April 30, 2010

GURU KREATIF di SEKOLAH PINGGIRAN



Teachers Forum


Membahas sekolah bukan sebatas gedung semata, juga lingkungan sekitar sekolah apakah suka akan kehidupan di dunia pendidikan.

Di daerah pinggiran, mayoritas orang tua siswa kurang berpendidikan, cenderung menekuni pekerjaan pendahulunya, yaitu bertani, nelayan atau buruh. Lebih utama bekerja tinimbang sekolah. Menghasilkan uang lebih bermakna dibanding dengan menghabiskan uang untuk sekolah, begitu pandangan kebanyakan orang.

Siswa miskin, dalam kondisi keluarga berpendapatan kurang, mengalami dilema. Pendapatan keluarga habis untuk makan minum. Biaya sekolah? Sulit dipenuhi ... Akhirnya anak miskin hanya mengandalkan diri dengan membantu orang tua bekerja. Sebuah ironi di negeri yang kaya sumber daya alam namun minim kepedulian.

Anak miskin, saat bersekolah akan memiliki dua pandangan: mencari ilmu untuk bekerja; dan mencari ilmu untuk pintar. Namun, kebanyakan mereka tumbuh dengan karakter yang tak mendukung bagi cita-cita tinggi.

Memulai sekolah, siswa dalam kondisi prihatin ini, umumnya perlu waktu adaptasi cukup lama. Untuk jenjang SMP dan SMA, siswa dari latar keluarga kurang mampu menampilkan karakter yang cenderung agresif; emosional; frustasi; indisipliner; dan kurang bersemangat. Penyebabnya, yaitu itu tadi, faktor lingkungan keluarga dan masyarakat dengan pendapatan rendah.

Emosi, mengutip Davidoff (1991), merupakan aktualisasi dari saraf simpatis dan perasaan tidak suka yang disebabkan kesalahan. Menurut Prescott (Davidoff, 1991), orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi; sedangkan yang tak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung berbuat kekejaman dan penghancuran (agresi). Byod McCandless (1991) menekankan, bila seorang anak tumbuh dalam lingkungan miskin, perilaku agresifnya secara alami menguat.

PERLU GURU KREATIF


Siswa didik kini tak berada dalam satu zona, namun multikarakter. Setiap anak memiliki beragam keunikan, talenta berbeda, dan cara belajar berbeda (Howard Gardner). Di samping perlu mewaspadai perkembangan siswa didik dalam segi sosial, moral, emosional, dan kognitif.

Begitu pun para guru, tak lagi menjadi 'aktor' atau sumber ilmu satu-satunya, tapi berubah menjadi fasilitator, motivator, dan inspirator. Guru kreatif perlu pendekatan khas dalam mengajar dan memfasilitasi siswa dari keluarga tak berpunya ini.

Menurut Fullan (1993) dalam diri seorang guru kreatif ada jiwa inquiry. Ia akan senantiasa belajar terus menerus mengembangkan diri ke arah depan. Ia mengembangkan pola fikir kontekstual, selalu uptodate dalam ilmu dan penerapannya di kehidupan siswa. Selalu menuju target (goal), bukan sekedar rutinitas. Lebih menekankan proses, bukan hasil semata.

SISWA BERPRESTASI, SEKOLAH UNGGULAN

Menjadikan peserta didik berprestasi, adalah ketika guru dan siswa telah berada dalam satu zona, yaitu zona belajar. Satu cara pandang bahwa mereka akan menemukan sesuatu yang bermanfaat. Guru memotivasi siswa, bahwa ia berprestasi. Di tingkat atasnya, kepala sekolah selalu menjaga semangat guru dan mencukupi keperluannya.

Adanya semangat antara siswa, guru, dan kepala sekolah, mengumpulkan energi besar perubahan yang akan menjadikan sekolah pinggiran itu menjadi sekolah berprestasi.

Jika ada persoalan pribadi siswa, ia secara mandiri berkonsultasi ke Guru bimbingan & konseling. Suasana sekolah jadi hidup, siswa dan guru terbuka.

Guru kreatif menjadikan setiap hari berisikan moment-moment penting. Guru memotivasi siswa, meskin keadaan miskin serba kekurangan, sebaliknya otak dan kemampuan siswa adalah super. Siswa tak boleh rendah diri dan pesimis akan prestasi yang akan dicapai. Siswa yakin, kehidupan mereka akan berubah.

Guru berupaya, agar materi apa pun dapat dipahami siswa, bukan mengejar ketuntasan materi belaka. Siswa dipacu belajar mengomentari, berpendapat di muka umum, serta aktif di kehidupan nyata.

Guru kreatif terus bergerak mencari ilmu dan menjalin komunikasi dengan pihak luar, sehingga menjadikan sekolah pinggiran itu dikenal masyarakat luas. Setelah siswa miskin itu menghasilkan prestasi di berbagai jenjang perlombaan di berbagai tingkatan, sekolah pun terangkat menjadi sekolah unggulan. TG

Ervan Nugroho
Guru Sekolah SMART Ei Parung, Bogor
Sekolah berasrama gratis untuk anak miskin dhuafa.

Tulisan ini diterbitkan pada edisi No. 10 / Vol.04 / Thn 2010. Dapatkan majalah pendidikan Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Berlangganan SMS ke (Flexi) 021 684 58569. Terima kasih.

Tidak ada komentar: