April 29, 2009

Pengaruh Doa dalam Mendidik Anak


Guru tidak sekedar menyampaikan ilmu. Guru adalah arsitek peradaban



Perlu disadari bahwa gelar yang disandang seseorang bukanlah jaminan keberhasilan dalam mendidik. Sebaliknya, sangat mungkin gelar yang dimiliki dapat menjadi bumerang menuju kegagalan. Hal ini bisa terjadi ketika seseorang terlalu yakin dengan kemampuan yang dimilikinya.

Kadang guru sering lupa, sebagai manusia, kita hanya mampu berusaha. Selebihnya, keputusan akhir tentang hasil usaha kita tetap bergantung kepada Allah SWT. Sikap terlalu yakin dengan kemampuan diri hingga menga­baikan Allah SWT akan membuatnya kehilangan kekuatan jiwa.

Ilmu yang dimiliki hanya bisa digunakan sebagai pedoman, sementara itu, berhasil-tidaknya proses pendi­dikan tetap harus diserahkan kepada Allah SWT. Doa yang selalu dipanjatkan bakal turut menentukan keberhasilan lebih lanjut. Intinya, seorang guru harus senantiasa melibatkan Allah SWT dalam mendidik. Sebab Sang Pencipta, Allah-lah yang Maha Mengetahui seluk beluk ciptaan-Nya.

Doa termasuk hal penting yang harus selalu kita pegang teguh. Melalui doa, rasa cinta dan kasih sayang kepada anak didik akan bertambah mekar di dalam hati. Untuk itu, hendaklah guru senantiasa memohon kepada Allah agar Dia meluruskan anak didiknya dan masa depannya. Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Ada tiga macam doa yang tidak diragukan lagi, pasti diterima, yaitu doa orang yang teraniaya, doa seorang musafir, dan doa orang tua (guru) kepada anaknya.” (HR. Tirmidzi).


Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rasulullah melarang para orang tua (guru) mendoakan keburukan bagi anak didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.

Rasulullah SAW bersabda, ”Janganlah kalian mendoakan keburukan kepada diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada pelayan-pelayan kalian, dan janganlah kalian mendoakan keburukan kepada harta kalian. Janganlah kalian mendoakan keburukan sebab jika waktu doa kalian bertepatan dengan saat-saat dikabulkannya doa maka Allah mengabulkan doa kalian (yang buruk itu).” (HR. Abu Dawud).

Imam Al-Ghazali menyebutkan bahw­a ada seseorang yang datang kepada Abdullah bin Al-Mubarak seraya mengadukan perihal kedurhakaan anaknya. Ibnu Mubarak berkata, ”Pernahkah kamu mendoakan keburukan baginya?” Ia menjawab, ”Ya, pernah”. Ibnu Mubarak me­ngatakan, ”Engkau telah menghancurkannya”. Seharusnya, daripada engkau penyebab kehancurannya dengan mendoakan keburukan baginya lebih baik engkau menjadi penyebab keshalihannya dengan mendoakan kebaikan untuknya.

Guru tidak sekadar menyampaikan ilmu. Guru adalah arsitek peradaban, jika ia salah dalam mendidik, berarti ia salah dalam membentuk peradaban. Dan tanggung jawabnya pun tidak sebatas di dunia. Karenanya, guru harus senantiasa mendoakan anak didiknya di setiap waktu, terutama di waktu malam.

Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita mendoakan mereka? TG


Imam Nur Suharno, S.Pd., M.Pd.I.
Kepala MTs Husnul Khotimah, Desa Maniskidul, Jalaksana, Kuningan


*) Tulisan ini diterbitkan pada Teachers Guide Edisi No. 8 Vol III/2009.
Dapatkan hard copy di toko-toko Gramedia dan Gunung Agung sekitar Anda. Atau hubungi bagian berlangganan Hp/SMS ke 0856 8040 385.

Tidak ada komentar: