Maret 07, 2011

Serius Menuju PAUD Plus : BUKAN SEKADAR FASILITAS

Rubrik PAUD Forum

Fungsi PAUD mempersiapkan anak memasuki usia sekolah, menumbuhkan rasa suka belajar dan mencari tahu serta mengasah kemampuan sosial anak.


Di tengah maraknya kehadiran sekolah ber-label “Plus” maupun “Internasional”, membuat pemilik TK dan playgroup lokal tergiur untuk ikutan ber-Plus ria. “Habis, kalau nggak ikutan plus, bisa habis digilas tren,” kata seorang teman.

Namun ketika ditanya lebih jauh apa yang ia maksud dengan "plus” tersebut, jawabannya kurang lebih, "Nnngg, yang pakai bahasa Inggris dan pakai kurikulum internasional gitu deh, .. dan itu tuh... learning through play itu, ya bukan?”

Di lain pihak, seorang rekan pengurus yayasan sebuah sekolah swasta lama ternama mengeluhkan sulit danterseok-seoknya salah satu cabang sekolahnya yang memang dijadikan rintisan TK Plus. Padahal, usaha dan dana untuk membeli kurikulum internasional dan merekrut tenaga asing sebagai guru sudah dilakukan. Jadi sebaiknya harus bagaimana?

APANYA SIH YANG PLUS

Taman Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tetap bisa menjadi ‘plus’ meski bukan franchise, tidak memiliki afiliasi dengan lembaga internasional, atau memiliki tenaga pengajar asing. Caranya?

Hal yang paling penting dalam penyelenggaraan PAUD adalah fungsinya dalam mempersiapkan anak memasuki usia sekolah, menumbuhkan rasa suka belajar dan mencari tahu (love of learning), serta mengasah kemampuan sosial anak.

Sedangkan pada sisi kegiatan belajar, lebih mengutamakan stimulasi dini daripada keberhasilan baca-tulis-hitung. Fungsi seperti itulah yang kemudian dapat menginspirasi pemilik sekolah dalam merumuskan visi dan misi sekolah.

Contoh, Visi (tujuan/cita-cita) dan Misi (cara/upaya) dapat berbunyi sebagai berikut:

VISI : membentuk generasi muda yang berbudi dan gemar belajar.
MISI :
* Memfasilitasi belajar anak lewat suasana belajar yang kondusif dan merangsang daya cipta.
* Memupuk rasa afeksi anak lewat kegiatan sosial.

Selanjutnya, dengan visi dan misi, urusan selanjutnya harus dipikirkan, apa yang menjadi ciri khas sekolah Anda?

Ciri khas memberi karakter yang membuat sekolah tampil beda sebagai nilai plus agar sukses menjaring siswa. Sesuai hukum pasar, sesuatu yang beda dan unik adalah modal awal untuk mencuri perhatian di tengah persaingan taman PAUD. Hal tersebut dapat tercermin pada nama sekolah, misalnya TK Sayang Bunda, Mandiri Berbakti (Plus anda)

Contoh lain: Seorang teman pemilik sekolah memutuskan memberi ciri Indonesia pada sekolah franchise internasional miliknya. Meskipun pelajaran diselenggarakan dalam bahasa Inggris, wujud keIndonesiaan tampak melalui penamaan ruang kelas (komodo, badak,harimau, berikut penjelasan mengenai lokasi dan habitat binatang); pemilihan alat belajar khas Indonesia (caping, sarung, bakul dan tikar pada sentra bermain peran) dan mengangkat lakon cerita rakyat seperti kisah Kancil dan Buaya pada acara
pelepasan siswa.

Sekolah tersebut berani melawan arus dengan menetapkan hari kasih sayang sendiri yang difokuskan pada mengasah kemampuan afeksi anak pada orang terdekat, dan berarti bagi mereka seperti anggota keluarga maupun mbak pengasuh, pak sopir dan satpam sekolah.

Bagi yang ingin menggunakan sistem pengajaran bilingual (Inggris-Indonesia)sebagai ciri khas, maka perlu secara serius mempertimbangkan metoda apa yang akan dipergunakan: apakah dengan Whole Langguage Approach, Phonics, atau kombinasi kedua metode tersebut.

Secara singkat, metode Phonics mengedepankan struktur, rumus dan aturan baku yang harus dikuasai agar berhasil membaca. Sedangkan pendekatan Whole Language Approach lebih cair, di mana belajar membaca terintegrasi dalam seluruh jadwal kegiatan serta mengedepankan anak mengenal makna membaca serta tumbuhnya pengertian akan cara membaca dengan sendirinya.

Jika diumpamakan dengan belajar berenang, maka Phonics adalah mempelajari teknik suatu gaya renang, namun jika pelaku bertujuan sekedar menguasai suatu gaya renang, maka ia kehilangan kesempatan menikmati berenang (whole language).

Penggunaan pendekatan Educational Philosophy PAUD yang bersifat progressive/non clasical dan berfokus pada anak merupakan poin plus yang lain. Beberapa prinsip utama antara lain:

Prinsip 1: Pentingnya pemahaman tumbuh kembang anak yang mencakup:


1.1 CARA BELAJAR ANAK USIA DINI


a). Panca indera, first-hand experience, eksplorasi, dan learning through play sebagai cara belajar yang dominan.

Misalnya: “Petak Umpet Huruf” (Letter Hide and Seek).
Sembunyikan huruf-huruf depan nama anak (dapat dibuat dari kardus bekas, tiap huruf diberi tekstur berbeda misalnya dilapisi renda, kertas amplas, kertas roti) pada suatu daerah tertentu (Tahap 4 menulis: berlatih huruf).

Guru membuat suara batuk keras/pelan (stimulasi panca indera) jika ada anak yang mendekat atau menjauh pada tempat persembunyian huruf. Jika anak sudah menemukan huruf, tanyakan apakah huruf tersebut cocok untuknya atau untuk anak lain. Lalu minta anak menceritakan tekstur (halus, kasar, licin) huruf tersebut.

b). Frekuensi dan konsistensi: pentingnya rutinitas dan pengulangan.
Rutinitas terwujud pada adanya jadwal belajar yaitu urutan kegiatan harian yang stabil, untuk memberi rasa nyaman karena anak karena ia merasa telah menguasai medan.

Guru dapat membuat simbolisasi sederhana (gambar sekumpulan anak duduk bersama sebagai simbol Circle Time, buku dan mainan sebagai simbol waktu bermain bebas, dst), pada lokasi yang mudah terlihat anak.

Agar anak siap, Guru dapat mengumumkan kegiatan berikutnya dengan mengacu pada simbol terebut. Sementara itu pengulangan akan pengenalan suatu konsep diperlukan karena teachable moment anak terjadi pada waktu yang berbeda-beda.

c). Pencapaian: mementingkan proses dibanding hasil (process not product) dan kemajuan dibanding kecepatan (progress not speed).
Misalnya: membuat kalung (beads lacing)

Dalam satu durasi waktu, Athiya mampu membuat tiga pola, sedangkan Iwan mampu membuat lima pola, namun keduanya berada dalam tahap meronce yang sama (memahami tentang pola dan mampu membuat pola sendiri).

d). Kurikulum yang berpusat pada anak, termasuk kondisi dan
pengaturan kelas yang student centre.

Meminjam teori Vygotsky, Guru memberikan scaffolding (tangga), untuk anak dapat mencapai kemampuan lebih tinggi. Metode scaffolding yang efektif adalah melalui pertanyaan terbuka-terbatas (direct open-ended question) dan diskusi.

Misalnya: Membahas kegiatan akhir minggu.

Aplikasi pertanyaan terbuka-terbatas (directed open-ended question) adalah: "Apa saja yang kamu lihat di sirkus? daripada "Apa saja yang ada di Bandung? (terlalu luas).

Sementera itu kegiatan diskusi pada anak usia dini tujuannya lebih kepada mengasah kemampuan berpendapat. Misal: Pada kelas kelompok umur 4-5 tahun, Guru bercerita soal seringnya terjadi kasus rebutan pada sentra balok. Anak-anak ditanyai, apa saja yang bisa dilakukan supaya hal tersebut tidak terjadi.

1.2. KARAKTERISTIK UMUM ANAK USIA DINI
Kita ambil contoh tipikal perkembangan (kemampuan) berbahasa anak usia 4 tahun, yaitu gemar bermain/mengeksplorasi kata dan dramatisasi/berkembangnya kisah fantasi.


Kegiatan yang cocok misalnya: Round
Robin Story
(Cerita bersambung). Guru mengajak anak-anak duduk membentuk lingkaran, lalu anak-anak mengambil undian. Isi undian adalah gambar ... (cerita lucu) atau gambar .... (cerita sedih).

Lalu, Guru akan memulai cerita, “Di sebuah rumah, ada seekor anak kucing ……” lalu memberikan giliran pada anak di sebelahnya untuk melanjutkan, bisa cerita sedih atau lucu, tergantung pada undian yang diperoleh si anak.

Dalam berkomunikasi, apakah Anda sering merasa anak sepertinya tidak memahami atau bahkan melakukan hal yang berlawanan dari apa yang diminta? Kuncinya terletak pada cara komunikasi yang efektif yaitu dengan menggunakan bahasa yang positif, sederhana, dan membatasi jumlah instruksi dalam satu tarikan kalimat. Tujuannya agar pesan yang ingin dikomunikasikan menjadi jelas.

CONTOH KALIMAT POSITIF SEDERHANA: Gunakan kalimat “Ayo duduk di sini” daripada “ Jangan berdiri-berdiri” (anak bisa saja bingung, lalu harus melakukan apa?);

CONTOH KALIMAT MULTI INSTRUKSI:
"Setelah mewarnai, taruh kertas di keranjang merah, bawa keranjang ke depan kelas, lalu boleh pergi ke rak buku". --(kemungkinan besar anak akan langsung pergi ke rak buku).


PRINSIP 2. PEMAHAMAN AKAN HAK ANAK


Kita perlu tahu bahwa anak memiliki hak yang harus dihormati dan sedapat mungkin dipenuhi.

10 HAK ANAK INDONESIA berdasarkan KONVENSI HAK ANAK PBB 1999

1. Hak untuk BERMAIN
2. Hak untuk mendapatkan PENDIDIKAN
3. Hak untuk mendapatkan PERLINDUNGAN
4. Hak untuk mendapatkan NAMA (identitas)
5. Hak untuk mendapatkan status KEBANGSAAN
6. Hak untuk mendapatkan MAKANAN
7. Hak untuk mendapatkan akses KESEHATAN
8. Hak untuk mendapatkan REKREASI
9. Hak untuk mendapatkan KESAMAAN
10.Hak untuk mendapatkan Peran dalam PEMBANGUNAN

Hak-hak tersebut dapat diwujudkan lewat pengakuan dan penerimaan bahwa tiap anak adalah pribadi yang unik, baik temperamen, karakter, tempo belajar, maupun minat dan bakatnya. Pengakuan akan hal tersebut melahirkan pendekatan yang non-kompetitif dan nir-ancaman terhadap anak. Tanpa disadari, kita sering menggunakan 'ancaman' halus terhadap anak.

Perhatikan bait terakhir pada lagu anak-anak "Nina Bobok" yang berbunyi "Kalau tidak bobok digigit nyamuk". Kalimat 'digigit nyamuk' (ancaman) diganti dengan 'nanti ngantuk (konsekwensi alamiah).

Lebih jauh lagi, sikap penghargaan terhadap anak dapat ditunjukkan dengan cara:

1. Memajang karya anak sebagai displai kelas layaknya pameran karya seniman (diberi label yang memuat nama dan celoteh/komentar anak mengenai atau saat karya tersebut dibuat).

2. Menciptakan banyak kesempatan bagi anak untuk berekspresi. “Show and Tell” (berbagi kisah tentang sebuah benda yang ia bawa dan menulis jurnal/blog (beri anak kertas kosong untuk digambar lalu minta untuk menceritakan gambar tersebut). Kegiatan ini dapat dilakukan pada pagi hari, dan efektif untuk pendekatan terhadap anak yang pemalu atau anak baru.

3. Hindari menunjukkan hasil karya Guru sebagai contoh prakarya, karena selain mengungkung kreativitas, anak merasa gagal jika tak dapat menyamai hasil karya Bu Guru.

4. Penerapan positif disiplin yang memberdayakan anak untuk mampu mengontrol sikap dan perilakunya, yaitu perilaku yang tepat/pantas untuk saat dan tempat yang tepat. Misalnya: Berteriak tidak dilakukan dalam kelas, tapi boleh saat bermain di luar.

5. Jauhi melakukan perbandingan: daripada kalimat “Sebagus gambar si Anto“ gantikan dengan “Buat gambar sebagus kamu suka”. Sosialisasikan pula kepada orangtua untuk tidak membandingkan anak dengan kakak atau adiknya.

6. Berikan anak kesempatan untuk mencoba mandiri, misal: merapikan diri (melap keringat, mencuci tangan) seusai bermain di luar. Tawarkan bantuan jika anak kelihatan mengalami kesulitan.

7. Tidak menyebut anak dengan label tertentu, seperti 'badung', 'cengeng', 'genit' ; ganti dengan kata sifat positif. seperti ‘lincah’, ‘perasa’, ‘senang bergaya’.

8. Rajin menyebut nama anak: panggil nama anak ketika Anda pergoki dia sedang membereskan mainan (“Hai lihat, Lila sedang beres-beres”), dan ketika membagi
kelompok (‘Lila, Amal dan Cinta, mari datang ke sini’).

9. Memuji spesifik: misalnya dalam mengomentari gambar, mengingat kemampuan tiap anak menggambar berbeda. Pujian 'bagus!’hendaknya digunakan hati-hati agar tidak kehilangan makna.

Lebih baik komentari usaha dan tindakan anak : “Wah,ada garis kuning di gambarmu,
panjang sampai ke ujung ya”, atau “Coba lihat lingkaran yang kamu buat, ada yang besar, ada yang kecil, lalu ini ceritanya apa?“.

10. Pada lingkup sistem, guna menjamin keselamatan anak, sekolah dapat membuat kartu antar-jemput sederhana yang hanya memberi otorisasi penjemputan pada si pembawa kartu. Lainnya, misal, rutin mengadakan latihan kebakaran dan antisipasi gempa, serta menyelenggarakan pelatihan P3K bagi staf sekolah.

PRINSIP 3. PERAN ORANGTUA dan PENGAKUAN ATAS LINGKUP SOSIAL ANAK

Sebagai agen terpenting dalam kehidupan anak, maka amatlah tepat menjadikan orangtua sebagai mitra sekolah dalam mendukung belajar anak. Orangtua adalah sumber informasi berharga bagi Guru untuk lebih menyelami pribadi anak, sedangkan orangtua dapat belajar metode yang digunakan di sekolah agar tercipta konsistensi rumah-sekolah.

Keterlibatan orangtua sebagai mitra sekolah dapat diterapkan dalam bentuk:

1. Kegiatan belajar dengan orangtua untuk mengerjakan project/permainan di kelas pada hari-hari tertentu, misal pada lomba 17 Agustus-an, atau menjadi nara sumber untuk menjelaskan tentang profesi (penari, polisi, juru masak, dll).
2. Tugas akhir minggu orangtua-anak. Misal, Guru menginformasikan bahwa minggu depan akan masuk tema baru, maka orangtua diminta membacakan cerita bertema tersebut pada anak, lalu menuliskan sinopsisnya untuk sekolah. Tergantung usia, anak dapat menambahkan gambar pada sinopsis tersebut.
3. Keterbukaan informasi: tentang kegiatan belajar mengajar dan metode yang diterapkan di sekolah pada saat pendaftaran dan di awal tahun ajaran baru. Hal ini dapat menghindarkan salah paham orangtua yang mungkin tidak familiar dengan metode
tertentu (misal: anak terlihat wara-wiri di kelas pada saat slot kegiatan free play).
4. Parents questionnaire: sarana sekolah untuk menggali aspirasi dari orangtua dan meningkatkan mutu dan pelayanan. Dalam hal ini tidak berarti sekolah harus memenuhi setiap usul, tetapi dapat digunakan untuk mengukur kesan mayoritas.
5. Mengadakan pelatihan / parenting class: diselenggarakan oleh Guru untuk membagi ilmu bagaimana metode bimbingan anak yang tepat.

PENTINGNYA KESIAPAN DAN PELATIHAN


Pada akhirnya, Educational Philosophy sebagai sebuah kerangka pemikiran lebih bersifat knowledge (pengetahuan). Karena itu, perlu ditunjang pelatihan yang sifatnya mengasah ketrampilan Guru mampu menerapkannya. Percuma mendengung-dengungkan prinsip tentang pentingnya peran orangtua sebagai mitra sekolah jika Guru tidak diberikan pelatihan tentang komunikasi positif terhadap orangtua.

Pada sekolah yang menggunakan sistem pengajaran bilingual Inggris-Indonesia, wajib hukumnya bagi Guru untuk pelatihan tentang metode yang digunakan agar tidak ngawur. Misal, Guru memahami bahwa dalam bahasa Inggris, huruf memiliki nama (dilafalkan 'ei' seperti pada kata 'hey') dan bunyi (dilafatkan 'a', bunyinya seperti ketika seseorang terkejut, lidah terletak di dasar mulut ketika memproduksi bunyi) dan dapat menjelaskannya pada orangtua.

Tolok ukur dikuasainya sebuah ketrampilan antara lain adalah melalui demonstrasi /simulasi maupun kemampuan refleksi diri. Aktifitas pelatihan sebaiknya melibatkan sesama staff pengajar sebagai penilai alias 'buddy coaching' agar lebih objektif dan memperkaya wawasan.

Buddy coaching
dapat menggunakan media sbb:
1. Diary harian; di mana Guru mencatat kejadian di kelasnya, boleh dengan memfokuskan pada satu slot tertentu yang dianggap sulit ditangani.
2. Video clip : kepala sekolah atau pihak ketiga dapat merekam situasi belajar di kelas pada suatu durasi waktu tertentu (minimal 15 menit).

Pada penggunaan diary harian, tiap Guru akan bergantian menceritakan cuplikan adegan di kelas yang ia catat tersebut, sedangkan video clip dapat diputarkan untuk ditonton bersama.
Sementara itu, rekan-rekannya akan bertindak sebagai panelis dan memberi masukan yang dirasa perlu sesuai dengan prinsip Educational Philosophy.

Yang perlu disadari dalam mengadopsi hal baru adalah bukan perkara mudah untuk mengubah mind-set karena otak manusia tak dapat diibaratkan dengan tindakan up-grade pada komputer, di mana memori lama seketika hilang digantikan program baru yang canggih.

Tanamkan sikap profesionalitas, artinya ketika seseorang berprofesi sebagai Guru, ada seperangkat gaya, polah dan aturan main sesuai peran Guru.

Rowan Atkinson sebagai master mind (dalang) serial kocak Mr. Bean, dapat menyelami dan bertingkah laku super konyol (sesuai peran) walaupun dalam kehidupan asli dia adalah seseorang yang sangat serius dan menyandang gelar M.Sc di bidang electrical enginering dari universitas bergensi Oxford di Inggris.

MENJADI PLUS KARENA KUALITAS

Sebagai penutup, ketiga prinsip di atas sejalan dengan pendapat Schweinhart (1988)yang menulis bahwa: kurikulum dan praktik yang mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak, tenaga pengajar yang terlatih dan keterlibatan orangtua sebagai mitra sekolah adalah beberapa ciri dari PAUD berkualitas.

Maka, kualitas harus menjadi tujuan akhir pencapaian status “Plus”. Nah, bagaimana? Siap menerima tantangan “Plus” ? TG

Imelda Hutapea MEd
Konsultan PAUD dan Master Trainer pada Preschool Teacher Institute, sebuah pusat pelatihan dan kursus ilmu PAUD.
Preschool Teacher Institute
2nd Floor, Plaza Kemang 88
Jl.Kemang Raya No.86-88, South Jakarta 12730
Phone : 021 719 3418, Fax : 021 719 3742
Mobile : 0888.154.7755
Untuk konsultasi seputar PAUD:
info@preschoolteacherinstitute.com

*)Tulisan ini diterbitkan pada edisi 11/2011. Judul cover : MENJADI INDONESIA. Dapatkan majalah Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Atau, silakan berlangganan jika tak ingin luput ketinggalan.

Tidak ada komentar: