak hanya pohon-pohon besar, juga dihiasi tanaman obat dan sayuran, ada jagung, terung, kangkung, sawi, kembang kol, selada, kemangi, sampai cabai. Pemanfaatan lahan sekolah ini melibatkan siswa mulai dari pencarian bibit hingga perawatan sehari-hari. Bahkan sampai diolah menjadi makanan enak dinikmati warga sekolah. Lahan ini pun berperan memperkaya proses pembelajaran.

“Banyak sekolah dibangun berbagai pihak, tapi SDN 27 berbeda. Pihak Total E&P Indonesie tak cuma memperbaiki fisik gedung, juga membangun fondasi guru melalui pelatihan-pelatihan,” kata Sofyan Sulaeman, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh, saat Pelatihan Peningkatan Pengelolaan Kelas yang berlangsung awal Juli 2009 silam. Tampak hadir Tengku Angkasa, Kepala Bidang Pendidikan Dasar serta M. Natsir dari UPTD Wilayah Timur Kota Banda Aceh.

Guru, terutama di Nanggroe Aceh Darussalam pasca tsunami, memang perlu berbagai dukungan. Selama tiga hari itu pihak Total E&P Indonesie dan Yayasan Cahaya Guru melatih para guru SDN 27 serta beberapa guru dari sekolah lain.

Ini pelatihan kedua, sebelumnya di Jakarta Juni tahun lalu. Saat sharing hasil pelatihan terdahulu, terungkap hal menggembirakan, ternyata telah dibuat lebih dari 32 bentuk implementasi dalam hampir semua mata pelajaran (Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Agama, SBK, Bahasa Inggris, dan Olah Raga).

Di materi Matematika, para peserta diajak membuat media belajar mencakup 8 jalur matematika, meliputi Bilangan, Komputasi (Kalibataku: kali, bagi, tambah, kurang), Geometri, Pengukuran, Statistik, Pecahan/Perbandingan/ Skala, Pola, dan Problem Solving.

Di materi IPS, diajak membuat peta kelas dari bahan seadanya: biji kacang merah, korek api, bambu sate. Juga membuat permainan kartu (kuartet) yang bisa dipakai semua mata pelajaran.

Model pembelajaran yang ditularkan Yayasan Cahaya Guru (YCG) memang merangsang tumbuhnya motivasi, kreatifitas mengajar, serta kemandirian. Bahan sumber belajar pun mudah, murah, dan dapat dipungut dari lingkungan sekitar, tanpa harus terpaku pada sumber-sumber formal. Intinya, adalah kreatifitas dalam mengajar.

“Menyenangkan, banyak metoda mengajar baru, seperti membuat peta dari biji-bijian, korek api, dan tusuk sate. Matematika jadi menarik dan mudah dimengerti, akan akan termotivasi menemukan rumus sendiri,” kesan Karmilawati, Guru kelas V.

Akan halnya materi IPS dan Bahasa Indonesia, “Soal bedah buku, perpustakaan kami belum pernah melakukan. Anak akan terbiasa dan pandai menuliskan isi cerita berikut pesan moralnya,” pendapat Mira Safira S.Pd.I, guru Agama Islam.

Ibu Misrawati, guru SBK terkesan pada pembuatan gambar dengan pembesaran. “Dengan skala denah yang diperbesar 3 kali, dengan memanfaatkan benda-benda kecil seperti korek api dan biji kacang merah, kami dapat menganalisis lingkungan sekitar sekolah.” Basir ST., peserta tamu dari SD Unggulan Iqra -Sigli, pun tertarik akan penerapan pola bertepuk sebagai alat penarik konsentrasi anak.

Menurut Misri Tabrani, program officer YCG, berbagai kegiatan mengajar belajar selaih harus mudah dipahami anak, juga murah dan mudah membuat atau mendapatkannya. Semoga fasilitas sekolah yang terjaga baik, lingkungan sosial yang ramah, dan keasrian sekolah dapat menunjang proses pembelajaran yang makin berkualitas.TG

*)Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

LIFE BEGIN at SCHOOL

Untukmu Guru!

Sering kita dengar ungkapan life begin at 40, yang intinya memancarkan daya
pikat seseorang yang memuncak, yang dimulai dari sebuah masa, ruang, tempat atau sebuah tahapan.

Sekolah sebagai tempat menyemai keberhasilan siswa dan guru serta segenap pendukungnya, mestinya juga menjadi sebuah ruang dan tempat yang sonderwelt, yang bebas dari tuntutan yang tak semestinya, yang berbeda dari dunia luar yang penuh ’keharusan’, di mana anak dapat menemukan rasa aman dan bahagia.

Menemukan dan memaknai kehidupan yang penuh kebahagiaan, sangat dimungkinkan dimiliki oleh Guru yang kreatif, yang selalu gelisah mencari penyelesaian masalah, menemukan cara mengajar-belajar terbaik bagi siswa agar tumbuh sesuai potensinya. Kebahagiaan Guru ketika mendapati siswanya larut dalam antusiasme dan kegembiraan belajar.

Berbahagialah bila telah berhasil menyalakan energi kehidupan itu dalam jiwa Anda sebagai Guru. Mengajar bukanlah lagi rangkaian proses menyampaikan materi pelajaran sesuai isi kurikulum. Mengajar adalah suatu proses menumbuhkembangkan kesadaran kemanusiaan dalam diri anak, betapa kehidupan mendatang harus dapat diisi dengan baik, lebih baik dari kehidupan saat ini.

Life begin at school. Sekolah mestinya menjadi wadah pembelajaran kemanusiaan tertinggi. Lewat sekolah, kita persiapkan anak-anak kita menjadi manusia yang berbudaya, beradab, berahlak, mandiri, cerdas-trampil, cinta lingkungan, dan bahagia! Energi kreatif harus dicari lebih jauh ke dalam jiwa kita sendiri.

Ada pintu-pintu lintasannya yang kerap kita lewati, namun kurang disadari. Ini adalah pintu masuk mencari dalam qalbu. Makin banyak kendala, makin menyala energi kehidupan. Inilah inti kekuatan kita sebagai Guru: pemahaman penyadaran akan makna belajar. Dan sekolah adalah tempat penyadaran itu (mestinya!)

Dari manapun kita berasal, dan bekal pendidikan apapun yang kita bawa sebagai guru –inilah kesempatan yang Tuhan telah anugerahkan. Saatnya mengkaji kembali, adakah bidang kependidikan merupakan panggilan hidup kita terbesar, dan mencapai keberhasilan menjadi kebahagiaan tertinggi?

Pendidikan, pesan Ki Hadjar Dewantara, bertujuan menjadikan peserta didik sebagai manusia untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan dan pengajaran untuk memerdekakan hidup batin dan hidup lahir manusia.TG

Salam Pendidikan,
Arfi D. Moenandaris
Pemimpin Redaksi

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Oktober 26, 2009

Daftar Isi Teachers Guide Edisi 09

Edisi Terbaru TG No.09 Vol.3 tahun 2009



SEGERA TERBIT !
Anda dapat memperolehnya segera di toko buku Gramedia dan Gunung Agung terdekat.Untuk berlangganan, silakan SMS ke 0812 9065115 (Arfi), 021 68458569 (Indrawan). Salam Pendidikan!