April 29, 2009

Bagaimana Tulisan Guru De Britto bisa Dimuat Kompas?


Tony Widiastono, redaktur pengasuh rubrik Opini dan Didaktika di Harian Kompas, memberi penuturan seputar pemuatan tulisan di Kompas. Berikut petikannya:

Bagaimana sebuah tulisan Guru bisa dimuat di Kompas?
Analoginya seperti kalau kita cari makan. Kalau cocok, ketemu yang enak, ya pasti dipilih. Setiap hari, kami berlima membaca tak kurang dari 80 artikel yang harus dipilih untuk dimuat di media harian terbesar nasional ini.

Mengapa banyak tulisan Guru De Brito berhasil lolos seleksi ?
Bukan soal De Britonya. Tapi kami lihat mereka ini bukan sekedar menulis. Pilihan topik itu mereka alami langsung. Mereka pelaku. Tulisan yang dihasilkan terasa berbeda. Dibacanya menjadi enak. Kalau banyak tulisan dicampur- campur, malah nggak enak dibaca. Kelebihan yang kami lihat, Guru De Brito ini mau belajar. Tak langsung sekali kirim dimuat. Penolakan sudah biasa bagi mereka. Namun sepertinya mereka saling menyemangati.

Topik apa sih yang kerap diminati?
Harian kami ini kan harus menyuarakan persoalan yang dialami masyarakat. Pendidikan dan sekolah salah satunya. Mestinya, yang menulis masalah pendidikan adalah Guru. Bukan ekonom, politisi, ahli hukum, yang tentu akan menyoroti dari sisi yang lain. Jabatan bukan jaminan bagi kami untuk meloloskan tulisan. Ada seorang profesor doktor, tulisannya sejak alinea pertama sudah tak jelas tujuannya, bahkan dengan tanda baca yang minim.

Pilihan topik apa pun silakan saja. Kebijakan pemerintah, misalnya. Dampak langsung yang diterima sekolah dan Guru yang dapat mereka rasakan. Perbincangkanlah antar Guru. Tulis apa yang dirasakan. Kami tidak mengubah esensi tulisan. Hanya meluruskan cara menulisnya.

Satu lagi keharusan yang harus kuat adalah soal orisinalitas. Setelah ber lima kami baca, masih ada lagi yang membaca ‘di belakang’. Jika tulisan ini pernah ditulis, di antara kami saling mengingatkan. Meski masih sering kecolongan juga. O ya… rubrik Didaktika, itu dikhususkan untuk Guru lho. Mulailah menulis. Topik mengenai kapitalisme pendidikan, misalnya. Ini kan sesuatu yang penuh opini.
Honornya asyik ya?
Kategori A, antara 800 sampai satu juta rupiah lebih. Kategori B tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, dan C enam ratus. Kalau tembus di halaman satu lain lagi. Meski begini, jangan untuk sekedar cari uang. Produktifitas menulis akan sangat tampak pada kompetensi nya.
Kalau nggak dimuat?
Kami akan kasih tahu. Lewat email lebih mudah. Setelah itu akan dioper ke media lain ya silakan. Lebih baiknya setelah dibenahi sana sini. Tak boleh putus asa.

Saran untuk para Guru agar rajin menulis?
Keseimbangan menulis dan membaca. Dan perdalam kompetensi!. TG

*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda.
Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Tidak ada komentar: