April 28, 2009

Prof. Gumilar R. Somantri : Minta Gaji Bagus, tapi Horizon Sempit


Prof. Dr. der.Soz.Gumilar Rusliwa Somantri
Rektor Universitas Indonesia


Rektor yang tampil dandy dan gemar bermusik ini –gabung dalam the Professor Band-- menerima Teachers Guide di ruang kerjanya. Beliau menjelaskan peran pendidikan dasar menengah, dan respon perguruan tinggi atas mutu pendidikan di tingkat menengah.

UI kini masuk rangking ke 5 bersama dengan MUS, Mahidol, University of Philippine, University of Malaya, sebagai perguruan tinggi yang punya reputasi tinggi”. Kata Pak Rektor dengan bangga. Namun ketika ditanya pendapatnya tentang kualitas pendidikan di tingkat bawahnya, pak Rektor menghela nafas.........hhhmmm.

Pak Rektor prihatin melihat lulusan SMA, yang belum merata, meski dalam empat tahun terakhir ini relatif membaik. Ini kerja keras pemerintah melakukan pemerataan. Kualitas terbaik masih datang dari kota-kota besar, seperti Jabodetabek, Bandung dan Surabaya. Upaya untuk meratakan kualitas di SMA, merupakan hal penting.

” Kunci kualitas ini pada guru. (Nah lo.....) bukan hanya sertifikasi, yang sifatnya administratif, tetapi substansi mutu guru. Profesionalisme selalu menyangkut 3 hal: etik, skill, dan renumerasi yang baik. (Setujuuu.....)

Empat tahun terakhir ini para guru relatif banyak diperhatikan. Tapi kita harus mengubah mind-set. Jangan hanya minta gaji bagus, tapi tak mau meningkatkan diri. Jangan kita berlaku curang, tidak adil, menjadikan negara dan sekolah sebagai tunggangan. Kita mentolerir kemalasan, tidak mau membaca, tidak memperluas horizon, memberikan anak-anak ala kadarnya. Kan celaka! (iya pak...persisnya begitu dah)

Kalau guru segitu-gitu saja kemampuannya, dan tidak mampu memperbaiki diri, ini dosa besar! Guru yang berhorizon luas, banyak baca, bijak, akan mampu memotivasi anak dan melahirkan anak-anak hebat di masa datang. Kalau generasi/bangsa ini tidak bisa melakukan apa-apa di masa datang, yang salah itu para guru. (hiyyyaaa......kena lagi)

Sebelum masuk mengajar, Guru sudah harus baca koran. Pikirannya terbuka, perspektif luas. Menyampaikan bahwa kita ini bagian dari dunia yang besar. Bicara problem perubahan iklim, krisis ekonomi, kemiskinan, penduduk makin banyak, akan terjadi apa akibatnya bagi bumi ini. Coba lihat, sawah-sawah dipakai rumah. Lihat gedung disambung rumah-rumah gubuk. Orang di jalan naik motor ngebut, tidak ada sopan santun, inikah bangsa kita, inikah peradaban bangsa kita? Banyak hal yang perlu dibangkitkan dari siswa.


uru-guru idealis dan profesional, jumlahnya harus diperbanyak. Pendidikan kita sudah di jalur yang tepat, tapi perlu akselerasi (dipercepat) lagi dalam peningkatan dan pemerataan kualitas dan internasionalisasi.


Profesionalisme itu (skill, etik, renumerasi) tidak hanya sekedar untuk profesionalisme saja, atau agar kualitas pengajaran makin bagus. Profesionalisme guru juga untuk membangun citra, persepsi, juga gengsi. Sekarang ini profesi guru (masih dianggap) pekerjaan kelas rendah, jauh dibanding profesi insinyur atau dokter. Jarang orang bangga menjadi Guru (hiik.... betul pak)

Sejarah membuktikan, bangsa hebat saat ini, karena pendidikannya baik, dan di dalamnya ada guru-guru yang mempunyai profesionalisme tinggi, kesadaran, etos kerja, dan idealisme untuk mengembangkan diri.

Selain kualitas guru, proses mengajar di SMA akan baik kalau infrastruktur memadai. Ruang kelas bagus , ada penggunaan IT – infocus, pengenalan IT, wifi, teleconference. Kurikulum dibangun dengan baik. Saat ini, banyak yang terlalu formal, bersifat memaksakan, dan seringkali kita juga salah menafsirkan substansi kurikulum.


Juga penting, metoda pengajaran, atau cara penyampaian. Metoda KBK itu baik –problem base learning- tapi pendalaman implementasinya banyak yang hanya basa-basi.


Infrastruktur penunjang agar proses pendidikan baik, perlu disediakan mushola yang memadai, lapangan olahraga memadai, ruang terbuka, library yang bagus, ruang bagi siswa untuk melakukan aktifitas seni dan berorganisasi, juga fasilitas untuk pengajar. Sehingga dalam proses belajar-mengajar soft skill juga ditanamkan di samping hard skill. Sehingga kalau masuk ke universitas, mereka tidak kaget.’

Kami senang kalau kualitas pendidikan SMA dari Sabang sampai Merauke merata. Siswa terbaik dari tiap daerah bisa terjaring, sehingga tujuan kami membuat UI jadi mozaik Indonesia dapat tercapai tanpa sulit mempertahankan kualitas input yang dapat mempengaruhi proses belajar-mengajar di UI.

Republik ini punya jumlah anak-anak berbakat yang luar biasa. Kalau mereka dibimbing oleh tangan yang tepat –the best teachers- di sekolah yang bagus- akan luar biasa. Kita masuk di era Abad 21, yang disebut the Gobal War of Talent. Hanya bangsa-bangsa yang mampu mengembangkan bakat dan peradabannya, yang akan survive…

Sebaiknya, kita mulai pikirkan sebuah sistem pendidikan yang tidak gebyah-uyah (anggapan yang seragam-red)seperti sekarang. Sejak TK diasumsikan semua akan masuk perguruan tinggi, bahkan akan jadi doktor. Apa jadinya? Jumlah doktor kurang dari 10.000 untuk jumlah 250 juta orang, jauh lebih sedikit dari Israel (1 doktor tiap 50 orang) atau Singapura (Ya ampuuunnn...)

Sejak SD, siswa sudah mulai diarahkan. Sehingga tidak semua masuk SMP umum, sebagian SMP kejuruan, seperti dulu. Tapi lebih baik, laboratorium bagus, dan ada kerjasama dengan industri penyerap tenaga kerja. Nilai entrepreneurial sejak dini ditanamkan, sehigga tidak membeludak ramai-ramai masuk SMA dan akhirnya ramai-ramai menganggur. Pendidikan kejuruan diperbanyak tapi dengan melihat kebutuhan bangsa yang sedang kompetitif menopang segala bidang yang sedang kita kembangkan. Toh dalam kehidupan sehari-hari tidak semua jadi direktur. Jadi pekerja pun harus berskill bagus.

Di Jerman, sejak kelas 3 SD, sudah diatur yang punya kecerdasan praktikal-nya lebih tinggi (masuk Realschoole). Yang kecerdasan numerik tinggi masuk ke sekolah umum, ke Gymnasium lalu akhirnya ke perguruan tinggi. Bukan berarti yang masuk kejuruan tidak bisa masuk ke perguruan tinggi. Tapi diberi koridor, yaitu perguruan tinggi politeknik.

Potensi kita luar biasa. Tidak kalah, dan kita bisa. Sejahtera atau tidak generasi yang akan datang, tergantung pada kita membina mempersiapkan generasi muda, dipilah bakat dan minatnya, sehingga dia lulus dalam bidang yang disukainya, dan sesuai dengan kebutuhan bangsa. Ini berarti terserap langsung, sehingga bangsa ini diisi oleh orang orang yang berkualitas. Pekerja yang berkualitas, sampai direktur berkualitas. Kita semua mengejar jadi direktur, sehingga jadi direktur tidak berkualitas. Dengan penataan ini, di berbagai lapisan, semuanya berkualitas, dan memberikan sumbangan menopang bangsa sesuai dengan kemampuannya. Saat ini, kebanyakan pengambil keputusan pintar-pintar, tapi di bawahnya payah... (yesss......kena juga birokrat kita)

Semua sistem pendidikan ini approach-nya harus holistik. Karena yang harus kita bangun adalah kultur, mind set, dan etos dari bangsa ini."

Hmmm.... mantap ya kritik dan saran Pak Rektor. Coba semua ini bisa berpengaruh pada sistem pendidikan kita, apa nggak hebat Indonesia tercinta ini. Ayo lah para Guru, apa yang bisa kita kerjakan dulu. Teriak minta gaji, meperluas horizon, memprotes sistem, demo pada birokrasi, baca koran, mengubah sistem, perbaikan kurikulum..... atau apa? Yang mana dulu? Atau mau ketemu langsung dengan Pak Rektor Gumilar Rusliwa Somantri, yang gagah, keren, dan berhorizon amat luas. Salam dari kami pak rektor. Terima kasih segala kritiknya. Jadi input dan feed back yang mak nyuss.....TG


*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Tidak ada komentar: