Tsunami sudah lima tahun berlalu. SDN 27 Banda Aceh, yang ketika itu hancur, kini telah mewujud sekolah sangat bagus untuk standar SD negeri.Gedung megah, fasilitas sekolah sangat terjaga dan dimanfaatkan dengan baik.
Lingkungan sekolah menghijau, tak hanya pohon-pohon besar, juga dihiasi tanaman obat dan sayuran, ada jagung, terung, kangkung, sawi, kembang kol, selada, kemangi, sampai cabai. Pemanfaatan lahan sekolah ini melibatkan siswa mulai dari pencarian bibit hingga perawatan sehari-hari. Bahkan sampai diolah menjadi makanan enak dinikmati warga sekolah. Lahan ini pun berperan memperkaya proses pembelajaran.
“Banyak sekolah dibangun berbagai pihak, tapi SDN 27 berbeda. Pihak Total E&P Indonesie tak cuma memperbaiki fisik gedung, juga membangun fondasi guru melalui pelatihan-pelatihan,” kata Sofyan Sulaeman, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh, saat Pelatihan Peningkatan Pengelolaan Kelas yang berlangsung awal Juli 2009 silam. Tampak hadir Tengku Angkasa, Kepala Bidang Pendidikan Dasar serta M. Natsir dari UPTD Wilayah Timur Kota Banda Aceh.
Guru, terutama di Nanggroe Aceh Darussalam pasca tsunami, memang perlu berbagai dukungan. Selama tiga hari itu pihak Total E&P Indonesie dan Yayasan Cahaya Guru melatih para guru SDN 27 serta beberapa guru dari sekolah lain.
Ini pelatihan kedua, sebelumnya di Jakarta Juni tahun lalu. Saat sharing hasil pelatihan terdahulu, terungkap hal menggembirakan, ternyata telah dibuat lebih dari 32 bentuk implementasi dalam hampir semua mata pelajaran (Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Agama, SBK, Bahasa Inggris, dan Olah Raga).
Di materi Matematika, para peserta diajak membuat media belajar mencakup 8 jalur matematika, meliputi Bilangan, Komputasi (Kalibataku: kali, bagi, tambah, kurang), Geometri, Pengukuran, Statistik, Pecahan/Perbandingan/ Skala, Pola, dan Problem Solving.
Di materi IPS, diajak membuat peta kelas dari bahan seadanya: biji kacang merah, korek api, bambu sate. Juga membuat permainan kartu (kuartet) yang bisa dipakai semua mata pelajaran.
Model pembelajaran yang ditularkan Yayasan Cahaya Guru (YCG) memang merangsang tumbuhnya motivasi, kreatifitas mengajar, serta kemandirian. Bahan sumber belajar pun mudah, murah, dan dapat dipungut dari lingkungan sekitar, tanpa harus terpaku pada sumber-sumber formal. Intinya, adalah kreatifitas dalam mengajar.
“Menyenangkan, banyak metoda mengajar baru, seperti membuat peta dari biji-bijian, korek api, dan tusuk sate. Matematika jadi menarik dan mudah dimengerti, akan akan termotivasi menemukan rumus sendiri,” kesan Karmilawati, Guru kelas V.
Akan halnya materi IPS dan Bahasa Indonesia, “Soal bedah buku, perpustakaan kami belum pernah melakukan. Anak akan terbiasa dan pandai menuliskan isi cerita berikut pesan moralnya,” pendapat Mira Safira S.Pd.I, guru Agama Islam.
Ibu Misrawati, guru SBK terkesan pada pembuatan gambar dengan pembesaran. “Dengan skala denah yang diperbesar 3 kali, dengan memanfaatkan benda-benda kecil seperti korek api dan biji kacang merah, kami dapat menganalisis lingkungan sekitar sekolah.” Basir ST., peserta tamu dari SD Unggulan Iqra -Sigli, pun tertarik akan penerapan pola bertepuk sebagai alat penarik konsentrasi anak.
Menurut Misri Tabrani, program officer YCG, berbagai kegiatan mengajar belajar selaih harus mudah dipahami anak, juga murah dan mudah membuat atau mendapatkannya. Semoga fasilitas sekolah yang terjaga baik, lingkungan sosial yang ramah, dan keasrian sekolah dapat menunjang proses pembelajaran yang makin berkualitas.TG
*)Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar