Mei 03, 2010

Membangun Karakter dari Sepiring Nasi

“Guru kreatif terkadang mengajar dalam bingkai eksplorasi dan ketidakjelasan. Ia lebih mencari esensialitas daripada rutinitas atas apa yang dipelajari bersama siswa. Ia akan tersenyum manakala siswa bertanya, ”Pak saya menemukan hal berbeda, tidak seperti yang bapak katakan atau teman saya temukan, mengapa?”

Awalnya ada sedikit keraguan untuk menuliskan pengalaman ini, karena banyak teman yang ‘agak sedikit’ mengerutkan dahi dengan ‘metode yang agak sedikit nyleneh’ yang saya pakai ini. Tapi biarlah itu berlalu, mungkin mereka belum tahu metode ‘sepiring nasi’ yang pernah saya gunakan.

Ide awal menggunakan metode ini, didasari suatu kebingungan mengunakan metode yang tepat untuk menjelaskan materi PKn tentang ‘Manusia sebagai mahluk sosial’. Saya tertantang menterjemahkan hal-hal yang rumit-abstrak menjadi nyata-sederhana, agar siswa mudah paham.

Berbicara tentang sepiring nasi, kita kerap mengkaitkannya dengan masalah makan, perut lapar, nikmat dan sebagainya. Tetapi tahukah kita bahwa sepiring nasi menyimpan banyak rahasia yang bisa digunakan dalam pembelajaran? Lalu apa kaitan antara sepiring nasi dengan pembelajaran? Secara sepintas mungkin tidak ada, kecuali kita mau sedikit kreatif.

Sepiring nasi yang biasa kita makan, sebenarnya memiliki makna yang sangat dalam bagi tumbuhnya kepekaan, kepedulian dan penghargaan atas hasil jerih payah orang lain. Mungkin selama ini, saat akan makan, kita hanya memandanginya tanpa menganalisis lebih dalam. Bahkan kita tidak punya waktu sama sekali memperhatikan sepiring nasi itu kala perut lapar.

Cobalah amati sejenak, “Apa saja” yang ada dalam sepiring nasi itu? Nasi, ikan asin, ikan goreng, ayam goreng , tahu, lalap, sambal, tempe, ketimun, garam, vetsin, piring, sendok atau mungkin ada hal lainnya? Coba uraikan kembali, ‘siapa saja’ yang berperan dalam menyediakan barang-barang tersebut.

Sebagai contoh, petani merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam menyediakan beras, Ibu yang memasak nasi dan menggoreng lauk pauk. Tahu dibuat oleh pengrajin tahu, garam disediakan oleh petani garam. Masih banyak pihak lain yang terlibat, bukan? Pernahkan kita berpikir sejauh itu? Ya, kita selama ini hanya siap menerima semua itu tersaji … nasi rames!

Sekarang, apa kaitannya antara sepiring nasi dan pembelajaran? Saatnya menjelaskan tentang keberadaan manusia sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki keterbatasan dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Ajaklah siswa membayangkan, ketika mau ‘makan’ harus mempersiapkan segala sesuatunya seorang diri mulai dari menanam padi selama 6 bulan, mengeringkan air laut untuk membuat garam, menanam kedelai untuk membuat tahu dan tempe, menangkap ikan di laut untuk ikan asin. Keadaan ‘imaginer’ seperti ini haruslah diterapkan, agar siswa peka terhadap hasil kerja dan jerih payah orang lain.

Untuk membangun rasa kepekaan dan kepedulian, ajak siswa membuat pengandaian seperti ini “Seandainya tidak ada petani, kita tidak bisa makan nasi”, “seandainya tidak ada petani garam, tentunya makanan kita tidak ada rasanya”. Dari berandai-andai ini, minta siswa menyimpulkan sendiri ‘pentingnya ada orang lain di sekitar kita’, sehingga kebutuhan-kebutuhan kita bisa terpenuhi.

Sepiring nasi! Kau memberi inspirasi ....

Masih bingung dalam mencari metode untuk mengajarkan suatu materi? Ijinkan saya mengutip sebuah anekdot: “Suatu saat dua orang yang berasal dari sekolah yang sama bertemu. Walaupun berbeda angkatan tetapi mereka cepat akrab dan pada saat mereka membicarakan salah seorang gurunya, mereka kemudian tertawa bersama-sama karena setelah obrolan yang panjang terungkap bahwa sang guru tersebut masih melakukan praktek pengajaran yang persis sama, bahkan ketika waktu kelulusan mereka terpaut lebih dari 7 tahun.”

Terbukti, sang Guru tak berubah dan enggan mensejajarkan diri dengan kemajuan jaman. Sudah bukan jamannya lagi kita mengajar berdasarkan diktat dan uraian dosen saat kuliah dulu. Jaman berubah cepat, informasi terus bertambah. Ilmu pun cepat usang dan ketinggalan. TG

Iwan Gunawan
Guru SD Salman al Farisi, Bandung
http://keyanaku.blogspot.com

Tulisan ini diterbitkan pada edisi No. 10 / Vol.04 / Thn 2010. Dapatkan majalah pendidikan Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Berlangganan SMS ke (Flexi) 021 684 58569. Terima kasih.

Tidak ada komentar: