Mei 27, 2009

STOP BULLYING !!!


Kalau rajin mencermati siaran berita teve, banyak saji peristiwa yang membuat bulu kuduk merinding. Perkelahian antar sekolah, penganiayaan siswa oleh teman ataupun guru, kebrutalan genk pelajar. Berita seorang anak SMU di Jakarta bernama Muhammad Fadhil yang dianiaya oleh kakak-kakak kelasnya sendiri. Korban mengalami luka, tapi yang lebih perih lagi ia mengalami tekanan mental.Ternyata kekerasan masih saja mewarnai kehidupan generasi muda kita.

Istilah populer untuk tindakan brutal ini adalah ‘Bullying”. Menurut Louise Porter dalam bukunya Student Behaviour (2000), bullying adalah segala tindakan brutal yang terkadang dilakukan berulang-ulang yang bertujuan untuk mengintimidasi seseorang dengan cara menjatuhkan mental dan menyerang fisiknya.

Motif sebenarnya selain untuk memaksakan kehendak seseorang/ kelompok kepada orang/kelompok lain, juga agar kelihatan lebih ‘superior’. Si pelaku bullying akan merasa bangga dan puas bila dia berhasil mengintimidasi orang lain.

Ada dua tipe bullying, yaitu ‘verbal attack’ dan ‘physical attack’. Termasuk di dalam verbal attack adalah pemanggilan nama yang mengejek, penggunaan kata-kata menghina, menjatuhkan dan mengintimidasi; sampai penyebaran isu-isu yang tak benar. Sedangkan penyerangan terhadap fisik seseorang termasuk dalam physical attack.

Bullying atau kekerasan di sekolah harus diakhiri. Menurut kajian yang ada, banyak faktor pemicu. Bibit bullying bisa jadi dibawa siswa dari rumah. Misal, orang tua suka memaki anak, menggunakan kekerasan untuk mengendalikan anak, kebiasaan membandingkan anak satu dengan yang lain.

Contohnya Cho Seung Hui, pelaku penembakan di Universitas Virginia, Amerika (2006), ternyata menjalani masa kecil yang kelam. Ia suka diintimidasi keluarganya, teman bahkan gurunya sendiri. Sehingga dalam keadaan tertekan terus menerus, muncullah keinginan Cho ‘membalas dendam’ dengan membuat teman kampusnya mengalami peristiwa buruk seperti dirinya.

Tontonan kekerasan yang ‘disuapkan’ televisi sehari-hari juga memicu. Anak-anak suka meniru adegan kekerasan yang ‘dikemas manis’, sehingga kerap bertindak buruk terhadap teman di sekolah lantaran meniru adegan sang tokoh. Anggapan agar ‘cool’ (keren) apabila ‘dihormati’ teman, membuat siswa ikut-ikutan bullying.

Selain itu, guru di sekolah juga bisa menjadi pelaku bullying. Untuk meredam kenakalan siswa, sering guru melontarkan ancaman dan makian. Dengan dalih pendisiplinan anak, ada guru memukul siswa. Akibatnya, siswa merasa tak aman, turun semangat belajar, bahkan tertekan dan menderita masalah kejiwaan.

Nah, bagaimana mengatasi tindakan bullying di sekolah ini?

Program Anti Bulying

Perlu penangan yang serius dari lingkungan keluarga dan sekolah. Yang paling mungkin, mengeliminir tindakan bullying lewat sekolah.

Pertama, semua guru dan staff sekolah haruslah paham lebih dulu, agar tidak menjadi pelaku bullying itu sendiri. Pelatihan Program Anti Bullying harus dilakukan, agar semua guru dan staf berfikiran bahwa bullying adalah tanggung jawab semua penghuni sekolah.

Kedua, adanya penerapan aturan yang jelas dengan sanksi tegas terhadap perilaku bullying dan pelakunya, tak dapat ditolerir.

Ketiga, perlu penjelasan kepada siswa, agar mereka mengetahui secara jelas dan sanksi bila melakukan bullying. Berikan informasi melalui bimbingan konseling, pemutaran kaset CD, maupun poster gambar/
tulisan di lingkungan sekolah.

Keempat, bila terjadi tindakan/menjurus tindakan bullying, segera ditangani serius. Berikan supervisi individual. Siswa yang berpotensi bullying tentulah siswa yang bermasalah. Mereka ini dirangkul, diajari memecahkan masalah dan mengendalikan emosi. Sanksi yang tegas pun harus konsisten, agar pelaku sadar bertindak salah. Beri informasi kepada orangtua pelaku dan korban, agar tindak-lanjutnya dapat sesegera mungkin diberikan.

Kelima, bila korban mengalami tekanan yang sangat berat, kewajiban sekolah memberikan bantuan terus menerus, agar ia segera pulih sebagai pribadi utuh seperti semula. Bila perlu, berikan penanganan medis & psikologis, dan training mental untuk mengembalikan kepercayaan dirinya. Berikan perlindungan, agar korban berani melapor. Bullying sulit terungkap bila tidak ada laporan.

Sediakan sarana kegiatan olah raga, seni dan lainnya. Ini wadah untuk mengubah sifat negatif siswa menjadi energi positif yang bermanfaat. Ayo kita ciptakan sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa. TG

Lilis Ummi Fa’iezah,S.Pd, MA,
Guru bahasa Inggris, mengajar di MTsN Prambanan Sleman, DI Yogyakarta

*)Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Bullying Makin Bikin Pusing


Hindari dampak bullying
Ada hambatan bagi Guru untuk mengelola siswa. Ya, pasti. Anak sekarang lebih kritis, tak mudah menerima masukan. Guru kalah berharga ketimbang infotainment dan tayangan kekerasan. Dunia maya menjadikan anak terkoneksi satu sama lain. Dari situ mereka belajar berekspresi. Jika tak dikontrol, tindakan saling menyakiti atau bullying marak terjadi.

Pola asuh, lingkungan, faktor personal, adat, kebiasaan, nilai yang dianut, semua menjadi penyebab terjadinya bullying. Guru dan orang tua bahkan sering meminta anaknya membalas tindakan teman yang menyakiti dengan balasan setimpal. Alibinya, tanpa itu pelaku tak akan kapok!

Apa Itu Bullying?

Bullying adalah tindakan fisik, lisan, tertulis yang disengaja sehingga mengakibatkan orang lain tersakiti (fisik atau perasaan). Bullying terjadi bila ada seseorang mengintimidasi atau memojokkan orang lain, melecehkan, mencari-cari kesalahan,mengucilkan, hingga orang lain merasa takut, dihina, malu, terancam.

Reaksi terhadap bullying dapat dibedakan menjadi 3 hal, yakni Submassive : pasrah tidak berdaya; Agresif: membalas dengan agresifitas yang sama; dan Assertif: mempertahankan hak dengan cara yang sesuai dan tidak merusak (benda, fisik, perasaan) orang lain.

Mana yang kita pilih? Lebih sering yang agresif, bukan? Puas rasanya! Namun jika ini menjadi budaya dan terpola di sekolah, di rumah, di lingkungan pergaulan, bisa Anda bayangkan apa yang akan terjadi.

Kita ingin siswa maju secara akademis dan tumbuh subur keluhurannya (santun, peduli, tanggun g jawab, hormat, dan nilai-nilai positif lain). Keinginan ini sering diterjemahkan dengan cara yang salah oleh pendidik
(ortu, Guru, pejabat, dll). Mestinya di sekolah diberlakukan ‘tough love’, dengan menghadirkan keteladanan. School without fear akan menjadi atmosfir yang baik.

Mencegah bullying diawali dengan mendidik siswa mampu membedakan antara mengadu dan melapor. Masukkan program anti bullying dalam kurikulum. Lakukan kegiatan kelompok, jadwalkan untuk menilai kebaikan teman, menghargai individu, dan saling memuji. Semua ini harus terjadwal. Jangan sambil lalu (kalau ada waktu). Ingat, kita adalah pembawa perubahan yang harus memulai saat ini dan dari diri sendiri.

Semua orang pernah menjadi korban sekaligus pelaku bullying. Ajarkan I-message dengan cara: jelaskan situasi yang terjadi. Jelaskan perasaan yang muncul. Tunjukkan bahasa tubuh yang sesuai. Namai perasaan, dengan mengatakan: "kamu merasa………., karena…"…………….

Meski berliku, tetaplah menghidupkan budaya anti bullying di mana pun berada. Kemarahan tidak selalu harus dicegah. Tapi cari cara penyampaian yang lebih konstruktif. Bullying bukan karakter. Bullying itu sesuatu yang dipelajari, yang sifatnya menular. Karena itu ciptakan penawarnya, agar dunia mini yang bernama sekolah masih menyenangkan dan dipercaya sebagai tempat mengubah perilaku dan menuntut ilmu.TG

20 Langkah Anger Management Bagi Korban
Menghindari dampak parah bullying, kenali langkah bagi korban:
1. Hentikan kemarahan, berpikirlah
2. Kamu bertanggung jawab atas perbuatanmu.
3. Katakan pada diri sendiri, boleh marah tapi tidak menyakiti orang lain
4. Katakan pada orang itu untuk menghentikan perbuatannya
5. Masukkan tanganmu ke dalam saku
6. Jaga tinjumu untuk dirimu
7. Menghindar
8. Gunakan I – messege
9. Tarik nafas dalam-dalam dan lepaskan
10. Berhitung pelan-pelan 1-10. Lanjutkan ………………
11. Berbicara dengan orang dewasa
12. Pikirkan hal yang menarik
13. Pikirkan hal yang menyenangkan
14. Perlakukan orang itu dengan baik
15. Ungkapkan kemarahan dengan gambar
16. Ungkapkan kemarahan dalam nyanyian
17 Ingat, membalas tidak menyelesaikan masalah
18. Time out
19. Cari orang lain untuk menemani
20. Lihatlah bahwa kamu bisa mengendalikan kemarahanmu.

Disarikan dari Seminar dan Workshop “Menelusuri Bullying di Dunia Sekolah”, oleh Sekolah Al Fikri-Depok bersama Diena Haryana, Yayasan Sejiwa, 2009.

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Info "WORKSHOP OUTBOUND untuk Guru TK" Sabtu, 6 Juni 2009


Penyelenggara : Semut-Semut the Natural School, didukung oleh Majalah Teachers Guide

Ayo, Anda para Guru TK, hadiri acara ini untuk sharing berbagi, dan meningkatkan kompetensi diri, skill mengajar, dan wawasan Anda. Kembangkan potensi diri kita sebagai Guru Taman Kanak-kanak dalam hal merencanakan pengajaran yang kreatif melalui kegiatan menarik dan atraktif.

Sabtu, 30 Mei 2009 pk.08.00 s/d pk. 16.00 WIB
(Ditunda, akan berlangsung tanggal 6 Juni 2009)
Tempat : Sekolah Semut-Semut the Natural School
Jl. Kapal Dalam 25A, Kelapa Dua-RTM, Depok (Jabar)

Materi: Membuat lesson plan yang kreatif dengan metode pengajaran dan media yang menarik.

Biaya Rp. 75.000 (makalah, majalah Teachers Guide, sertifikat, lunch)

Info lebih jauh:
Teachers Guide: Sdri. Yana di 0856 8040 385
Semut-Semut : Ibu Syarifah di 0858 1115 5335

Mei 25, 2009

Undangan Pelatihan Mimi Institute

INFO UNDANGAN PELATIHAN

Pendaftaran ditutup tanggal 8 Juni 2009.

Ikuti pelatihan peningkatan kesadaran dan kepekaan lingkungan terhadap disabilitas menuju masyarakat inklusi. Modul pelatihan ini dikembangkan oleh Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia. Tujuan pelatihan ini agar peserta memperoleh pemahaman yang benar tentang disabilitas dan dapat memberikan perlakuan yang tepat kepada orang dengan disabilitas.
Peserta pelatihan adalah orang tanpa disabilitas (orangtua anak berkebutuhan khusus / cacat, relawan/volunteer, karyawan/staf organisasi kecacatan, guru, mahasiswa, tenaga profesional dan masyarakat umum).

Sabtu 13 juni 2009. pk 09.00-17.00 WIB. Apartement Mediterania Garden Residence I, Tower Dahlia, Unit D/01-07, lantai 7. Jl. Tanjung Duren Raya Kav. 5-9 Grogol, Jakarta Barat. Pelatihan ini bersertifikat dan tidak dipungut biaya, tempat terbatas untuk 30 peserta.

Info:
Mimi Institute dengan Sdri. Astrid
Ph. 021-30047780; HP: 021-33932211
Email info@mimiinstitute.com

Dra. V.L. Mimi M. Lusli, M.Si, M.A

INFO SEMINAR : SPECIAL NEED EDUCATION THERAPIST WORKSHOP

Based on Hypnotherapy dan NLP
27 – 28 Juni 2009 (batch 2)
09.00 – 17.00 WIB
Tempat : PTB Duren Sawit F XI / 10, Klender - Jakarta Timur
Terbatas untuk 15 orang / badge

Tujuan dari diadakannya acara ini adalah untuk membantu pada orang tua yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus. Mereka membutuhkan penanganan yang tepat. Selain itu, banyak pula kebutuhan terapis dan shadow teacher dari sekolah maupun orang tua. Untuk itu, untuk menjawab kedua hal tersebut, kami berusaha menjembatani pendidikan bagi terapis sehingga mereka dapat melakukan treatment yang tepat bagi Anak Berkebutuhan Khusus.

Materi :
* Psikologi Anak vs Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
* Profil Anak Berkebutuhan Khusus dan Gangguan Anak Berkebutuhan Khusus
* Observasi terhadap perilaku Anak Berkebutuhan Khusus
* Tatalaksana Perilaku Anak Berkebutuhan Khusus
* Pembuatan alat peraga
* Menjadi shadow & terapis rumah
* Teknik mengatasi perilaku mal adatif dan stimulasi diri
* Hypnotherapy
* Sentuhan Khusus saat bermain
* Praktek menangani Anak Berkebutuhan Khusus

Biaya : Rp. 1.500.000,- (Sertifikat, makalah, snack, makan siang)
Bonus CD berisi : CD gelombang otak seharga Rp. 150.000, Alat Peraga seharga Rp. 200.000, CD tambahan (musik klasik, video clip, -book)
Transfer : Rek. BCA Ac. 0281818111, a/n Eddy Sunaryo, fax ke 021 8632909.
Pendaftaran paling lambat tanggal 20 Juni 2009. Early Bird 5 Juni, DISC 10 %
Narasumber :
Dra. Lucy Santioso Psi, CBA, CCHt. Seorang Psikolog anak yang berkecimprung lebih dari 15 tahun menangani Anak Berkebutuhan Khusus dan beliau mendidik para mahasiswa, nanny, governess, guru dan pendidik lainnya untuk menangani Anak Berkebutuhan Khusus dengan teknik-teknik terbaru memaksimalkan potensi otak anak
Tunggul Endro Handojo (Spesialis SI dari Semarang ) Beliau adalah praktisi Anak Berkebutuhan Khusus dengan penanganan melalui terapi sensori integrasi. Klinik StarKids yang dimilikinya di Semarang dirintis berlandaskan keprihatinan terhadap Anak Autis khususnya.

Peserta : praktisi Anak, Terapis Anak, Pendidik Anak, Mahasiswa
Pendaftaran : Susan (021 27 0707 74/0811 974 993)
Psychological Care Centre SMARTALENT
PTB. Duren Sawit Blok F XI/10.
Klender. Jakarta Timur
Telp. / Fax : 021-8632909
Email : smartalent@ymail. com

INFO SEMINAR UNTUK GURU DAN ORANG TUA

PROGRAM SOSIAL TAHUNAN PROVISI EDUCATION
Apa persamaan antara Sir Isaac Newton, Bill Gates (pendiri microsoft), Sir Richard Branson (Multi miliuner pemilik Virgin Airways), dan Albert Einstein?
Mereka semua adalah orang-orang yang sangat sukses dalam bidangnya masing-masing, dalam jamannya masing-masing. Apa yang membuat mereka begitu sukses?

Modal atau warisan uang dalam jumlah besar? Tidak! Kecerdasan dan prestasi belajar yang luar biasa? Tidak. Beberapa dari mereka bahkan mengalami kesulitan belajar. Sir Richard Branson bahkan adalah seorang penderita disleksia (kesulitan membaca).
Jawabannya sangat sederhana. Mereka memiliki keterampilan untuk melihat masalah dari sudut pandang berbeda, sehingga mampu mencari solusi yang tidak dipikirkan oleh orang lain. Mereka mampu berpikir secara lateral. Mereka mengetahui rahasia berpikir kreatif.

Kabar baiknya : ’Kreativitas’ adalah sebuah keterampilan berpikir, dan bisa dikembangkan dan dilatih!

Mari kita berikan anak didik kita kesempatan yang sama dengan mengadakan seminar khusus bagi guru dan orang tua murid tentang bagaimana mereka dapat menyuburkan kreativitas anak/siswanya.

Selama kurang lebih 4 jam para peserta pelatihan akan mendapatkan / memahami:
* Alasan mendasar mengapa keterampilan berpikir kreatif merupakan syarat mutlak bagi anak-anak untuk bertahan di masa kini dan masa depan.
* Bukti-bukti nyata pemecahan masalah berkat penerapan teknik berpikir kreatif.
* Teknik-teknik yang telah terbukti memungkinkan siapa saja melahirkan ide kreatif.
* Prinsip-prinsip menyuburkan kemampuan berpikir kreatif pada anak.
* Kegiatan-kegiatan praktis dan gratis yang dapat dilakukan guru dan orang tua untuk memaksimalkan kreativitas anak.
* Kesempatan berlatih teknik-teknik khusus untuk memotivasi anak.

ProVisi Education adalah konsultan pendidikan yang sejak tahun 2002 telah memberikan pelatihan untuk lebih dari 2.000 guru di lebih dari 200 sekolah di lebih dari 10 provinsi di seluruh Indonesia. Selain itu ProVisi Education telah secara rutin menyelenggarakan konferensi guru berskala nasional sejak 2006 yang secara total telah dihadiri oleh lebih dari 2.400 orang peserta dari seluruh Indonesia.

Dapatkan kesempatan khusus setahun sekali selama bulan Juli 2009 (hanya untuk 10 sekolah pendaftar pertama) dalam program tahunan khusus ProVisi Education berbiaya rendah (DISCOUNT 50% dari harga normal), menjadi hanya sebesar Rp. 4.000.000,- (Empat Juta Rupiah) sebagai bagian dari misi kami untuk melayani sebanyak mungkin orang dalam bidang pendidikan.

Hubungi ProVisi Education untuk mengatur waktu penyelenggaraan seminar yang sesuai di sekolah anda, sehingga guru, orang tua, dan siswa di sekolah anda mendapatkan kesempatan yang sama dengan orang lain.

Budi - ProVisi Education
Jl. Mandala Barat V / 17 Jakarta 11440
T: (62-21) 566 1017 (Hunting)
F: (62-21) 569 63763
www.provisieducation.com

Cara mendapatkan discount 80% dari Swadaya http://swadaya.provisieducation.com

Jakarta English Teachers’ Workshop

You are invited

June 24-25,2009

Dear English Teachers:
We are pleased to invite you for our forthcoming workshop , Jakarta English Teachers’ Workshop entitled “Professional Teacher Development.”

The event,to be held in Jakarta from June 24-25, 2009,is carefully crafted to meet your professional needs as English teachers. We also suggest you to take official TOEIC with special rate at the end of the program

Speakers : Ms.Kun Herrini, Independent Trainee,* Ms.Dina ,RELO –US Embassy, Danny (ITC-Indonesia, Shyla ,ETTC , * Lydia (Telkom) , *NIE , *State Alumni Note * to be confirmed

Venue : SMKN 20 Jakarta. Jl.Melati No.24 Cilandak ,Jakarta Selatan

Date & Time : Wednesday & Thursday, June 24-25, 2009 (09:00-16:00)

Registration Fee : Rp.150.000 (including certificate, Coffee break & Lunch,modules)

For further information pls call us at 081585484380, 27434111. Limited Seat, max 40 teachers only !

We look forward in meeting you as we walk together in promoting Indonesian talents’ competitiveness in the global world through professional teacher development.


Sincerely yours,
Shyla Lande
Workshop Director

http://www.testoeic.com/

Peserta diharapkan mengikuti /memperbaiki skor TOEIC dengan mengikuti tes TOEIC pada akhir workshop dgn harga khusus!
BIAYA OFFICIAL TOEIC UNTUK GURU: Rp.300.000 (normal Rp.425.000)

Mei 21, 2009

HANDBOOK, panduan tertulis handy dan catchy


Semenjak ada siswa yang merayakan ulang tahun di sekolah, kian banyak yang mengikuti. Tak jarang lima sampai enam undangan ultah beredar setiap bulan.

Awalnya tidak ada masalah. Lama-lama, orang tua jadi gerah. Satu undangan ‘kan satu kado. Belum lagi untuk sang Guru kelas, yang merangkap jadi MC acara, serta keperluan penyiapan pernik-pernik ultah yang merepotkan. Masih ada lagi rombongan keluarga yang ikut datang merayakan.

Cerita lain, mulanya, seorang siswa meminta Guru kelas memberi les tambahan di rumah. Alasan ortu, anaknya kurang paham kalau tak dibahas khusus. Lama-lama beberapa anak meminta Guru nge-les-in anak secara ‘diam-diam’ di rumah. Tak enak rasa hati, lantaran pimpinan sekolah kabarnya melarang Guru memberi les tambahan bagi siswanya sendiri di rumah.

Kasus berbeda, saat anak terjatuh berlari dan terluka di sekolah, siswa langsung dilarikan ke klinik terdekat untuk mendapat pertolongan pertama. Ternyata dibutuhkan tindakan jahitan pada luka robek. Sekolah menanggung biaya awal. Selebihnya kewajiban ortu. Ternyata ortu menuntut pembiayaan berobat selanjutnya, yang katanya menjadi tanggung jawab sekolah. Wah ……

Berapa banyak persoalan di sekolah Anda kadang tak terpikirkan sejak awal. Begitu ada kasus, baru aturan dibuat dan diberlakukan. Kesimpangsiuran
informasi akhirnya menjadi info tak sedap yang merugikan citra sekolah. Citra tak kasat mata. Pencitraan kian penting. Ada yang bisa akrobat berimprovisasi. Ada yang kelabakan mencari solusi.

Klise! Masalahnya Berkisar pada Komunikasi
Mengapa Anda tak segera membuat hand book , sebagai media komunikasi
tertulis yang bisa dijadikan pegangan dan petunjuk. Isinya tentang
rambu-rambu sekolah, yang kian hari kian bertambah banyak ragamnya.

Perwajahan Hand Book
Umumnya didisain secara khusus, dengan cover yang menggambarkan visi-misi sekolah. Hand book bukan hanya sekedar brosur, karena berisi informasi untuk siswa dan orang tua internal (bukan lagi kandidat). Ukuran dan bentuk sangat bervariasi. Ada yang sebesar majalah, ada yang sebesar buku tulis, A4 dibagi dua, dan sebagainya.

Daftar isi mencerminkan profil sekolah, pendiri dan pelaksana, filosofi, kurikulum, metode, dan pendekatan pembelajaran. Dimuat pula behavior expectations atau perilaku yang diharapkan, mission statement - berupa kalimat bertenaga yang menjadi ‘pemersatu tujuan’. Biasanya ditampilkan secara lebih menyolok.

Bagian kedua biasanya berisi kebijakan dan prosedur. Mulai dari proses pendaftaran hingga setting kelas dipaparkan secara ringkas, point per point. Masukkan semua info yang patut diketahui orang tua, mulai dari school beliefs, student character, pelaksanaan pengayaan dan pendalaman bagi siswa, pelaksanaan evaluasi, larangan pemberian ucapan terima kasih pada Guru, kegiatan parenting, penyedia catering, jadwal jemputan, jadwal konseling, dan urusan kesiswaan lainnya.

Bagian ke tiga, dapat diisi dengan aturan dan disiplin. Reward pusnishment,
pengembalian raport, aturan pembayaran, pemakaian seragam, peminjaman buku paket, peraturan PR, aturan perpustakaan, perayaan ulang tahun, tempat tunggu sopir dan babby sitter, penggunaan hp, hot spot, konsekuensi-konsekuensi, alur komunikasi, dan lain-lain.

Bagian empat menunjukkan kepedulian sekolah pada lingkungan, kesehatan dan keamanan. Larangan membawa makanan ber MSG, merokok dan pertolongan pertama pada kecelakaan, pengembangan community development, advokasi hidup sehat, sadar lingkungan, hemat energy, networking dan sebagainya.

Bagian akhir bisa diisi apa saja yang menjadi perhatian sekolah. Intinya adalah memberi informasi dan ketentuan secara tertulis, agar komunitas sekolah tahu persis apa yang diharapkan dan diberlakukan. Setelah itu beres? Belum! Masih banyak kalangan ortu yang lebih senang ‘dikasih tahu’ daripada membaca peraturan.

Hand book membawa misi korporasi secara keseluruhan. Ada kalanya digabung dengan kalender meja di bagian belakangnya. Banyak tenaga visual akan membantu Anda mendisain hand book yang handy dan catchy. Tidak harus mewah, yang penting mewakili selera sekolah.TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Contoh Kegiatan Belajar yang Mengembangkan Multi Kecerdasan



*)Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Ingin lebih Berprestasi, Temukan Type Belajar Anak

Pendekatan multiple intelligences

Siswa belajar dengan caranya masing-masing, sesuai dengan tipe belajarnya. Tabel ini dapat menjadi pemandu kita menemukan aneka tipe belajar anak.

Makin mudah dan mampu kita menemukan aneka tipe belajar, akan sangat memudahkan kita mencarikan cara belajar, mudah menangani kelas, serta meningkatkan hasil belajar siswa secara lebih optimal. Seorang pembelajar visual, belajar paling baik melalui gambar, diagram, atau peta.

Ada pun pembelajar auditori, suka mencipatakan irama/ nada untuk membantu mereka mengingat sesuatu. Sedangkan pembelajar kinestitek, belajar paling baik melalui gerakan.

Pembelajaran yang efektif adalah yang memperhatikan keunikan individual siswa. Pemahaman akan keunikan individual siswa itu, menghindarkan guru dari ‘pendekatan serba sama (seragam) untuk semua siswa’. Di samping itu, mendorong siswa lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan menggunakan kelebihannya.

Pembelajaran yang memperhatikan keunikan individual siswa akan berhasil paling baik dalam suasana positif, ketika siswa didorong untuk mengambil tanggungjawab, menerima tantangan dan belajar sebanyak yang mereka bisa.

7 KECERDASAN GARDNER SEBAGAI ‘SENJATA’

Gardner mengajukan tujuh jenis kecerdasan yang berbeda untuk menunjukkan cakupan potensi yang dimiliki oleh anak-anak dan orang dewasa.

Bagaimana Guru mengunakan pendekatan ini sehari-hari saat mengajar?

Untuk murid yang ‘menyukai gambar’, penggunaan DVD/video akan memacu pemikiran mereka. Bagi murid yang ‘cerdas gerakan’ perlu bergerak walau dalam pelajaran selama 50 menit. Sedangkan pekerjaan lapangan/praktek sangat disukai oleh pembelajar kinestetik.

“Kelas saya banyak menggunakan pekerjaan kelompok, untuk memacu murid yang cerdas dalam hubungan dengan orang lain,” jelas Jackie Craymer, pembicara KGN yang seorang guru di Selandia Baru.

Menurut Jackie Craymer, Gardner mendorong kita untuk keluar dari cara mengajar yang ‘biasa’, memperluas fokus kita, serta meningkatkan hasil belajar murid kita.

Gardner menyarankan kurikulum yang berimbang, yang menggabungkan pendidikan seni, kesadaran diri, dan komunikasi fisik. “Gardner menganjurkan bahwa metode yang digunakan harus selalu memperhatikan dan melayani beragam kecerdasan,” tambah Jackie.

“Gunakan penilaian dan penerjemahan Anda sendiri agar Anda dapat mengeluarkan sisi terbaik dari para murid dan bila dimungkinkan, tingkatkan dan sesuaikan dengan keadaan Anda sendiri. Konsep-konsep ini adalah bantuan, bukan sebuah dogma yang harus diikuti dan diterapkan secara kaku,” demikian paparan Jackie Craymer.

Menerapkan pendekatan belajar yang melayani berbagai keragaman cara belajar siswa, tentu membutuhkan perencanaan yang matang. Tanpa perencanaan, pembelajaran akan membuang waktu dan suasana kelas akan menjadi kacau. Jackie menyarankan agar kita para Guru melakukan refleksi dalam perencanaan, mencoba cara baru dalam mengajar – kreatif, serta memberikan berbagai kesempatan kepada murid untuk belajar.TG

* Jackie Craymer adalah Guru kelas IX – XIII dalam mata pelajaran Sosial Studies, Sejarah dan Geografi di Carmel College, New Zealand.“Learning Style”, paper yang disampaikannya dalam Kongres Guru Nusantara 2008, Samarinda.

CREATIVE THINKING


Newton, misalnya, menemukan gaya gravitasi bukan ketika duduk di sebuah bangku, memegang pena dan buku tebal sembari berpikir keras, ”Adakah gaya yang sangat berpengaruh dalam kehidupan ini?”. Itu diperolehnya ketika duduk di bawah pohon!


Beberapa orang beranggapan berpikir kreatif berarti berpikir lain dari yang lain, orang yang agak aneh dalam menggunakan pikirannya, atau berpikir keluar dari kebiasaan (think out of the box). Apakah ini cara berpikir kreatif? Mungkinkah kita mengubah diri kita lebih kreatif? Jika ya, bagaimana caranya?

Beberapa sifat orang berfikir kreatif:
• lebih mampu melihat masalah nyata yang hadir sebagai suatu situasi.
• tak mengambil suatu keputusan segera dan mempunyai toleransi secara tidak tentu.
• berhasrat melakukan hal yang original dan tak menyukai konformitas sosial.
• lebih senang mengkritik dirinya sendiri.
• bekerja sangat keras.
• cenderung mempunyai pengetahuan yang luas mengenai bidang kerja mereka.

Dalam bukunya Adaptive Mind, Nairne (2006) menambahkan, dunia ini penuh dengan orang yang pandai dalam pendidikan, atau pandai mengerjakan tugas, tetapi sedikit orang yang berpikir di luar kerangka berfikir mereka.

Mari kita lihat kata kunci terkait kreatif atau orang kreatif, yaitu:
• orang kreatif memiliki pola pikir yang tidak biasa
• memiliki cara berpikir yang tidak ada duanya
• mampu menemukan penyelesaian masalah dengan caranya sendiri yang original
• orang unik
• pekerja keras yang cerdas
• tidak mau ikut-ikutan
• mempunyai pengetahuan yang luas
• mengambil keputusan dengan tepat
• bertoleransi tidak selalu tepat waktu
• berpikir dapat menerapkan apa yang mereka pernah pelajari

Bagaimana Proses Berpikir Kreatif?
Berlatih merupakan kunci sukses untuk menjadi kreatif. Sebagian besar tidak kreatif lantaran tak tahu cara mengelola diri menjadi kreatif, karena tidak pernah belajar atau tidak pernah belajar mengkreatifkan pikiran mereka.

Berpikir divergen (melebar/bercabang) merupakan kemampuan berpikir
hal yang baru (tidak biasa) pada situasi tertentu. Guilford menangkap
ide ini dalam Unusual Uses Test-nya, seseorang diminta mengusulkan cara
baru (tidak biasa) terhadap objek sehari-hari seperti batu bata dan
pensil. Atau memberikan kelompok kata atau objek gambar yang tidak berkaitan.

Kemudian peserta menjabarkan sebanyak mungkin hubungan yang dapat dibentuk dari kata-kata atau objek-objek tersebut. Coba pikirkan kata keempat yang berkaitan dan seterusnya dari: makanan, kiper, panas, sebutkan 100 fungsi sebuah penjepit kertas!

Beda Anatomi Otak Orang Kreatif
Apa perbedaan otak antara seorang kreatif dan yang normal? Beberapa analisis awal menyatakan, otak orang yang berpikir kreatif lebih besar, namun hal ini tidak terbukti dengan ditemukannya perbedaan berat otak antar orang-orang berpikir kreatif.

Pengkajian terkini menjelaskan mengenai otak Albert Einstein yang menunjukkan bahwa terdapat suatu daerah dari bagian kanan lobus pariental yang bekerja untuk imajinasi dan matematika lebih besar 15%.

Lekukan yang mencegah interkoneksi antara daerah otak yang berdekatan telah hilang pada otak Einstein. Beberapa penemuan ini memberikan kesimpulan bahwa hemisphere (belahan otak) bagian kanan mempunyai asosiasi khusus dengan kreativitas.

Perbedaan struktur otak antar orang yang berpikir kreatif dengan orang yang normal memberikan kenyataan bahwa memang mereka berbeda.

Mau Lebih Kreatif?
Guna meningkatkan kreativitas kita, perlu kiranya kita tingkatkan energi kreativitas. Kebanyakan rintangan pada aspek internal. Ketika seseorang memiliki tujuan hidup yang hanya mengarah pada kepentingan pribadi, maka semua energi mentalnya dikerahkan ke satu titik yaitu pribadinya, sehingga energi mental tak mampu digunakan untuk mempelajari hal–hal lain di luar diri.

Sulit mengharapkan diri kita menjadi kreatif jika kita masih kelaparan, kedinginan, kepanasan karena energi mental kita pasti terkuras untuk mengatasi kekurangan tersebut. Begitu pun ketika kita terlalu kaya, energi mental kita tidak mampu diarahkan untuk mempelajari hal-hal selain mencari uang.

Orang dewasa yang ingin menjadi kreatif, berupaya tak kehilangan rasa ketertarikan dengan hal yang baru.

Berikut beberapa tips :
1. Berusahalah untuk menjadi surprise / terkesan terhadap sesuatu setiap hari Mulailah untuk menikmati apa yang kita baca, kita rasa, kita dengar, kita sentuh, dan temukan keistimewaan, keunikan, atau surprise dari setiap objek tersebut. Temukan hal yang menarik dari obrolan, pekerjaan, dengan cara membuka hati mendengarkan apa yang dikatakan dunia setiap harinya.

2. Berusahalah untuk menjadi surprise paling sedikit terhadap satu orang setiap hari Mulailah menanyakan hal-hal yang tak pernah kita tanyakan, atau hal-hal yang kurang pantas ditanyakan kepada teman kita. Ekspresikan pendapat kita mengenai hal-hal yang biasanya tidak dibicarakan. Ajaklah teman-teman mengunjugi tempat baru, seperti museum, bioskop, acara pertunjukkan. Energi mental yang tersembunyi dalam rutinitas yang nyaman perlu kita optimalkan dengan terus mencari hal yang baru yang belum kita ketahui.

3. Tulislah sesuatu yang membuat kita surprise dan bagaimana kita membuat surprise bagi yang lain setiap hari Kebanyakan orang-orang kreatif membuat catatan harian penting guna menyimpan ‘temuan-temuan’ ide. Mulailah menyediakan di malam hari sebelum tidur, catat segala hal menarik hari ini ke dalam buku khusus. Beberapa hari kemudian, baca catatan itu, temukan hal-hal yang menyenangkan dan menarik, dan pasti Anda dapat menemukan nilai yang berharga bagi kehidupan Anda.

4. Jika sesuatu memberikan kesan menarik, maka ikutilah. Melihat bunga indah di tepi jalan, mendengar senandung lagu, atau tangisan anak, kita cenderung mengabaikannya dan berkata, “Ini bukan urusan ku.” Semua yang ada di bumi ini sesungguhnya menjadi urusan kita, tanpa kita pernah tahu bagian mana ini yang cocok dengan potensi kita, karena itu kita perlu serius belajar berbagai aspek sebanyak mungkin. Jadi ketika ada sesuatu yang menarik perhatian kita, perhatikanlah, amatilah. TG

Frengky, M.A
Education Director
Goodwill Education & Training
lembaga pendidikan dan pelatihan luar sekolah
Email: frengky.goodwill@gmail.com

*)Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Mei 08, 2009

KELASKU SURGAKU



“The best lesson plans in the world won’t succeed if student misbehavior hamstrings and educator’s attempts to teach. Good classroom management practices are vital to creating an environment where students can learn.” Dave Foley

Rumahku adalah surgaku. Pernah dengar, ‘kelasku adalah surgaku’? Jika Anda sulit mengatur kondisi kelas, siswa selalu ribut, tak terkontrol, pasti Anda mendambakan sekolah seolah surga.

Menarik mencermati kajian Veenman (1984), peneliti Belanda. Beliau merangkum hasil 83penelitian—di Amerika Serikat, Jerman Barat, Inggris, Belanda, Kanada, Austria, Swiss, dan Finlandia-- tentang kesulitan mengajar yang umumnya dialami guru-guru baru (mengajar 3 tahun atau kurang).

Mari simak 3 problem terutama. Apa jadinya jika disiplin kelas tak terkelola baik? Apa pula akibatnya jika siswa tak termotivasi belajar? Apakah kelas kondusif untuk belajar jika perbedaan karakter belajar belum tertangani?

Manajemen Kelas Sangat Penting
Saya terkejut membaca uraian literature berjudul, “The Classroom Checkup : An Assessment/ Intervention Tool for Improving Classroom Management”, karya ilmiah Wendy M. Reinke, Ph. D. (John Hopkins University, Bloomberg School of Public Health). Classrooms with poor behavior management produce negative student outcomes , begitu Reinke.

Lebih ngeri lagi, pernyataan Reinke itu didukung kajian lain, “Poor classsroom management place student at risk of current and future behavior problems” (Aber, Jones, Brown, Chaudry, & Samples, 1998; lalongo, Poduska, Werthamer, & Kellam, 2001; Kellam, Ling, Merisca, Brown & lalongo, 1998).

Maknanya, ada hal lain yang lebih utama dari problem faktor manajemen kelas. Yaitu, membantu siswa menyerap sikap positif hidup (disiplin, kerja keras, semangat, percaya diri, dsb) untuk kelak di masa depan.

Peraturan Kelas yang Baik
Sudahkah kelas Anda menetapkan aturan? Adakah penghargaan dan konsekuensi bagi Anda atau siswa yang melanggar? Apa isi peraturan kelas itu?

Seorang teman bercerita, dia merasa sangat lelah mengajar karena seluruh siswanya selalu ribut, malas mengerjakan tugas, suka keluar masuk, sehingga kelas bak pasar. Berbeda dengan rekan lain, dengan bangga ia bercerita nikmatnya demi detik waktu mengajar, siswa aktif, dan selalu minta izin jika mau keluar kelas. Saat diskusi, semua berkelompok tertib.

Pernahkah Anda membuat aturan kelas begini: “Berlakukan sopan di dalam kelas”. “Jangan ganggu siswa lain yang sedang belajar”. “Jadilah siswa yang bertanggung jawab!”. “Jangan Ribut!”

Nah, mengertikan siswa makna ‘bertanggung jawab’? Soal jangan ribut, seperti apa? Tak boleh bersuara atau bernyanyi?

Coba Anda cek kembali peraturan kelas Anda. Steven G. Little, Ph. D. dan Angeleque Akin - Little, Ph. D. (The University of The Pacific) memberikan acuan membuat aturan yang baik. Dalam kajiannya, “Psychology’s Contribution to Education: Effective Classroom Management” (2004), dinyatakan ada beberapa karakteristik peraturan yang bagus:

1. Keep the number of rules to a minimum—about five rules for each classroom.
2. Keep the wording of rules simple— pictures or icons depicting the rules help the understanding of younger students.
3. Have the rules logically represent the basic expectation for a student’s behavior in the classroom.
4. Keep the wording positive if possible. Most rules can be stated in a positive manner; some rules cannot. However, the majority of classroom rules should be positive.
5. Make the rules specific. The more ambiguous (i.e. open to several interpretations) the rules are, the more difficult they are to understand. Don’t give any loopholes.
6. Make the rules describe behavior that is observable. The behavior must be observable so that an unequivocal decision can be made as to whether the rule has been followed.
7. Make sure the rules describe behavior that is measurable. That is, behavior must be able to be counted and quantified in someway for monitoring purposes.
8. Publicly post the rules in a prominent place in the classroom (in the front of the classroom, near the door). The lettering should be large and block printed.
9. Tie following the rules to consequences. Spell out what happens positively if students follow the rules, and what they lose if they do not follow the rules.
10. Always include a compliance rule. You get the behavior that are posted in the rules. If you want to improve compliance in the classroom, include a rule such as “Do what your teacher says immediately”.


Berikut beberapa contoh peraturan kelas yang baik—memenuhi karakteristik minimum, simple, positif-- seperti:
1. Bawalah buku dan pensil ke dalam kelas.
2. Angkat tanganmu, bicaralah jika sudah dipersilakan.
3. Silakan bertanya jika belum paham materi pelajaran.

Guru, Menegakkan Manajemen Kelas
Chuang-tzu pernah berujar, “Rewards and punishment are the lowest form of education”. Pertanyaan kritisnya adalah, “Bagaimana cara menerapkan kedisiplinan kelas dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen kelas yang baik?”

Simak beberapa hal penting berikut:
Pertama, hati-hati ketika ingin meluruskan masalah kedisiplinan. Prinsip “Gunakan kata-kata terpilih untuk memecahkan masalah ketidakdisiplinan siswa” harus Anda cermati. Pilihlah kata-kata yang memenangkan hati seluruh siswa, agar mereka nyaman diingatkan kelalaiannya berdisiplin
di kelas.

“Pak Guru tak senang dengan sikap negatif kamu.” Atau, “Ibu tahu kamu anak baik, mengapa bertindak begitu?”, atau kata-kata lain yang mengekspresikan ketidaknyamanan Anda sebagai guru. Berbicara suara nada bicara rendah, niatkan teguran ini semata karena menyayangi.

Kedua, mengetahui hal-hal ‘tabu’ yang sangat ditakuti siswa, dan melindungi mereka. Kita dulu pun malu jika disoraki karena menjawab salah? Keliru besar jika Anda ikut-ikutan ‘menghukum’ siswa yang salah itu, padahal ia sedang berupaya menemukan kepercayaan diri. Tugas utama kita adalah “melestarikan budaya berani salah karena mereka sedang menemukan potensi dirinya”.

Siswa memiliki hasrat tak ingin terpisah dari teman-teman, bergerak bebas menjelajahi ruang, dan berkelompok. Gunakan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa memenuhi ‘hasrat’ ini, semisal diskusi dan kerja kelompok.

Ketiga, lakukan ‘closing’ yang sempurna’. Di akhir pembelajaran, pastikan pintu kelas tertutup, siswa fokus, dan Anda siap melontarkan penutup yang mempesona. Review kembali materi, sampaikan informasi penting untuk pertemuan berikut, dan ekspresikan Anda peduli mereka sukses belajar. Tutuplah dengan sulap, puisi, nyanyi, apa saja yang mengesankan. Anda adalah ‘Guru Inspiratif’ bagi mereka.

Keempat, libatkan siswa dalam seluruh ‘waktu akademik’. Buat mereka sibuk dan termotivasi belajar sesuai gaya masing-masing. Suguhkan materi pelajaran sesuai porsi mereka. Begitu mendengar bel sekolah berbunyi, kelas menyambut dengan koor, “Ya, waktunya kok dah abis, gak kerasa ya...” Maka, Anda akan sangat menikmati detik-detik waktu yang bergulir.

Inilah indikator sederhana bahwa Anda berhasil mengelola kelas. Anda- lah master manajemen kelas yang hebat, mampu meng-orkestrasi. Kelasku adalah surgaku ... TG

Urutan Rangking Masalah

1 Classroom Discipline
2 Motivating Students
3 Dealing with Individual Differences
4 Assesing Student’s Work
5 Relation with Parents
6 Organization of Class Work
7 Insufficient Materials and Supplies
8 Dealing with Problems of Individual Students
9 Heavy Teaching Load Resulting in Insufficient Prepatory Time
10 Relations with Colleagues
11 Planning of Lessons and Schooldays
12 Effective Use of Different Teaching Methods
13 Awareness of School Policies and Rules
14 Determining Learning Level of Students
15 Knowledge of Subject Matter
16 Burden of Clerical Work
17 Relations with Principals/Administrators
18 Inadequate School Equipment
19 Dealing with Slow Learners
20 Dealing with Students of Different Cultures and Deprived Backgrounds
21 Effective Use of Textbooks and Curriculum Guides
22 Lack of Spare Time
23 Inadequate Guidance and Support
24 Large Class Size

_______________
Penulis : Asep Sapa’at
Trainer Pendidikan
Lembaga Pengembangan Insani
Dompet Dhuafa Republika
Http://www.lpi-dd.net

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda.
Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

PSIKOLOG NGETES, ORTU PROTES



"Meski banyak kritik mengenai berbagai tes sekolah saat menjaring calon siswa baru, masih banyak sekolah yang menggunakan tes-tes psikologis sebagai gagah-gagahan belaka."


Kini banyak sekolah ‘menjajakan’ diri dengan menjual nama psikolog ternama sebagai bagian dari sekolah. Rasanya sudah jadi jaminan mutu, jika sekolah memiliki tenaga psikolog. Meski tidak stand by di sekolah, kehadiran psikolog secara berkala untuk mengadakan observasi atau melakukan tes ini-itu seakan sudah menjadi legitimasi bahwa sekolah itu bermutu tinggi.

Benarkah? Ada benarnya. Selain memberi konseling, ilmu psikologi yang mempelajari cara kerja otak dan teori perkembangan akan membantu Guru mencermati persoalan tumbuh kembang anak, mulai dari kognisi hingga afeksi dengan segala dimensinya.

Persoalannya sering jadi runyam, jika sekolah kurang bisa menempatkan partner kerja ini ini dalam konteks kebijakan. Ada sebuah cerita yang cukup mengundang perhatian kita agar menjadi lebih arif.

Begini ceritanya. Sekolah Nirina (bukan nama sekolah sebenarnya), akan melakukan uji kompetensi bagi calon siswa SD (dari TK yang sama). Lembaga Psikologi dari sebuah Universitas ternama dijadikan rujukan untuk melakukan serangkaian tes yang jamak isebut sebagai Tes Kesiapan Sekolah (TKS).

Secara berkelompok, 5 anak dipanggil masuk ke ruangan lembaga itu dan team psikolog melakukan instruksi untuk menguji pembenaran kesiapan sekolah. Seminggu kemudian, pak Banu (sebut saja begitu) dipanggil oleh kepala sekolah untuk diberitahu, bahwa Misye, putrinya, tidak bisa melanjutkan ke jenjang SD karena kurang menunjukkan performa yang diharapkan.

Kemampuan verbal Misye dinyatakan kurang atau di bawah rata-rata. Jika mau tetap melanjutkan di situ, disarankan mengulang di kelas TK B. Pak Banu meradang. Selama di TK, Misye sering menerima penghargaan menari dan berkarya. Nah, kalau sekarang Misye divonis kurang memilki kemampuan verbal, mestinya kan ini jadi pijakan awal bagi sekolah yang memiliki jenjang PG hingga SMP ini. "Sungguh tak adil dan mengerikan,” kata pak Banu dengan sengit. “Inikah kemajuan pendidikan di negeri ini?” sanggahnya.

Versi Sekolah
Kepala sekolah memberi alasan, bahwa TKS diadakan untuk mencari siswa yang benar-benar dianggap matang dan siap naik jenjang, baik dari segi usia maupun kesiapan kognisi, mental dan psikomotor. Dari pengalaman selama ini, siswa yang tak siap akan menuai masalah di kemudian hari. Mulai dari keterlambatan berfikir, kesulitan sosialisasi, hingga kesulitan belajar.

Sekolah ingin meraih hasil maksimal untuk menghasilkan lulusan yang optimal, yang kompeten, yang siap ‘tanding’ dengan siswa dari sekolah lain pada jenjang selanjutnya. “Bukti menunjukkan, bahwa siswa yang siap secara multi dimensi menjelang SD, akan menunjukkan hasil yang menggembirakan dan memuaskan semua pihak. Kami memberi warning pada ortu, agar melihat ini sebagai sebuah upaya di awal yang mungkin tak enak, namun akan manis di belakang hari,” kilah Bu kepsek.

Pandangan Psikolog Lain
Yang selip mungkin di komunikasinya. Mestinya bukan pihak sekolah yang menyampaikan. Psikolog bersangkutan harus terlibat dalam penyampaian hasil, dengan melakukan konseling. Jika hasil yang didapat kurang baik, psikolog yang sudah berunding dengan pihak sekolah akan memberi solusi, agar lebih menenangkan. Dengan begini ortu akan merasa diberi jalan keluar manakala ada kendala. Seringkali hanya melalui sebuah surat, diberitahukan hasil observasi yang menentukan keputusan maha penting bagi kelanjutan pendidikan anak.

Banyak jasa psikologi yang menggunakan teori-teori semata. Di sisi lain, pihak sekolah juga menggunakan telaah mentah-mentah untuk menentukan masa depan anak yang baru ‘tengel-tengel’ memasuki jenjang formal. Alat ukur Weschsler paling banyak digunakan. Menurut Nisfie Salanto S.Psi, sesungguhnya skala ini hanya boleh digunakan secara individual. Sehari penuh anak diobservasi, didahului dengan games-games yang mendatangkan kenyamanan anak terlebih dulu.

Empat tahap bidang akan diteskan.
Intelegensi, akan mengukur IQ dan logika anak.
Skolastik, akan memberi gambaran ketercapaian baca –tulis- hitung dan motorik halus.
Komitmen, akan mengukur tingkat kerja sama dan sosialisasi. Sedangkan
Emosi, akan membidik tingkat penyesuaian anak. Aturannya, hanya anak yang usianya genap 6 tahun saat di tes yang akan menghasilkan performa maksimal. Yang belum sampai usianya, umumnya jeblok pada pengukuran komitman dan emosi. Di sini letak persoalannya. Ortu sering hanya bertumpu pada intelegensi dan calistung (baca, tulis, hitung).

Nisfie Salanto, Psikolog jebolan UI yang puluhan kali melakukan TKS mengkritisi sejumlah sekolah, yang menggunakan jasa psikolog sebatas ‘gagah-gagahan’ saja. Pernah terjadi, hasil observasi-nya menunjukkan anak tidak direkomendasikan masuk jenjang SD, berdasar tes Weschsler dan hasil tes Anamese, yang mencari tahu latar belakang anak dari interview dengan ortu.

Sekolah yang memberinya order ternyata melenggang sendiri. Tanpa sepengetahuannya, sekolah tetap menerima siswa yang tak direkomendasikannya, berkat ‘lobby-lobby ‘ pribadi dengan pemilik sekolah tersebut. ‘Wah…. ini tak etis,” katanya .

Psikolog yang menggelar TKS mesti punya attitude dan sensitivitas tinggi. Pada alat ukur tertulis yang berlaku universal, contoh pertanyaannya adalah : Mengapa kita perlu polisi? Mengapa surat harus ada prangkonya? Jika anak tak bisa jawab ini, akan menurunkan skoring. Anak dianggap ‘gagal’, meski akan dikejar di bidang lainnya.

Sampai di sini pasti banyak orang teriak : “Kalau pertanyaan ini disampaikan pada anak yang tahunya surat elektronik, jelas dia nggak tahu prangko!” Inilah yang harus dipahami oleh sekolah. Psikolog melakukan tes dengan standar yang berlaku secara universal, secara massal. Jika hampir semua anak tak bisa jawab pertanyaan ini, berarti terjadi kegagalan statistik. Bukan gagal kemampuan verbal. Ini yang sering terjadi salah kaprah.

Anda masih penasaran ya dengan tes model begini. Coba saja cari tahu lebih lanjut pada psikolog di kota Anda. Yang penting Anda ingat, anak didik atau calon siswa kita yang masih belia itu memang kini makin banyak pengaruh informasi yang berakibat distraksi dan stress tinggi. Jadi hati-hati dengan hasil TKS. Kalau dokter selesai mendiagnosa, keluar resep dokter, ada ukuran dan dosisnya. Lha kalau hasil diagnosa psikolog?

Lalu bagaimana nasib Misye tadi? Coba Anda bincangkan kasus ini dengan kolega Anda di sekolah. Apa komentar dan pendapat mereka? Bisa Anda sampaikan melalui surat ke redaksi atau email. Kalau perlu kita bikin ‘temu darat’ dengan para psikolog dan pengelola sekolah serta ahli multiple intelligence yang akan menjernihkan masalah ini. Yah….. jangan asal nge-tes, namun menuai protes.TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda.
Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Mei 06, 2009

Info : PSPA Buat Action Reasearch "Sekolah Ramah Anak"

Info PSPA Menyelenggarakan Action Research
"Konferensi Pembelajar Sejati"
topik : Sekolah Ramah Anak

Menindaklanjuti agenda penelitian mengenai SRA (Sekolah Ramah Anak), PSPPA akan menyelenggarakan sebuah Action Research dalam bentuk sebuah konferensi, yang akan dihadiri oleh guru, kepala sekolah dan anak-anak tingkat Sekolah Dasar (SD) di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek).
Acara ini akan diselenggarakan pada:
Sabtu, 30 Mei 2009, bertempat di Sekolah Cikal, Jl. TB Simatupang, Jakarta Selatan

Semua Sekolah Dasar di wilayah tersebut, baik negeri maupun swasta, diundang untuk dapat mengikuti acara ini, dan tidak dikenai biaya apapun.

Bagi Sekolah yang berminat untuk mengikuti acara ini, dapat menyerahkan alasan dan motivasi mengikuti kegiatan ini sebanyak kurang lebih 200 kata (1 halaman A4) dari 3 pihak, yaitu :
- Kepala sekolah,
- Guru,
- dan Anak yang akan menjadi peserta (bisa kelas 4, 5 atau 6 SD)

dan ketiga essay tersebut dapat dikirimkan ke:
- email : konferensipembelajarsejati@psppa.org
- alamat : Jl. Ir H Juanda no 166, Pisangan, Ciputat.

info lebih lanjut dapat menghubungi kami, di:
telp. 021 - 33231270
email. konferensipembelajarsejati@psppa.org


Vidia Kusumasari
Researcher
PSPPA
(Pusat Studi Psikologi & Pendidikan Anak Indonesia)

www.psppa.org

Info Kegiatan LEAP CAMP untuk mengisi Liburan Anak

Juara di Kehidupan.
Cara anak dalam mengisi liburan untuk mendapatkan ketrampilan dalam belajar dan bersosial

Ikuti LEAP Camp!
LEAP Camp merupakan program informal dimana anak-anak akan diajarkan cara belajar dan bersosialisasi dalam suasana yang menyenangkan. Dimana LEAP Camp lebih memberi penekanan pada peng em bangan ketrampilan akad em is, namun tetap menjaga keseimbangan dengan ketrampilan sosial

Program ini menggunakan pendekatan Quantum Learning yang dalam kurun waktu 25 tahun terakhir lebih terbukti mengakselerasi proses belajar siswa:-84% meningkatkan self este em-73% meningkatkan prestasi -81% meningkatkan kepercayaan diri-68% meningkatkan motivasi-98% meningkatkan ketrampilan yang berkelanjutan

MENGAPA HARUS MENGIKUTI LEAP CAMP?
1. LEAP Camp merupakan sebuah pilihan investasi jangka panjang untuk anak
2. LEAP Camp sangat berguna untuk kehidupan akademik maupun sosialnya
3. LEAP Camp juga dapat menjadi ajang pertemuan dengan teman-teman baru untuk mem bina relasi sosial yang lebih luas
4. Sesudah mengikuti LEAP Camp, maka diharapkan anak akan mampu membuat sebuah lompatan besar dalam kehidupan akademik maupun sosialnya

MATERI APA YANG DIAJARKAN?
1. Mengenali gaya belajar
2. Menemukan kecerdasan yang menonjol pada masing-masing individu
3. Strategi m em buat tulisan (untuk tugas mengarang atau laporan proyek)
4. Mem buat ringkasan pelajaran yang efektif
5. Teknik mengingat pelajaran yang bersahabat dengan cara kerja otak
6. Cara memotivasi diri, pemecahan masalah kreatif dll
7. Meningkatkan kerja sama tim (outdoor activities)

SIAPA YANG DAPAT IKUT?-
Anak SD (Kelas 4-6) di SLDC, Sentul- Anak SMP-SMA di GDW, Sentul

Bila ada pertanyaan lebih lanjut, mohon hubungi:
PT. Dyviacom Intrabumi Tbk
PELANGI Wisma Kyoei Prince Lantai 17 Jl. Jend. Sudirman Kav. 3-4 Jakarta PusatTelp (021) 5724162; 5724384 M. 0815-1990-2447Contact Person: Pia Soegijarto
email: pia@pelangi-tc.com
www.pelangi-tc.com

Salam,
Pia Soegijarto

"Simak Education Corner, setiap hari Rabu pagi pukul 07.15WIB hanya di Radio Delta, 99.1FM"
Tulisan menarik dari Bobby Hartanto tentang pendidikan dan parenting dapat dilihat di www.ngemongbareng.blogspot.com
Untuk rem aja dapat ngobrol bareng Laura Lintong di www.ngobral.wordpress.com

Info FREE SEMINAR "LEADING CHANGE" dan OPEN HOUSE n.e.t.t academy




Free Seminar "Leading Change" & Open House 16 May 2009 ~ Nett
Academy
Pembicara Karen Peters Phd, pada Sabtu 16 Mei mendatang, 09.00 - 12.30
Jangan ketinggalan ya. Daftarkan diri Anda sebelum 14 Mei 2009, tempat terbatas. Contact person Lina 0811 137 323

INFO BEASISWA LMPI JAKARTA

Beasiswa Program Pengembangan Kapasitas Pendidik.

Dari: LMPI School of Education, lmpi_school@yahoo.com

Kepada Bapak/ Ibu yang terhormat,

Berikut kami informasikan BEASISWA Program Pengembangan Kapasitas Pendidik yang dilaksanakan oleh LPK LMPI School of Applied Education pada bulan Mei- Agustus 2009 Mohon informasi ini disebarluaskan kepada rekan-rekan yang diindetifikasi cocok untuk mengikuti program tersebut. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Lusi Pudjiati, S.Pd = Sekretariat dan BAK LPK LMPI School of Applied Education

INFORMASI BEASISWA UNTUK TERM VI
Pengelolaan Program Pendidikan
( Mei – Agustus 2009 )
LPK LMPI School of Applied Education adalah penyelenggara pendidikan non-formal sejak tahun 2003 dengan misi dan prinsip memberikan solusi sekaligus membangun model pendidikan masa depan Indonesia. Lulusan LPK LMPI School of Applied Education memiliki kemampuan mengajar sekaligus kapasitas pengetahuan dan keahlian pengelolaan lembaga maupun program Pendidikan Anak Usia Dini dan Sekolah Dasar.

Secara khusus sejak tahun 2007, LMPI School of Applied Education menetapkan “Kemampuan mengantisipasi sekaligus menjalankan program pendidikan transformatif” sebagai indikator pencapaian yang diproyeksikan untuk dimiliki peserta studi .

Sehubungan dengan telah dimulainya masa pendaftaran bagi pestudi baru, LPK LMPI School of Applied Education memberikan kesempatan kepada 2 (dua ) orang untuk mendapatkan beasiswa Program Pengembangan Kapasitas Pendidik . Program Pengembangan Kapasitas Pendidik adalah program intensif 4 bulanan selama 1 term ( kumulatif 144 jam ) setara dengan tingkat terampil.

Tujuan beasiswa ini adalah sebagai bentuk dukungan untuk mengembangkan potensi para pendidik/ calon pendidik/pengelola program pendidikan/peminat pendidikan yang membutuhkan pendalaman wacana, skill dan atau memiliki keterbatasan finansial .

Bentuk beasiswa :

1. Half Scholarship ( 1 Orang )
Bagi penerima beasiswa Half Scholarship dibebaskan 50% biaya dari seluruh pestudian (50 % x Rp 1.005.000,- = Rp 502.500,- ) dan berhak mendapat sertifikat program Pengembangan Kapasitas Pendidik jika memenuhi semua kriteria kelulusan program

2. Voluenter Scholarship ( 1 Orang )
Bagi penerima beasiswa voluenter scholarship diwajibkan untuk berelawan selama 2 (dua) hari di LMPI School of Applied Education di luar waktu perstudian selama masa perstudian berlangsung (Selain hari Jumat dan Sabtu), dibebaskan dari seluruh biaya pestudian ( Rp. 1.005.000,-) dan berhak mendapat sertifikat program Pengembangan Kapasitas Pendidik jika memenuhi semua kriteria kelulusan program

Syarat Penerima Beasiswa
1. Minimal Tamatan Jenjang Sekolah Menengah Atas dan sederajat
2. Perwakilan dari lembaga ataupun perorangan yang memiliki dampingan program pendidikan PAUD/TKBM/PKBM/Rumah Singgah/ Pendamping Belajar Anak Jalanan ( utamanya untuk komunitas marjinal ) di daerah JABODETABEK
3. Mengisi Lembar Aplikasi Beasiswa ( terlampir dan bisa didapat di www.lmpi-iemi.org)
4. Melampirkan gambaran tentang program yang sedang dan atau akan digulirkan (max 3 lbr)
5. Melampirkan surat keterangan/ profil lembaga dan surat rekomendasi dari lembaga.
Batas waktu untuk melengkapi persyaratan adalah Selasa, 18 Mei 2009
Kelas Perdana akan dilaksanakan pada Jumat, 22 Mei 2009
Perstudian dilaksanakan setiap hari Jumat dan Sabtu, Pk. 09.00 – 16.00 WIB

Kelengkapan persyaratan beasiswa dapat dikirim melalui Pos, Fax dan Email ke
LPK LMPI School of Applied Education
Jl. Utan Kayu Raya no. 20A, Jakarta Timur 13120
Fax. 021 8583536, email : lmpi_school@yahoo.com

Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi di nomor 021. 8583536 / 021 93202438,
Website : www.lmpi-iemi.org

Terimakasih atas perhatiannya.

Ike. Arriany
Koordinator Program
LMPI School of Applied Education

=======================================================================
Pengembangan Pendidikan Kontekstual
( Mei - Agustus 2009 )
LPK LMPI SCHOOL of APPLIED EDUCATION

1. DINAMIKA PERKEMBANGAN PENDIDIKAN GLOBAL
Memberikan pemahaman dasar tentang perkembangan pendidikan global yang telah, sedang dan akan mempengaruhi konstelasi perkembangan pendidikan di Indonesia: baik dalam hal sunstansi kurikulum, metode pembelajaran, serta manajemen penyelenggaraan pendidikan.

2. PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS PENDIDIK
Memberikan pemahaman tentang peta konsep profesionalitas pendidik ( khusunya guru dan kepala sekolah) di Indonesia dan 4 negara lainnya; Pengenalan skema pengembangan sekaligus sistem pengujian kompetesi guru di Indonesia; Pengenalan model alternatif pengembangan kompetensi pendidik berdasarkan pendekatan new microteaching dan leadership

3. MANAJEMEN KONSELING ANAK dan PENDIDIKAN
Memberikan pemahaman tentang prinsip dasar konseling untuk anak dalam konteks pendidikan baik berdasar jenis dan jenjang pendidikan ( TK,SD, PAUD Non Formal), maupun berdasarkan kasus kejadian dan kondisi subyek belajar (phobia, bullying, anak cerdan berbakat, anak berkebutuhan khusus). Praktek perancangan program konseling bersahabat anak.

4. LINGKING HOME, SCHOOL AND COMMUNITY
Memberikan pemahaman dasar tentang kedudukan sekolah dalam perspektif historis pendidikan, perspektif negara dan pemerintah serta sekolah sebagai komunitas pendidikan: Pengenalan konsep Lingking Home, School, and Community (Sebagai sebuah pembelajaran yang mengoptimalkan interaksi edukatif antara sekolah, rumah dan komunitas) pada tingkat kebijakan pendidikan kurikulum, dan sekolah model. Eksplorasi konsep Lingking Home, School, and Community ke dalam sistem KTSP untuk persekolahaan di Indonesia.

5. PENGELOLAAN ADMINISTRASI KELEMBAGAAN PENDIDIKAN FORMAL DAN NON-FORMAL
Pengenalan sekaligus eksplorasi multiaspek penggunaan berbagai bentuk tehnologi pendidikan ( yang selama ini masih kurang optimal aplikasi pemanfaatannya ) dalam proses pembelajaran menyenangkan; Pengenalan sekaligus eksplorasi potensi tehnologi informatika sebagai sarana mendapatkan multiaspek sumber belajar; Perancangan sekaligus praktek penerapan teknologi pendidikan dan teknologi informatika sebagai model pembelajaran menyenangkan yang berintegrasi dengan manajemen kelas.

(Catatan : Pestudi term VI akan terlibat secara aktif dalam peyelenggaraan acara 123 Inspiring Days and Global Youth Service Day 2009 ( April – Agustus 2009 ), event berskala internasional dan nasional yang di koordinir oleh LPII Foundation dan LPK LMPI School of Applied Education sebagai Local Organiser pada even tersebut)

Kelas perdana untuk term VI akan dilaksanakan pada Jumat, 22 mei 2009. Kelas perstudian diselenggarakan hari Jumat dan Sabtu pukul 08.30 -16.30 WIB dan setiap mata ajar terdiri dari 16 sesi yang dilaksanakan dengan metode satu sampai dua kali pertemuan/sesi tiap minggunya.


* Info promotif ini disampaikan oleh LMPI School of Education, sekolahnya para guru dan kepala sekolah.

Mei 05, 2009

FORM BERLANGGAN Teachers Guide

Tertarik berlangganan? Lebih baik berlangganan ketimbang kehabisan di Gramedia/Gunung Agung/MP Point/Leksika

Jika rekan-rekan Guru berkenan berlangganan, mohon dapat diprint file gambar form berlangganan ini, diisi dan faks bersama bukti transfer ke (021) 871 4846.
Segera setelah Anda mentransfer, kami kirimkan majalah Teachers Guide terbaru edisi No.8.

Majalah ini terbit dwibulanan. Harga pereksemplar Rp. 20.000,- atau Rp. 120.000 untuk 6 edisi ke depan. Pembayaran transfer via BCA no rekening 8690 560 861 a/n Arfi Destianti.

Untuk alamat kirim Jabodetabek, bebas biaya kirim (dengan jasa kurir Tiki JNE). Sedangkan daerah luar Jabodetabek, dikenakan tambahan biaya kirim.

Oya, masih tersedia (terbatas) majalah edisi sebelumnya, no. 5, 6, dan 7 (harganya juga Rp. 20.000,-). Siapa tertarik? Semoga bermanfaat. Salam Pendidikan! TG

Mei 04, 2009

Melayani dari Hati

Cobalah Anda masuk ke restoran cepat saji A&W. Baru membuka pintu, Anda sudah disambut dengan teriakan: “Selamat siang (tergantung waktu), Selamat Datang di AW. Bagaimana kabar Anda hari ini? Mau coba menu baru?’ Mau dijawab atau enggak, si mbak yang gesit itu terus saja melayani.

Di konter, kasir kehabisan uang receh saat mengembalikan uang, dengan sopan dia akan bilang: “Maaf, ada dua ratusnya?”. Setelah pesanan diantar ke meja, mbak yang lain akan mengatakan: “Silakan pesanannya, Bu. Maaf telah menunggu cukup lama.” (Padahal tak sampai 3 menit pesanan juga sudah di depan meja.)

Di supermarket lain, selesai Anda belanja, kasir akan mengatakan: “Terima kasih, selamat belanja kembali,” sambil menangkupkan kedua tangannya membentuk sembah. Itulah bentuk layanan komunikasi yang kini makin beragam dan kompetitif.

Konsumen yang datang dari kelas tertentu akan menghargai ini sebagai bentuk penghargaan. Mereka ada yang merasa ‘nggak ngaruh’. “Kalau makanannya enak, mau keringatan dan si penjual cemberut pun kita tetap kejar, ha ha ha….”

Di Sekolah Anda?
Sekolah sarat dengan nila-nilai (mestinya). Sudah selayaknya nada-nada sapa indah itu terdengar lebih natural. Bukan dipaksakan. Jika si mbak di restauran itu terkesan seperti kaset yang diputar berulang (karena disampaikan tanpa ekspresi ), maka di sekolah mestinya semua orang akan merasa nyaman, seperti saat menikmati pameran seni di sebuah galeri.

Ada pengalaman seorang teman, yang bertandang ke sebuah sekolah nasional plus. Teman ini berbusana ‘rada seadanya’, dengan kerudung yang mungkin terkesan ‘kurang mewah’. Jangankan mendapat layanan yang asyik. Kesan ‘curiga’ tampak menyelidik. Mungkin terpikir, bahwa teman ini ‘petugas’ sekolah lain yang menyamar jadi calon ortu untuk mendapat penjelasan langsung dan bisa melihat isi sekolah (maklum, kadang acara open house sekolah keren itu ‘hanya’ berlaku bagi calon ortu yang tampak wah.

Bukan Basa Basi
Tidak mudah memberi layanan yang sifatnya non sistem ini. Dalam SOP (standart of procedure) mungkin tertera keharusan bersikap ramah pada tamu. Namun jika tak diimbangi dengan pembentukan karakter yang tulus ingin membantu, kalimat ramah itu hanya akan menjadi basa basi yang lama-lama basi.

Apalagi jika keramahan itu tak dapat dinikmati siswa di kelas. Wah….. jelas ini bukan sebuah corporate culture yang sengaja dibangun dengan upaya yang sungguh-sungguh, agar budaya ramah dan tulus serta care (perhatian, peduli), bukan saja menjadi pemanis di awal pertemuan.

Pakar pembentukan budaya perusahaan mengingatkan, sekolah mestinya lebih dari korporasi dalam memberikan layanan dan komunikasi. Publikasi dan publisitas bisa digarap dengan ilmu komunikasi yang makin bisa didalami dengan pendekatan manajemen terapan. Namun ketulusan, keikhlasan, dan bicara ‘dengan hati’ adalah sebuah upaya yang tidak ada manual-nya.
Penulis jadi ingat pengalaman ketika berkunjung ke sebuah sekolah internasional. Mereka tak membiarkan kita bengong sedikit pun. Baru sebentar kita melangkah, senyum dan sapa yang menolong terdengar di mana-mana.

Kami juga menemukan sebuah sekolah, yang semua Guru dan staf- nya tahu persis nama dan keunikan tiap siswa. Orang tua merasa sekolah ini bagai ‘tukang jahit’ yang tahu persis ukuran masing-masing pelanggannya. Ada yang suka ditanya soal koleksi tanamannya, ada yang meriah jika sudah bicara soal hamster piaraan, ada yang merasa tersanjung jika dipuji padanan bajunya, kemajuan anaknya, dan sebagainya.

Nah, jangan kalah dengan restoran dan supermarket. Sekolah Anda harus lebih meriah dengan tegur sapa yang terukur, patut, pas, tak berlebihan namun terkesan datangnya dari hati (by heart). Dari hati! PerHATIan memang harus muncul dari hati. Bukan di bibir saja. TG

*) Arfi D. Moenandaris, pemimpin redaksi majalah Teachers Guide.
Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040385.

Wawancara Orangtua Calon Siswa


Bukan Sekadar Tanya-tanya

Sudah menjadi kebiasaan di setiap masa penerimaan siswa baru (PSB), sekolah sibuk melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan eksistensi sekolah secara keseluruhan.

Setelah sejumlah siswa terjaring, maka proses yang paling menentukan adalah pada wawancara calon orang tua murid. Banyak sekolah yang melaksanakan wawancara sekedar formalitas belaka. Sesungguhnyalah pertemuan awal ini bisa menjadi penentu utama, apakah sekolah bisa memenuhi harapan orang tua, dan menjajagi gaya orang tua seperti apa yang akan menjadi partner sekolah.

Kisaran pertanyaan yang disampaikan pada orang tua bisa mengacu pada hal-hal berikut:
1. Menggali alasan ortu dan motivasi pemilihan sekolah bagi putra/i nya
2. Menggali pola asuh secara umum di rumah
3. Mencermati pandangan ortu pada anak saat ini
4. Seperti apa pandangan ortu terhadap sekolah saat ini
5. Menggali pendangan ortu pada perubahan paradigma pendidikan
6. Sejauh mana keterlibatan ortu pada pendidikan anak di sekolah
7. Harapan dan target ke depan

Kisaran pertanyaan itu harus disampaikan secara mengalir. Orang tua akan sangat senang bertutur tentang performa anaknya saat ini. Kadang menjadi seperti forum konsultasi. Karena itu sang pewawancara harus memiliki wawasan dan kedalaman pendidikan yang cukup, agar suasana wawancara berjalan dengan rileks dan memperdalam trust (kepercayaan).

Haruskah Seorang Psikolog?

Banyak sekolah mempercayakan proses wawancara ini pada seorang psikolog. Jika memang sekolah itu memilki tenaga psikolog yang sehari-hari tahu persis bagaimana sekolah dioperasikan, maka bisa saling memperkuat pencermatan.

Namun jika psikolog yang di’sewa’ semata untuk melakukan wawancara, beberapa kelemahan bisa muncul kemudian. Ini terjadi, karena saat wawancara, tentu saja bukan hanya pihak sekolah yang mengajukan pertanyaan. Namun sebaliknya, orang tua juga akan mengajukan berbagai problema, dengan harapan mendapat jawaban yang melegakan hati.

“Saya selalu turun langsung bertemu calon orang tua di saat wawancara awal. Satu per satu secara terjadwal. Biasanya di setiap hari Sabtu, agar orang tua dapat hadir lengkap, ayah dan ibu,” kata Bu Chika, seorang manajer sekolah. “Dulu kami memakai jasa psikolog. Namun karena psikolog tersebut tidak stand by di sekolah setiap harinya, maka banyak hal yang justru kurang pas. Sebagai pewawancara, kita tidak melulu bertanya, tapi juga melakukan “mendengar perasaan”. Papar bu Icha dengan lembut.

Jadikan Data Awal

Hasil wawancara ini kemudian harus dijabarkan secara tertulis, agar dapat menjadi data awal yang melengkapi hasil asesment calon siswa. Kalau mau dilakukan pembobotan, justru hasil wawancara calon ortu ini lebih besar pengaruhnya guna menentukan apakah calon siswa dapat diterima atau tidak.

Saat wawancara, mestinya tergambar apa saja yang menjadi keinginan orang tua. Ada sekolah yang senang mengumbar janji-janji surga. Saat calon ortu menanyakan ini-itu (biasanya berkisar pada fasilitas sekolah), pihak sekolah meng’iya’kan segala hal untuk memperkuat keyakinan calon ortu. Maklum, biasanya di saat wawancara, calon ortu belum membayar apapun kecuali uang formulir.


Keadaan selanjutnya bisa menjadi rumit, manakala hasil wawancara ini tidak diperoleh data yang bisa menjadi ‘starting point’. Sungguh bukan pekerjaan formalitas, karena penyesuaian langkah dan saling memahami pola asuh dan model pembelajaran di sekolah adalah dasar keberhasilan siswa.

Data ini selanjutnya disosialisasikan pada Guru kelas calon siswa. Informasi ini menjadi bekal pemahaman bagi Guru, seperti apa gaya belajar, karakter, ekspresi dan penanganan siswa saat di rumah selama ini. Kalau sudah sampai mendalam pemahaman itu, sekolah Anda layak menjadi pilihan bagi orang tua yang kini makin kritis memilih sekolah bagi buah hatinya.

Nah, jadikan ajang wawancara dengan calon orang tua bukan sekedar tanya-tanya. Jika dilakukan secara benar, proporsional, serta dapat menggali pola asuh, akan menghasilkan kesepahaman luar biasa. Jadi jangan hanya bertanya-tanya, terima perasaannya juga, lantas jadikan data untuk diolah, dipilah menjadi input dan feedback! TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Etika Marketing Sekolah

Seiring perkembangan jaman, kini ilmu marketing perlu diperhatikan
dalam kegiatan promosi sekolah. Persaingan yang ketat, menyebabkan etika sering terlanggar.

Seorang berwajah Indonesia bagian timur mendatangi sebuah sekolah yang memilki jenjang PG hingga SD. Kepada bagian admin, tamu itu mengaku dari sebuah sekolah ternama tak jauh dari situ. Tujuannya hendak menyebarkan brosur pendaftaran siswa baru jenjang Sekolah Dasar!

Segepok brosur diterima. Namun pria itu setengah ngotot ingin membagikan langsung pada siswa yang baru keluar gerbang sekolah. Bu Uun, manager sekolah, dengan sopan menyampaikan keberatan. Cemberut sang tamu makin membuat Bu Uun heran. Aneh. Sebagai sekolah yang cukup ternama dan berafiliasi dengan salah satu kota dunia, mestinya sekolah tersebut cukup tahu tata cara dan etika berpromosi.

Setelah pria itu pergi, Bu Uun memindahkan tumpukan brosur itu ke keranjang sampah. “Tidak sopan,” katanya pendek pada Wiwin, bagian admin yang sudah beberapa kali menerima permintaan penyebaran brosur. “Simpan satu saja buat referensi ,” lanjut Bu Uun.

Jeruk Makan Jeruk


Tak ada kata larangan dan aturan tertulis. Namun menyebarkan brosur ke sekolah sesama jenjang, ibarat ‘jeruk makan jeruk’. Dalam teori marketing, cara berpromosi sangat banyak ragamnya. Publisitas dan publikasi seharusnya dipahami secara baik oleh pengelola sekolah. Keduanya memilki dampak yang sama-sama dahsyat jika dilakukan secara benar, kontinyu, dan sesuai dengan segmentasi.

Sepuluh tahun lalu , ilmu marketing mungkin belum terlalu menarik diterapkan di dunia sekolah. Jumlah sekolah masih belum sebanyak kini. Seiring perkembangan jaman, sekolah adalah sebuah industri, yang dikelola dengan menggunakan manajemen strategik. Iklan di media cetak (above the line) sudah banyak diimbangi dengan event (below the line) yang dapat menyentuh konsumen secara pribadi.

Dunia maya kini makin dirambah. Website kini digunakan calon orang tua untuk mencari tahu eksistensi sekolah sebelum datang langsung. Open house juga masih menjadi daya tarik.

Spanduk bertengger di banyak perempatan jalan-jalan utama dan di berbagai pusat keramaian. Bersiang dengan spanduk dan banner serta baliho partai dan foto calon legislatif, spanduk sekolah sering tak terbaca, apalagi yang bertulisan penuh pesan dan fasilitas.

Persaingan yang makin ketat, menyebabkan masalah etika sering terlanggar. Apapun alasannya, sekolah adalah sebuah cermin. Sebuah model. Sebuah masyarakat mini.

Karena itu, mestinya etika berpromosi dilakukan secara patut. Sebarkan brosur sekolah secara tepat. Hindari penyebaran yang hanya akan menjadikan brosur sebagai ‘junk mail’. Masuk kotak sampah. Duh! TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Mei 03, 2009

Munif Chatib: Sekolahnya Manusia


Sekolahnya Manusia. Bukan Sekolah Bebek, juga bukan Sekolah Robot.

Teachers Guide/2 Mei 2009. Luar biasa! Sebuah buku “Sekolahnya Manusia” yang diterbitkan oleh Mizan, karya Munif Chatib, diluncurkan pada 1 Mei kemarin di Mizan MP Point, Jakarta. Sebuah persembahan yang manis menjelang Hari Pendidikan Nasional 2 Mei hari ini.

Haidar Bagir (Mizan, dan pemikir pendidikan), Kak Seto Mulyadi, dan Sukiman (Depdiknas) dengan antusias menyambut kehadiran buku ini yang akan sangat bermakna bagi arah pengembangan pendidikan nasional yang saat ini sepertinya kehilangan arah. Meski udara dingin dan banyak tempat duduk di tenda teras samping terkena tampias hujan, toh hadirin terus bertahan mendengarkan uraian Munif Chatib dan Kak Seto yang menarik dan mencerahkan.

Di tangan Munif Chatib, pemahaman multilple intelligence yang diperkenalkan oleh Howard Gardner, berhasil ditransformasikan menjadi proses pembelajaran yang manusiawi dan aplikasi. Jika selama ini banyak sekolah yang seolah meraba-raba bagaimana mendidik anak dengan tepat sesuai dengan potensi dirinya, buku ‘Sekolahnya Manusia’ ini adalah jawaban. Disusun dari rangkaian pengalaman implementasi kecerdasan majemuk ini di puluhan sekolah di Indonesia, merupakan intisari dari proses-proses pembelajaran yang ingin kita cari selama ini.

Munif Chatib, memulai pengembangan penerapan kecerdasan majemuk di sekolah Yayasan Malik Ibrahim Gresik, kini bernama YIMI Gresik, Jawa Timur. Ia juga mengembangkan lebih jauh suatu metode test, yang disebutnya Multiple Intelligences Research (MIR). “Sekolah unggulan itu adalah yang menerima anak yang bodoh dan nakal, lalu dengan prosesnya yang unggul mengubah mereka menjadi anak yang baik, pintar, dan berkepribadian,” begitu pendapat Munif Chatib. Jadi, sekolah unggul itu adalah sekolah yang unggul dalam proses-prosesnya.

Saat ini jutaan siswa kita bersekolah di sekolah-sekolah dengan guru dan metoda pembelajaran yang justru membuat mereka tertekan, depresi, menjadi nakal dan bodoh, mati kreatifitas. Tak peduli pada potensi anak. Tak peduli pada kemanusiaan mereka yang hakiki, sebagai anak manusia yang ingin tumbuh besar dewasa dan menjadi mandiri dan dapat menyumbang bagi kehidupan. “Dan UN merupakan salah satu masalah terbesar dalam pendidikan nasional kita,” keluh Haidar Bagir.

Kemerdekaan pendidikan telah dirampas dan tereduksi oleh sistem pendidikan nasional yang kurang manusiawi. Akhirnya terciptalah generasi bebek, generasi robot. “Pendidikan mengajarkan kekerasan, maka kita melihat kekerasan ada di mana-mana,” ungkap Kak Seto.

Buku ini wajib dibaca oleh kalangan pendidik, birokrasi pendidikan, para orangtua, juga menteri pendidikan mendatang. Semoga kita semua dapat mengambil manfaat dari buah pemikiran Munif Chatib bagi perbaikan pendididikan di sekolah putra-putri kita di waktu mendatang. Selamat Pak Munif Chatib!