Sekolahnya Manusia. Bukan Sekolah Bebek, juga bukan Sekolah Robot.
Teachers Guide/2 Mei 2009. Luar biasa! Sebuah buku “Sekolahnya Manusia” yang diterbitkan oleh Mizan, karya Munif Chatib, diluncurkan pada 1 Mei kemarin di Mizan MP Point, Jakarta. Sebuah persembahan yang manis menjelang Hari Pendidikan Nasional 2 Mei hari ini.
Haidar Bagir (Mizan, dan pemikir pendidikan), Kak Seto Mulyadi, dan Sukiman (Depdiknas) dengan antusias menyambut kehadiran buku ini yang akan sangat bermakna bagi arah pengembangan pendidikan nasional yang saat ini sepertinya kehilangan arah. Meski udara dingin dan banyak tempat duduk di tenda teras samping terkena tampias hujan, toh hadirin terus bertahan mendengarkan uraian Munif Chatib dan Kak Seto yang menarik dan mencerahkan.
Di tangan Munif Chatib, pemahaman multilple intelligence yang diperkenalkan oleh Howard Gardner, berhasil ditransformasikan menjadi proses pembelajaran yang manusiawi dan aplikasi. Jika selama ini banyak sekolah yang seolah meraba-raba bagaimana mendidik anak dengan tepat sesuai dengan potensi dirinya, buku ‘Sekolahnya Manusia’ ini adalah jawaban. Disusun dari rangkaian pengalaman implementasi kecerdasan majemuk ini di puluhan sekolah di Indonesia, merupakan intisari dari proses-proses pembelajaran yang ingin kita cari selama ini.
Munif Chatib, memulai pengembangan penerapan kecerdasan majemuk di sekolah Yayasan Malik Ibrahim Gresik, kini bernama YIMI Gresik, Jawa Timur. Ia juga mengembangkan lebih jauh suatu metode test, yang disebutnya Multiple Intelligences Research (MIR). “Sekolah unggulan itu adalah yang menerima anak yang bodoh dan nakal, lalu dengan prosesnya yang unggul mengubah mereka menjadi anak yang baik, pintar, dan berkepribadian,” begitu pendapat Munif Chatib. Jadi, sekolah unggul itu adalah sekolah yang unggul dalam proses-prosesnya.
Saat ini jutaan siswa kita bersekolah di sekolah-sekolah dengan guru dan metoda pembelajaran yang justru membuat mereka tertekan, depresi, menjadi nakal dan bodoh, mati kreatifitas. Tak peduli pada potensi anak. Tak peduli pada kemanusiaan mereka yang hakiki, sebagai anak manusia yang ingin tumbuh besar dewasa dan menjadi mandiri dan dapat menyumbang bagi kehidupan. “Dan UN merupakan salah satu masalah terbesar dalam pendidikan nasional kita,” keluh Haidar Bagir.
Kemerdekaan pendidikan telah dirampas dan tereduksi oleh sistem pendidikan nasional yang kurang manusiawi. Akhirnya terciptalah generasi bebek, generasi robot. “Pendidikan mengajarkan kekerasan, maka kita melihat kekerasan ada di mana-mana,” ungkap Kak Seto.
Buku ini wajib dibaca oleh kalangan pendidik, birokrasi pendidikan, para orangtua, juga menteri pendidikan mendatang. Semoga kita semua dapat mengambil manfaat dari buah pemikiran Munif Chatib bagi perbaikan pendididikan di sekolah putra-putri kita di waktu mendatang. Selamat Pak Munif Chatib!
Haidar Bagir (Mizan, dan pemikir pendidikan), Kak Seto Mulyadi, dan Sukiman (Depdiknas) dengan antusias menyambut kehadiran buku ini yang akan sangat bermakna bagi arah pengembangan pendidikan nasional yang saat ini sepertinya kehilangan arah. Meski udara dingin dan banyak tempat duduk di tenda teras samping terkena tampias hujan, toh hadirin terus bertahan mendengarkan uraian Munif Chatib dan Kak Seto yang menarik dan mencerahkan.
Di tangan Munif Chatib, pemahaman multilple intelligence yang diperkenalkan oleh Howard Gardner, berhasil ditransformasikan menjadi proses pembelajaran yang manusiawi dan aplikasi. Jika selama ini banyak sekolah yang seolah meraba-raba bagaimana mendidik anak dengan tepat sesuai dengan potensi dirinya, buku ‘Sekolahnya Manusia’ ini adalah jawaban. Disusun dari rangkaian pengalaman implementasi kecerdasan majemuk ini di puluhan sekolah di Indonesia, merupakan intisari dari proses-proses pembelajaran yang ingin kita cari selama ini.
Munif Chatib, memulai pengembangan penerapan kecerdasan majemuk di sekolah Yayasan Malik Ibrahim Gresik, kini bernama YIMI Gresik, Jawa Timur. Ia juga mengembangkan lebih jauh suatu metode test, yang disebutnya Multiple Intelligences Research (MIR). “Sekolah unggulan itu adalah yang menerima anak yang bodoh dan nakal, lalu dengan prosesnya yang unggul mengubah mereka menjadi anak yang baik, pintar, dan berkepribadian,” begitu pendapat Munif Chatib. Jadi, sekolah unggul itu adalah sekolah yang unggul dalam proses-prosesnya.
Saat ini jutaan siswa kita bersekolah di sekolah-sekolah dengan guru dan metoda pembelajaran yang justru membuat mereka tertekan, depresi, menjadi nakal dan bodoh, mati kreatifitas. Tak peduli pada potensi anak. Tak peduli pada kemanusiaan mereka yang hakiki, sebagai anak manusia yang ingin tumbuh besar dewasa dan menjadi mandiri dan dapat menyumbang bagi kehidupan. “Dan UN merupakan salah satu masalah terbesar dalam pendidikan nasional kita,” keluh Haidar Bagir.
Kemerdekaan pendidikan telah dirampas dan tereduksi oleh sistem pendidikan nasional yang kurang manusiawi. Akhirnya terciptalah generasi bebek, generasi robot. “Pendidikan mengajarkan kekerasan, maka kita melihat kekerasan ada di mana-mana,” ungkap Kak Seto.
Buku ini wajib dibaca oleh kalangan pendidik, birokrasi pendidikan, para orangtua, juga menteri pendidikan mendatang. Semoga kita semua dapat mengambil manfaat dari buah pemikiran Munif Chatib bagi perbaikan pendididikan di sekolah putra-putri kita di waktu mendatang. Selamat Pak Munif Chatib!
3 komentar:
Assalamu'alaikum pa Ustadz
MIR yang bapak tawarkan tidak berbeda dengan tes gaya belajar (learning style tes) yang ada di buku Quantum Teaching, yaitu hanya untuk mengetehui gaya belajar yang dimiliki oleh siswa, yang dalam MI disebut sebagai tipe kecerdasan. setelah itu guru harusnya memberikan pelayanan kepada siswa (jikalua ada kesulitan) seacar personal. tetapi yang terjadi di salahsatu SDIT yang mengadopsi MII system, yaitu dengan membagi kedalam kelas sesuai dengan tipe kecerdasan tersebut. kalau menurut saya, hal itu akan mengakibatkan "kemonotonan" ynag disebabkan oleh kehomogenan. hal ini mengakibatkan juga anak akan terlatih dengan satu tipe kecerdasan saja. hal ini bertentangan dengan teori yang mengatakan,semakin banyak anak bisa menggunakan/memanfaatkan modalitas (visual-auditory-kinestetik) maka hasil belajarnya maksimal. tetapi bukan malah dikotak-kotakkan seperti yang terjadi di SD tersebut. bukankah begiti pa Ustadz?
Assalamualaikum Pa Munif...saya dari Muara Badak..mengucapkan banyak terimakasih atas Ilmu Bpk dalam pertemuan kita yg singkat di Bppn tgl 5 sd 7 Feb 2010...moga mamfaat buat kami dan teman2 di sekolah kami : www.smpnegeri1muarabadak.blogspot.com
Assalamuálaikum wr wb. saya mudzakkir guru SDIT MU di cinere. Pagi ini saya akan mengikuti seminarnya pak munif di balai kota depik. Kelihatannya seru, jadi penasaran ni...
Semoga saja banyak pelajaran berharga yang saya dapat hari ini. amin
Posting Komentar