September 24, 2008

School Concept

Mengintip Model-model Pembelajaran ala Pesantren

Individual learning, cooperative learning, round table discussion, experiental learning, outing, adalah metode yang belakangan menjadi ikon pembaruan pendidikan, yang umumnya dikenal datang dari negeri lain.

Tak banyak mungkin yang tahu, metode-metode itu ternyata sudah menjadi cara belajar ala pesantren sejak sebelum jaman kemerdekaan. Terdengar canggih, seringkali istilah asing yang datang dari luar itu menjadi trend, yang kerap menjadi metode unggulan sebuah sekolah.

Pesantren, sebuah lembaga keagamaan yang mengemban amanah pendidikan dan pengajaran, mungkin hanya dapat ditemui di wilayah Indonesia. Interaksi aktif antara ustadz dan santri ini kerap dilakukan di mushola atau beranda masjid.

Jauh sebelum kemerdekaan, pesantren telah menjadi sistem pendidikan di hampir seluruh pelosok Nusantara, dengan kajian utama ilmu agama. Di sekolah modern sekarang ini, nama-nama metode di pesantren lebih dikenal sebagai metode individual, klasikal.

Metode Sorogan

Menitikberatkan pada pengembangan kemampuan perseorangan (individu). Dilakukan di ruangan, dengan posisi sang Ustadz berhadapan dengan meja pendek, yang digunakan untuk meletakkan kitab. Ustadz memberikan koreksi seperlunya. Sementara teman lain yang menunggu giliran, duduk bersila agak jauh dibelakang, sambil menyimak apa yang diajarkan. Setiap santri harus sudah mempelajari dan menguasai bab atau sub-bab pada kitab yang akan di-sorog-kan sesuai target pembelajaran.

Evaluasi terhadap metode sorogan inipun telah tersistem. Santri diminta menjelaskan teks materi bab, bagian,topik yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Jika sudah betul, materi lanjutan baru diberikan. Jika sebaliknya, santri harus mengulang kembali.

Metode Bandongan

Disebut juga metode wetonan. Ustadz memberikan pelajaran kepada sekolompok santri yang akan mendengar dan menyimak kitab yang dibaca oleh Ustadz, kemudian menterjemahkan dan menerangkan serta mengulas teks kitab berbahasa Arab. Santri memegang kitab yang sama, sambil melakukan pencatatan simbol-simbol dan arti kata, langsung di bawah kata yang dimaksud.

Kegiatan dilakukan sambil duduk melingkar. Proses tanya jawab bisa dilangsungkan, karena sebelumnya, santri suah membaca bab yang akan dipelajari. Santri lain diberi kesempatan menjawab pertanyaan jika tahu. Pada beberapa pesantren yang telah memiliki peralatan, alat bantu dipakai pada metode ini, seperti papan tulis, OHP, peta, dan pengeras suara.

Metode Bandongan menciptakan komunikasi yang baik antara ustadz dan santri, karena ustadz dituntut untuk memperhatikan situasi, apakah sikap santri sudah siap belajar (bandingkan dengan teori konstruktivisme, yang mensyaratkan siswa diberi pembelajaran, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya).

Tahap evaluasi pada metode ini sudah sangat mendekati evaluasi di abad paradigma baru. Pada saat khatam (akhir penyelesaian) sebuah kitab, aspek kognitif, sikap atau perilaku dan ketrampilan semuanya dievaluasi, yang tentu saja lebih komprehensif karena siswa tinggal seharian di pesantren.

Metode Musyawarah/Bahtsul Masa’il

Ini mirip dengan metode seminar. Beberapa santri membentuk halaqah (musyawarah) yang dipimpin langsung oleh ustadz untuk membahas persoalan tertentu. Santri bebas berpendapat ataupun bertanya. Cara ini membuat santri meningkatkan daya analisis dan problem solving. Morning talk di sekolah active learning mungkin dapat menjadi bandingannya.

Peserta musyawarah tidak memiliki perbedaan kemampuan yangmencolok, agar kegagalan musyawarah dapat diminimalkan. Dalam pembelajaran mult kecerdasan, hal ini dekat dengan pengelompokan siswa dengan karakter dan gaya belajar yang sama, sehingga lebih memaksimalkan proses.

Evaluasi dilakukan dengan menilai kualitas pertanyaan santri, yang meliputi logika, ketepatan, referensi, serta bahasa penyampaian

Metode Pengajian Pasaran

Inilah kegiatan belajar kelompok yang dilakukan secara maraton selama tenggang waktu tertentu, tergantung besar kecilnya kitab yang dikaji. Target utamanya adalah menyelesaikan bacaan kitab secara lebih cepat. Waktu istirahat yang digunakan hanya pada waktu shalat dan makan, dan urusan toilet saja.

Metode hafalan (Muhafadzah)

Cara menghafal teks tertentu di bawah pengawasan Ustadz. Hafalan yang sudah dimiliki, kemudian didemonstrasikan.

Metode Rihlah Ilmiah

Kini lebih dikenal dengan study tour, outing atau fieldtrip. Kegiatan mengunjungi objek untuk dilihat dan dipelajari secara langsung.

Sebelum berangkat ke tempat tujuan, santri telah mendapat penjelasan dan gambaran tugas yang harus dikerjakan, tujuan serta waktu pelaksanaan. Setelah selesai, lantas dilakukan rumusan hasil pengamatan. Semua tahapan ini akan mendapat penilaian.

Metode Muhadatsah

Latihan bercakap-cakap dalam bahasa Arab. Khusus pemula, kegiatan ini dilakukan pada waktu tertentu. Di beberapa pesantren, ditambahkan Bahasa Inggris. Seringkali disandingkan degan latihan berpidato. Untuk membiasakan bahasa, santri berlatih dalam kelompok-kelompok kecil,kemudian meningkat di arena-arena tertentu, sampai akhirnya harus selalu menggunakan bahasa Arab dan Inggris dalam keseharian, kemudian memberi komentar.

Nama benda dan ruang-ruang ditulis dengan bahasa Arab dan Inggris. Persis seperti cara berekspresi di sekolah modern kan ?

Metode Mudzakarah

Kegiatan ini adalah acara temu ilmiah. Bahasan yang ditampilkan justru sangat dekat dengan permasalahan lingkungan terdekat. Kegiatan ini terjadwal secara periodik, antara satu hingga dua bulan sekali.

Nah, mestinya
kita lebih bersemangat menggali konsep dan metode pendidikan asli negeri sendiri, yang terkesan jadul sekalipun. Susan Stangel, mantan direktur FEE, sebelum pulang ke negaranya pernah menyatakan bahwa negeri kita ini sangat tidak mau menggali kekayaan khasanah pendidikan yang sesungguhnya sudah dimiliki. Jangan hanya terpesona dengan metode yang datang dari luar, yang belum tentu sesuai dengan iklim dan karakteristik sendiri.** TG

*) Arfi D. Moenandaris adalah chief of editor majalah Teachers Guid, praktisi pendidikan, pembicara, dan konsultan pendidikan. Ia dapat dihubungi melalui email: arfi_tcguide@yahoo.co.id Note: Artikel ini telah dimuat di majalah Teachers Guide Volume II Edisi No.6, 2008.

Tidak ada komentar: