November 01, 2009

GURU CERDAS FINANSIAL


Belajar dari Mukiman, Guru Senior di SDN 07 Langkahan Aceh Utara

Bermula cerita dua sahabat. Budi, sahabat ini bekerja di perusahaan konstruksi cukup ternama. Ia sarjana universitas terbaik, isterinya berijazah diploma tiga bekerja di perusahaan jasa cukup terkenal. Hidup mereka berkecukupan untuk ukuran umum penduduk Jakarta, dengan dua anak, tinggal di rumah keluarga sehingga kurang peduli tawaran-tawaran brosur perumahan.

Sahabat kedua Iwan, lulusan SMA di kota kecil di Jawa Tengah, dan sang isteri lulusan SMEA. Pasangan ini mengadu nasib bekerja di pusat perbelanjaan di Jakarta. Memiliki dua anak, si bungsu lahir caesar di medio 2005. Di penghujung 2005, mereka ditawari kredit rumah rumah sangat sederhana oleh kantor. Kesempatan ini tak disia-siakan.

Semua itu berubah ketika terjadi krisis awal tahun 2009 ini. Tak disangka, dua sahabat tadi mendadak berhenti kerja. Budi diPHK karena proyek kantornya turun drastis, isterinya pun kena perampingan karyawan.

Lain halnya dengan Iwan, ia keluar karena difitnah oleh kolega kantor. Istri Iwan tak tahan mendengar omongan teman kantor tentang suami, mengundurkan diri.

Budi dan isterinya beruntung, bekerja 14 tahun mendapat pesangon sekitar Rp.70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah). Adapun Iwan dan isteri, hanya memperoleh Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), itu pun pesangon isterinya. Budi cukup lega, sang istri pun memutuskan mengurus rumah tangga. Budi sibuk mencari pekerjaan lainnya. Uang sebagian ditabung, sebagian dipinjam saudara dan sisanya untuk keperluan sehari-hari.

Enam bulan menganggur dengan gaya hidup serupa saat bekerja, persediaan uang pun makin menipis. Uang pinjaman tak kunjung kembali, pekerjaan pun urung diperoleh. Walhasil, sisa tabungan tak labih Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) lagi. Beruntung, tetangga dekat empunya toko elektronik memintanya bekerja di toko dengan gaji Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

Iwan, sahabat kedua, menempuh jalan finansial berbeda. Ia membuka warung rumah, dan secepatnya melunasi cicilan rumah Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Sisa uang ditabung, dan menambah modal warung. Menjual rumah seharga Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah), dan pindah membeli rumah di perkampungan seharga Rp. 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah). Alhasil, mereka tetap memiliki rumah, malah punya uang cash Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta)yang langsung didepositokan. Saat ini omzet warung rumahan mereka Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per hari, dan masih ditambah gaji Budi kisaran satu jutaan dari kerja marketing sepeda motor.

Kisah nyata di atas gambaran pentingnya cerdas finansial atau kemampuan mengelola uang yang dimiliki. Menurut Muhammad Syafi’ie B, “Kecerdasan finansial financial quotient) adalah kecerdasan mendayagunakan segenap potensi untuk mendapatkan uang, mengelolanya dengan baik, memberdayakan agar terus berkembang, dan menggunakan secara tepat supaya tercipta kemakmuran yang berkelanjutan di dunia dan akhirat kelak.”

Maknanya, kecerdasan finansial tidak tergantung banyaknya gaji atau pendapatan yang diperoleh, namun lebih pada bagaimana mengatur dan mengelolanya.

GURU CERDAS FINANSIAL
Bagi seorang guru, kecerdasan finansial sangat perlu. Bukan saja untuk mencukupi kebutuhan keluarga per bulan, lebih dari semua itu guru haruslah bisa digugu dan ditiru. Pola manajemen keuangan yang baik akan sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan hidup saat ini dan akan datang.

Sebagai trainer pendidikan, acap kali penulis mendengarkan keluhan guru di berbagai daerah ikhwal minimnya gaji, terutama yang belum PNS. Kurang sejahteranya guru berakibat lemahnya motivasi mendidik, suka mengeluh, dan dalam jangka panjang akan menganggu proses mengajar-belajar.

Lain lagi dengan guru yang sudah lebih sejahtera (PNS) dan lulus sertifikasi. Yang menjadi masalah bukan soal kekurangan uang, tapi kurang bijak membelanjakan uang. Tidak sedikit malah membeli kebutuhan tersier – seperti handphone mentereng atau tindakan konsumtif lain – yang sebenarnya belum perlu atau masih bisa ditunda.

Kuncinya, tentu kecerdasan finansial. Belanjakanlah uang berdasarkan kebutuhan, bukan karena keinginan. Dengan begitu, tiap apa yang dibelanjakan selalu terkontrol dengan baik.

Seorang guru honorer sekolah tidak akan mengeluh dengan terbatasnya gaji jika memahami bagaimana cara mendapatkan uang. Gaji boleh saja kecil tetapi pendapatan tak harus begitu.

Jalannya dengan meningkatkan valensi. Belajar menulis, membuat puisi, mendongeng, buat buku, memberi privat, jualan dan banyak lagi cara cerdas mendapatkan uang yang dapat mendukung kegiatan utama sebagai guru tanpa mengorbankan kepentingan siswa-siswi.

Setelah kemampuan itu dimiliki, dilanjutkan dengan manajemen pengelolaan uang. Upayakan uang selalu berkembang, uang yang seharusnya habis dalam tempo 10 hari upayakan dapat bertahan 12 atau 13 hari.

Berdayakan uang dengan maksimal, boleh saja dikembangkan dengan menjalani bisnis kecil-kecilan, jual pernak-pernik atau apa pun agar jumlah uang bertambah. Terakhir, guru harus cerdas membelanjakan uang.

Keinginan tak akan pernah habis, maka gunakan uang berdasarkan kebutuhan saja. Buatlah rencana bulanan sederhana sebagai panduan belanja sehingga tidak sampai nombok akhir bulannya, hindari belanja diskon yang membuat keputusan belanja keluar dari rencana, buatlah catatan kecil belanja, serta strategi lainnya.

Bagi guru berpendapatan lebih tinggi, Anda sudah melewati kecerdasan mendapatkan uang, namun hal ini hendaknya tidak membuat Anda berpuas diri sehingga valensi yang dimiliki terkubur tak bersisa. Bergantung dengan gaji tidaklah mendidik karena akan mengakibatkan terpendamnya potensi diri yang mestinya bisa dikembangkan dengan baik.

Mukiman, guru senior SD Negeri 07 Langkahan Aceh Utara yang terpencil, membuktikan hal ini. Tanpa mengabaikan jati diri sebagai panutan (mendapatkan penghargaan sebagai guru loyalitas tinggi mengajar daerah terpencil selama 20 tahun), beliau membuka toko baju di rumah, dan berjualan tiap Minggu di pasar desa. Memelihara beberapa ekor sapi dan kambing. Alhasil kehidupan ekonomi keluarganya sangat layak bagi seorang guru daerah terpencil dan hampir setiap tahun berlibur ke ibu kota sekaligus membeli barang-barang dari Jakarta dan Bandung.

Semuanya tergantung pada keputusan Anda dalam mengelola, memberdayakan dan membelanjakan uang. Semakin Anda cerdas finansial, semakin mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa datang. Semoga. TG

Penulis: Zainal Umuri
Trainer Pendidikan Lembaga Pengembangan Insani DD Republika; Guru SMK Muhammadiyah Serpong

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Tidak ada komentar: