November 09, 2009

MGP BE: Praktik Pembelajaran yang Baik, Efektif, dan Berkualitas


























* Mainstreaming Good Practices in Basic Education (MGPBE).
Terjemahan yang paling dekat adalah: pengarusutamaan
praktik yang baik dalam pendidikan dasar.
* Istilah ‘pengarusutamaan’ sebagai terjemahan langsung
dari kata mainstreaming diartikan sebagai pelembagaan dan
pelaksanaan praktik yang baik secara meluas oleh sekolah
dan institusi pendidikan dasar dan MI maupun MTs
(madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah– di bawah Departemen Agama).
* Sedangkan praktik yang baik, adalah praktik pengajaran
yang terbukti efektif, meningkatkan kualitas pendidikan dasar
dan kapasitas manajemen pemerintah daerah dan kabupaten.
* Karena terbukti baik dan efektif, praktik pembelajaran
bermuatan active learning ini harus dipopulerkan,
sehingga pelaksanaannya di tersebar luas di banyak sekolah
dan institusi pendidikan seluruh Indonesia.


Itulah definisi progam Good practices (atau praktik yang baik) dari Unicef yang saat ini masih berjalan di 6 provinsi, yakni Riau, Lampung, Banten, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Tiap provinsi terdiri atas 2 kabupaten. Total sekolah binaan yang menerima bantuan sebanyak 505 sekolah – yaitu 407 SD/MI dan
98 SMP/MTs.

Pekerjaan yang terkoordinasi dengan baik ini diampu oleh badan dunia UNICEF, didukung dana dari Uni Eropa, dan tentu saja bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Programnya meliputi MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), PSM (Peran Serta Masyarakat), dan PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).

Ketiganya diaplikasikan di tingkat sekolah. Sedangkan untuk tingkat kabupaten, diidentifikasi data analisis dan perencanaan, termasuk rencana strategis (Renstra), pembiayaan pendidikan, tata kelola, monitoring, dan evaluasi.

Tidak Menciptakan Praktik Baru
Negara kita sudah berkali-kali menerima bantuan dana peningkatan mutu pendidikan. Agar tak tumpang tindih, dilakukanlah penelusuran dan pemetaan praktik-praktik yang selama ini sudah terbukti efektif. Dan inilah yang kemudian dimaksimalkan aplikasinya pada pembelajaran. Jadi ditekankan, bahwa MGP-BE ini tidak menciptakan praktik baru.

Keunggulan program ini, dikemas menjadi enam modul. Selain MBS, PSM dan PAKEM, juga Pengembangan Kurikulum, Kelas Rangkap, dan Kelas Awal.

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan dasar, terlebih dulu harus mengetahui bagaimana CARA yang paling efektif. Secara umum, yang didorong adalah perubahan paradigma dalam kegiatan belajar mengajar. Buku besar, perpustakaan dan referensi, wawancara nara sumber, siswa antusias dan aktif serta ceria, diskusi, belajar kelompok, belajar di ruang terbuka, berpikir kritis dan memecahkan masalah, guru berkeliling memonitor kelas, kreatifitas, PAKEM, peran serta masyarakat dan orang tua, transparansi dan akuntabilitas publik, adalah item-item yang menjadi ikon paradigma baru pendidikan.

Kendala di lapangan tentu saja ada. Antara lain faktor geografis yang menyebabkan koordinasi dan supervisi serta informasi tak cepat terakomodasi. Partisipasi masyarakat juga menjadi menurun tatkala mengetahui wacana sekolah gratis. Faktor guru yang lamban beradaptasi menjadi penentu keberhasilan. Sedangkan kendala dana pendampingan yang belum memadai, menjadi pe-er pemerintah daerah.

Kepala sekolah sebagai pemegang kendali harus sudah memahami betul perubahan yang harus dilakukan. Selain sebagai administrator, dan manajer, peran kepala sekolah sebagai pemimpin (kurikulum) terutama sebagai ’agent of change’ dalam penyampaian materi ajar yang berlangsung setiap hari, yang selama bertahun-tahun terjebak pada teacher center yang membosankan.

4 Faktor Modalitas Kemajuan
Dalam sebuah kesempatan bertemu dengan pihak Depdiknas yang mendampingi program ini, ditekankan perlunya sebuah perubahan sikap dan cara pandang, agar program peningkatan mutu disikapi dengan pemahaman mendasar.

Diilustrasikan sebagai berikut:
Pertama: Modal. Ini sering menjadi alasan utama penggagal kemajuan. Tak ada modal (uang) tak ada perbaikan. Program MBP-BE didukung pendanaan dari Uni Eropa.

Kedua: Sumber daya alam. Ini jelas kita punya. Banyak sekali dan melimpah. Disinyalir kini terkikis, habis dan bocor sana sini. Karena itu menuntut kepedulian semua pihak. Pendidikan memegang peranan utama untuk memperbaiki sikap dan
ketrampilan pengolahan sumber daya alam ini.

Ketiga: Teknologi. Kemajuan dan pencapaian teknologi di setiap masa adalah achievement terbaik yang dihasilkan di masa itu. Bisa dibandingkan dengan kasat mata. Teknologi menciptakan kemudahan. Namun juga kerugian, terutama pada sikap dan cara berfikir yang cenderung soliter.

Keempat: Manusia. Nah.. di sinilah faktor utama yang bisa mengolah ketiga modalitas sebelumnya. Di sinilah pendidikan dan kesehatan menjadi teramat penting untuk ditingkatkan.

Guru juga manusia! Adagium mengatakan bahwa: ‘jika jernih di hulu, maka akan jernih pula di hilir, begitu pula sebaliknya’. Sungguh sentral peran Guru. Karena itu, praktik yang baik sungguh-sungguh harus diwujudkan dalam rangka percepatan peningkatan mutu sekolah.

Banyak Nian Bantuan Itu
Sesungguhnya kita harus bersyukur, dan seterusnya adalah menyikapi bantuan-bantuan dari negara donor yang berseliweran di negeri kita. Seringkali kita ini berfikir negatif. ‘Tak dibantu tak mau gerak, dibantu, adanya ngeles terus’. Lagi-lagi ini mutu manusianya.

Ibu Renani, Kepala Bagian Keuangan Sekretaris Mandikdasmen, menandaskan bahwa bantuan yang banyak itu harus kita sikapi dengan menjaga eksistensi dan harga diri sebagai bangsa.

Pada tahun 1980, British Council telah mengambil peran untuk mendukung pelaksanaan CBSA (cara belajar siswa aktif) di sekolah. Selang beberapa waktu, World Bank mengusung PEQIP (Primary Education Quality Improvement Project). Propinsi Nusa Tenggara Barat kerap mendapat bantuan projek ini.

Ada pula CLCC (Creating Learning Communites for Children), yang mendukung terciptanya MBS (manajemen berbasis sekolah) dan PAKEM. Belum lama juga berlangsung program MBS, yang dikawal UNESCO dengan support dana dari New Zealand Agency for International Development (NZAID).

Kita harus mampu menjalin negosiasi dengan baik. Kemajuan dan perubahan itu bergantung pada pada manusianya kan? Seperti ilustrasi di atas, berapa banyak pun bantuan dan upaya peningkatan kualitas pendidikan, yang menjadi penentu tentu saja pelaksana dan penikmat layanan pendidikan itu sendiri.

Persoalannya dan pertanyaan selanjutnya adalah, kapan program ini bisa diaplikasikan di seluruh sekolah di Indonesia? Karena tahun 2010 projek ini selesai. Untuk itulah berbagai pihak terkait, diseminasi, pengimbasan, replikasi, duplikasi dan pengarusutamaan, menjadi penting untuk dijalinkan kerjasamanya, antara lain oleh pers, gugus, subrayon, institusi pemerintah, dan rekan sejawat.

Contoh dan karya siswa di sekolah-sekolah yang menjadi target bantuan MGP-BE ini dapat menjadi bukti perubahan, meski setahap demi setahap, namun perubahan metode ini menjadikan siswa lebih bersemangat bersekolah.

Ayo, meski tak tersentuh program ini secara langsung, kita jangan tertinggal apalagi memandang sebelah mata upaya perubahan ini. Salah-salah sekolah kita menjadi ketinggalan kereta! Lets go! TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 09 Vol III/2009. Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 021 68458569

Tidak ada komentar: